"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

Kisah Taubatnya Malik Bin Dinar (Tabi'in)


Kisah Taubatnya Malik Bin Dinar (Tabi'in)


Kisah tobatnya Malik bin Dinar al-Sami termasuk kisah yang sangat inspiratif. Malik adalah putra seorang budak berbangsa Persia dari Sijistan (Kabul) dan menjadi murid ulama tabiin Hasan al-Bashri.

Beliau termasuk sebagai ahli hadis sahih dan meriwayatkan hadis dari tokoh-tokoh ulama pada masa lampau, seperti Anas bin Malik dan Ibnu Sirin. Malik bin Dinar juga dikenal sebagai seorang kaligrafer Al-Qur’an. Beliau wafat sekitar 130 H (748 M). Berikut kisah pertobatannya dilansir dari Dakwah Islamiyyah.

Pada abad ke-2 Hijriah, Malik bin Dinar dikenal sebagai sosok preman yang suka mabuk-mabukan. Hampir segala macam kemaksiatan ia lakukan hingga akhirnya hidayah Allah datang menghampirinya.

Malik bin Dinar menuturkan kisahnya sebagai berikut:

Kehidupanku dimulai dengan kesia-siaan, mabuk-mabukan, maksiat, berbuat zalim kepada manusia, memakan hak manusia, memakan riba, dan memukuli manusia. Kulakukan segala kezaliman, tidak ada satu maksiat melainkan aku telah melakukannya. Sungguh sangat jahat hingga manusia tidak menghargaiku karena kebejatanku.

Pada suatu hari, aku merindukan pernikahan dan memiliki anak, maka kemudian aku menikah dan dikaruniai seorang putri yang kuberi nama Fathimah.

Aku sangat mencintai Fathimah. Setiap kali ia bertambah besar, bertambah pula keimanan di dalam hatiku dan makin sedikit maksiat di dalam hatiku.

Pernah suatu ketika, Fathimah melihatku memegang segelas khamar, maka ia pun mendekat kepadaku dan menyingkirkan gelas tersebut hingga tumpah mengenai bajuku. Saat itu umurnya belum genap dua tahun. Seakan-akan Allahlah yang membuatnya melakukan hal tersebut. Setiap kali ia bertambah besar, makin bertambah pula keimanan di dalam hatiku.

Setiap kali aku mendekatkan diri kepada Allah selangkah, setiap kali itu pula aku menjauhi maksiat sedikit demi sedikit. Hingga usia Fathimah genap tiga tahun, saat itulah Fathimah meninggal dunia.

Setelah itu, aku pun berubah menjadi orang yang lebih buruk dari sebelumnya. Aku belum memiliki sikap sabar yang ada pada diri seorang mukmin yang dapat menguatkanku di atas cobaan musibah. Kembalilah aku menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Setan pun mempermainkanku, hingga datang suatu hari, setan berkata kepadaku, “Sungguh hari ini engkau akan mabuk-mabukan dengan mabuk yang belum pernah engkau lakukan sebelumnya.”

Aku bertekad untuk mabuk dan meminum khamar sepanjang malam. Aku minum, minum, dan minum, maka aku lihat diriku telah terlempar di alam mimpi. Di alam mimpi itu, aku melihat hari kiamat. Matahari telah gelap, lautan telah berubah menjadi api, dan bumi pun telah berguncang. Manusia berkumpul pada hari kiamat.

Manusia dalam keadaan berkelompok-kelompok. Sementara aku berada di antara manusia, mendengar seorang penyeru memanggil, “Fulan bin Fulan, kemari! Mari menghadap Al-Jabbar (Allah)!”

Aku melihat si Fulan tersebut berubah wajahnya menjadi sangat hitam karena sangat ketakutan. Sampai aku mendengar seorang penyeru menyeru namaku, “Mari menghadap Al-Jabbar!”

Kemudian hilanglah seluruh manusia dari sekitarku seakan-akan tidak ada seorang pun di Padang Mahsyar. Kemudian aku melihat seekor ular besar yang ganas lagi kuat merayap mengejar ke arahku dengan membuka mulutnya.

Aku pun lari karena sangat ketakutan. Lalu aku mendapati seorang laki-laki tua yang lemah. Aku pun berkata, “Hai, selamatkanlah aku dari ular ini!” Ia menjawab, “Wahai anakku, aku tidak mampu, akan tetapi larilah ke arah ini mudah-mudahan engkau selamat!”

Aku pun berlari ke arah yang ditunjukkannya, sementara ular tersebut berada di belakangku. Tiba-tiba aku mendapati api ada di hadapanku. Aku pun berkata, “Apakah aku melarikan diri dari seekor ular untuk menjatuhkan diri ke dalam api?”

Aku pun kembali berlari dengan cepat, sementara ular tersebut makin dekat. Aku kembali kepada lelaki tua yang lemah tersebut dan berkata, “Demi Allah, wajib atasmu menolong dan menyelamatkanku.”

Ia pun menangis karena iba dengan keadaanku seraya berkata, “Aku lemah sebagaimana engkau lihat, aku tidak mampu melakukan sesuatu pun, tetapi larilah ke arah gunung tersebut mudah-mudahan engkau selamat!”

Aku pun berlari menuju gunung tersebut, sementara ular akan mematukku. Kemudian aku melihat di atas gunung itu terdapat anak-anak kecil dan aku mendengar semua anak tersebut berteriak, “Wahai Fathimah, tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!”

Selanjutnya aku mengetahui bahwa ia adalah putriku. Aku pun berbahagia bahwa aku mempunyai seorang putri yang meninggal pada usia tiga tahun yang akan menyelamatkanku dari situasi tersebut.

Ia pun memegangku dengan tangan kanannya dan mengusir ular dengan tangan kirinya, sementara aku seperti mayat karena sangat ketakutan. Lalu ia duduk di pangkuanku sebagaimana dulu di dunia.

Ia berkata kepadaku, “Wahai Ayah, belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah?”

Aku berkata padanya, “Wahai Putriku, beritahukanlah kepadaku tentang ular itu.”

Ia berkata, “Itu adalah amal keburukanmu, engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga hampir memakanmu. Tidakkah engkau tahu, wahai Ayah, bahwa amal-amal di dunia akan dirupakan menjadi sesosok bentuk pada hari kiamat? Dan lelaki yang lemah itu adalah amal salehmu, engkau telah melemahkannya hingga ia menangis karena kondisimu dan tidak mampu melakukan sesuatu untuk membantu kondisimu. Seandainya saja engkau tidak melahirkanku dan seandainya saja tidak mati saat masih kecil, tidak akan ada yang bisa memberikan manfaat kepadamu.”

Aku pun terbangun dari tidurku dan berteriak, “Wahai Rabb-ku! Sudah saatnya wahai Rabb-ku, ya, belum datangkah waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah?”

Lantas aku mandi dan keluar untuk salat Subuh dan ingin segera bertobat dan kembali kepada Allah. Aku pun masuk ke dalam masjid dan ternyata imam pun membaca ayat yang sama.

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)? Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Alkitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Hadid: 16)

Menjadi Ulama Basrah

Itulah kisah tobatnya Malik bin Dinar. Beliau kemudian menjadi salah seorang imam generasi tabiin, dan termasuk ulama Basrah abad ke-2 Hijriah. Beliau dikenal selalu menangis sepanjang malam dan berkata, “Ya Ilahi, hanya Engkaulah satu-satunya Zat Yang Mengetahui penghuni surga dan penghuni neraka, maka yang manakah aku di antara keduanya? Ya Allah, jadikanlah aku termasuk penghuni surga dan jangan jadikan aku termasuk penghuni neraka.”

Malik bin Dinar bertobat dan dikenal setiap harinya selalu berdiri di pintu masjid berseru, “Wahai para hamba yang bermaksiat, kembalilah kepada Penolongmu! Wahai orang-orang yang lalai, kembalilah kepada Penolongmu! Wahai orang yang melarikan diri (dari ketaatan), kembalilah kepada Penolongmu! Penolongmu senantiasa menyeru memanggilmu pada malam dan siang hari.”

Allah berfirman kepadamu, “Barang siapa mendekatkan dirinya kepada-Ku satu jengkal, Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu hasta. Jika ia mendekatkan dirinya kepada-Ku satu hasta, Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu depa. Siapa yang mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari kecil.”

Aku memohon kepada Allah agar memberikan rezeki tobat kepada kita. Tidak ada sesembahan yang hak selain Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim. [MNews/Has]

Referensi: Kitab At-Tawwabin, Ibnu Qudamah

Label