Ringkasan Kelahiran Baginda Nabi Sallaahu ‘alaihi wa sallam
Kejadian Sebelum Kelahiran
Menjelang kelahiran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Makkah menyaksikan beberapa kejadian yang penting. Pada edisi sebelumnya, telah dikisahkan tentang Abdul Muththalib yang menggali kembali sumur Zamzam juga tentang wafatnya Abdullah, Lebih-Iebih kisah tentara bergajah yang diabadikan pula di dalam Al Quranul Karim.
Nabi kita lahir dalam keadaan yatim
Kita tahu orang tua Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ‘Abdullah dan Aminah. ‘Abdullah bin ‘Abdul Muthallib menikah dengan Aminah binti Wahab dari kabilah Zuhrah, kemudian pergi ke Syam (Gazzah, jalur Gaza) bersama dengan kafilah perdagangan Quraisy.
Sepulang dari perdagangan, ‘Abdullah mampir di rumah saudara dari ibunya dari kabilah An-Najjar karena mengeluh sakit. Dia menginap karena sakit beberapa lamanya, kemudian akhirnya meninggal dan dikuburkan di Madinah. Pada waktu itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih dalam kandungan berusia dua bulan, umur ‘Abdullah pada waktu itu adalah 25 tahun. Berarti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir dalam keadaan yatim. Yang dimaksud yatim adalah ditinggal mati oleh ayah sebelum baligh. Penyebutan yatimnya beliau inilah yang disebutkan dalam ayat,
أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim lalu Dia melindungimu?” (QS. Adh-Dhuha: 6)
Beberapa pelajaran yang bisa diambil dari keadaan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lahir dalam keadaan yatim:
1- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan setelah ayahnya meninggal. Ini adalah cobaan terberat pada seorang anak.
2- Dakwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah meneruskan jejak ayahnya karena ketika beliau lahir, ‘Abdullah sudah meninggal dunia. Inilah salah satu hikmah kenapa Nabi Muhammad ditakdirkan lahir dalam keadaan yatim.
3- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan dalam keadaan yatim menjadikan beliau lebih respon dengan nilai-nilai kemanusiaan karena orang yang telah merasakan berbeda jauh dengan yang belum pernah melalui masa itu. Anak orang kaya bagaimana pun respon sosialnya tidak akan bisa merasakan perihnya kemiskinan.
4- Kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam usia balita bersama ibunya tanpa ditemani ayahnya menunjukkan peran seorang ibu dalam mendidik anak. Lihat para Nabi yang hidup bersama ibunya seperti Nabi Ismail, Nabi Musa, dan Nabi Isa bin Maryam.
5- Allah Ta’ala menakdirkan Nabi-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai anak yatim hingga peranan kasih sayang ayah tidak mempengaruhi tarbiyahnya, tetapi langsung diambil alih oleh Allah, sebagaimana dinyatakan Allah kepada Musa ‘alaihis salam,
وَاصْطَنَعْتُكَ لِنَفْسِي
6- Ada juga pelajaran penting, beliau dilahirkan dalam keadaan yatim agar bisa menghibur anak yatim lainnya di setiap zaman dan tempat, bahwa menjadi yatim bukanlah musibah. Lihat As-Sirah An-Nabawiyah, hlm. 93.
Tahun Gajah : TENTARA BERGAJAH (ASHHABUL FlL)
Ketika matahari mulai terbit, tiba-tiba dari arah Iaut, serombongan burung dengan cepat menuju tempat pasukan abrahah. Ternyata, masing-masing burung membawa beberapa butir batu dengan mulut dan kedua cakarnya lalu menjatuhkan batu-batu tersebut hingga menembus tubuh mereka, mematahkan tulang dan melubangi perut-perut mereka.
Allah berfirman mengabadikan kisah ini dalam firman-Nya:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (١) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (٢) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (٣) تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (٤) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (٥)
Kejadian besar itu terekam dalam ingatan bangsa Arab, dan dijadikan sebagai satu penanda waktu, Tahun Gajah. Pada tahun itulah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dilahirkan.
Hari, Tanggal dan bulan
Senin, bulan Rabi’ul Awwal tahun gajah, di tengah-tengah perkampungan keluarga Bani Hasyim di kota Makkah, seiring dengan fajar yang menyingsing menyibak tirai malam, lahirlah bayi agung yang suci itu. Tanpa jerit tangis, bayi itu keluar dengan mudahnya dari rahim Aminah, wanita mulia dari Bani Zuhrah.
Lahir Hari Senin
Dari Abu Qotadah Al Anshori radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab,
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ
Imam Ibnu Katsir, dalam Kitabnya Bidayah Wannihayah telah menjelaskan, tentang perbedaan pendapat para ulama tentang tahun, bulan, tanggal, hari hingga waktu ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dilahirkan.
- Sebagian ulama berpendapat, bahwa beliau lahir pada bulan Rabiul Awal.
- Yang lain berpendapat, beliau lahir bulan Muharram, Safar dan Rajab.
- Ibnu Abdil Barr mengatakan tanggal 12 Ramadhan.
- Sebagian ulama yang lain mengatakanpada tanggal 2, 9, 17 Rabiul Awal.
- Ibnu Hazm berpendapat bahwa kelahirannya pada tanggal 8 Rabiul Awal.
- Ibnu Ishaq berpendapat pada tanggal 12 Rabiul Awal.
- Ibnu Abbas, mengatakan pada hari Senin tanggal 18 Rabiul Awal.
hal ini membuktikan bahwa tidak ada satupun diantara para ulama dan juga sahabat nabi yang tahu persis kapan beliau dilahirkan.
Sedangkan ahli hisab dan falak seperti al-Ustadz Mahmud Basya al-Falaki, al-Ustadz Muhammad Sulaiman al-Manshur Fauri (sebagaimana dinukil oleh Shofiyurrohman al-Mubarokfuri dalam ar-Rahiqul Makhtum, hal. 62) meneliti bahwa hari Senin, hari lahir beliau bertepatan dengan 9 Rabi’ul Awwal. Dan inilah yang dinilai lebih tepat.
Telah tetap tanpa keraguan bahwa kelahiran beliau adalah pada 20 April 571 M (tahun Gajah), sebagaimana telah tetap juga bahwa beliau wafat pada 13 Rabiul Awal 11 H yang bertepatan dengan 6 Juni 632 M. Dengan mengubah tahun-tahun ini pada hitungan hari akan ketemu 22.330 hari dan bila diubah ke tahun qamariyyah, akan ketemulah bahwa umur beliau 63 tahun lebih tiga hari.
Ibu susu Nabi
Tsuwaibah:
Ia adalah seorang budak wanita milik paman Nabi Muhammad, Abu Lahab, yang juga pernah menyusui Nabi SAW.
Ada hadits yang menyebutkan bahwa Abu Lahab akan diringankan siksanya di akhirat karena bergembira atas kelahiran rasul. Mengenai hal ini telah dijawab oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani sebagai berikut.
Hadits tersebut menunjukkan bahwa kafir masih dapat kemanfaatan dari amalan kebajikan di akhirat. Namun hal ini bertentangan dengan tekstual ayat Qur’an yang menyebutkan,
“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23)
Ummu Aiman, dikemudian hari dinikahkan dengan zaid bin haritsah
Halimah binti Abu Dzuaib As-Sa'diyah
Kenapa sampai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam punya ibu susu?
Ada dua alasan:
1- Untuk menghindari polusi pergaulan kota dan untuk menghirup udara segar pedesaan. Apalagi kota Mekkah saat itu didatangi oleh banyak pengunjung yang berasal dari penjuru dunia dengan beragam jenis manusianya. Mereka datang untuk menunaikan haji, kunjungan hingga berdagang dan lainnya. Kondisi tersebut berpotensi mengotori pergaulan dan moral.
2- Bayi yang dikirim untuk diasuh di pedalaman dimaksudkan untuk membiasakan mereka berbahasa Arab yang bagus dan untuk menghindari kesalahan dalam berbahasa Arab. Pelajarannya, penting bagi kita untuk menjaga murninya bahasa Arab yang merupakan bahasa dari kitab suci kita.
Khitan
Pendapat Pertama:
Ia adalah seorang budak wanita milik paman Nabi Muhammad, Abu Lahab, yang juga pernah menyusui Nabi SAW.
Ada hadits yang menyebutkan bahwa Abu Lahab akan diringankan siksanya di akhirat karena bergembira atas kelahiran rasul. Mengenai hal ini telah dijawab oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani sebagai berikut.
Hadits tersebut menunjukkan bahwa kafir masih dapat kemanfaatan dari amalan kebajikan di akhirat. Namun hal ini bertentangan dengan tekstual ayat Qur’an yang menyebutkan,
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
Ummu Aiman, dikemudian hari dinikahkan dengan zaid bin haritsah
Halimah binti Abu Dzuaib As-Sa'diyah
Kenapa sampai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam punya ibu susu?
Ada dua alasan:
1- Untuk menghindari polusi pergaulan kota dan untuk menghirup udara segar pedesaan. Apalagi kota Mekkah saat itu didatangi oleh banyak pengunjung yang berasal dari penjuru dunia dengan beragam jenis manusianya. Mereka datang untuk menunaikan haji, kunjungan hingga berdagang dan lainnya. Kondisi tersebut berpotensi mengotori pergaulan dan moral.
2- Bayi yang dikirim untuk diasuh di pedalaman dimaksudkan untuk membiasakan mereka berbahasa Arab yang bagus dan untuk menghindari kesalahan dalam berbahasa Arab. Pelajarannya, penting bagi kita untuk menjaga murninya bahasa Arab yang merupakan bahasa dari kitab suci kita.
Khitan
Pendapat Pertama:
Dilakukan pada hari ketujuh: Banyak riwayat menyebutkan bahwa Abdul Muthalib, yang mengkhitan beliau ketika berusia tujuh hari dan memberi nama Muhammad.
Mengikuti tradisi Arab: Pengkhitan pada usia tersebut adalah kebiasaan yang umum dilakukan oleh bangsa Arab pada waktu itu.
Pendapat Kedua :
Dikhitan saat dibelah dadanya oleh para malaikat ketika dalam asuhan Halimah.
Pendapat Ketiga:
Lahir sudah dalam kondisi berkhitan: Ada catatan dan riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad lahir dalam keadaan sudah berkhitan. Namun, Syaikh Shafiyyurahman al Mubarakfuri menyebutkan bahwa tidak ada hadis yang valid untuk mendukung klaim ini.
Hadits-hadits yang berkaitan masalah ini memang banyak, tetapi semuanya lemah, di antaranya hadits,
“Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Termasuk bagian karamahku (kemuliaanku) dari Allah, aku dilahirkan dalam keadaan telah dikhitan, dan tidak seorang pun melihat auratku.”
Pendapat Ketiga:
Lahir sudah dalam kondisi berkhitan: Ada catatan dan riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad lahir dalam keadaan sudah berkhitan. Namun, Syaikh Shafiyyurahman al Mubarakfuri menyebutkan bahwa tidak ada hadis yang valid untuk mendukung klaim ini.
Hadits-hadits yang berkaitan masalah ini memang banyak, tetapi semuanya lemah, di antaranya hadits,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: رَسُلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مِنْ كَرَامَتِيْ عَلَى اللهِ أَنْ وُلِدْتُ مَخْتُوْنًا وَلَمْ يَرَ أَحَدٌ سَوْأَتِيْ