"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

Nikmat Hidayah Terbawa Hingga Surga




Nikmat Hidayah Terbawa Hingga Surga


Syukur alhamdulillah layak kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas hidayah yang Allah berikan kepada kita. Karena nikmat inilah yang hanya diingat oleh penduduk surga. Sehingga tatkala mereka masuk ke dalam surga, mereka melupakan nikmat harta, mereka melupakan nikmat jabatan, tapi yang mereka ingat hanyalah nikmat hidayah. Mereka mengucapkan syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى هَدَىٰنَا لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِىَ لَوْلَآ أَنْ هَدَىٰنَا ٱللَّهُ

“Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.” [Quran Al-A’raf: 43]

Hidayah yang Allah berikan kepada manusia ada dua bentuk. 
Hidayatul irsyad wal bayan atau hidayah dalam bentuk penjelasan. 
Hidayah taufik wal amal Yaitu hidayah dalam bentuk taufik dan keinginan untuk beramal. 

Bisa jadi ada seseorang yang telah mendapatkan hidayah berupa penjelasan. Namun dia tidak diberi oleh Allah hidayah taufik sehingga ia tidak mau mengikuti penjelasan yang telah sampai kepadanya.

Contohnya, perjuangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengajak pamannya, Abu Thalib, agar mau memeluk Islam ternyata tidak diwujudkan oleh Allah Ta’ala. Allah tidak memberikan hidayah taufik kepada Abu Thalib, meskipun hidayah al-bayan atau penjelasan telah sampai kepada Abu Thalib. Sehingga saat Abu Thalib wafat ia masih berpegang dengan ajaran nenek moyangnya, wafat dalam kondisi menganut ajaran paganisme. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa bersedih karena tidak mampu memberikan hidayah kepada orang yang beliau cintai. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّكَ لَا تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهْدِى مَن يَشَآءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” [Quran Al-Qashash: 56]

Salah satu yang merupakan sebab agar seseorang bisa mendapatkan hidayah taufik wal amal, hidayah dalam bentuk semangat dalam mengikuti kebenaran adalah keinginan dan perjuangan untuk mendekat kepada aturan Allah. Mendekat kepada syariat yang Allah turunkan. Berarti sebaliknya, tatkala ada seorang yang tidak mau peduli terhadap syariat Allah itu merupakan salah satu sebab yang membuat dia dijauhkan dari hidayah taufik.

Karena itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala ingatkan di dalam Alquran:

وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ نَسُوا۟ ٱللَّهَ فَأَنسَىٰهُمْ أَنفُسَهُمْ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” [Quran Al-Hasyr: 19].

Lalu, apa yang dimaksud dengan lupa kepada Allah? Yang dimaksud melupakan Allah adalah tidak peduli terhadap aturan. Tidak peduli terhadap syariat yang telah Allah turunkan. Tidak ada keinginan untuk belajar. Tidak ada keinginan untuk mendekat kepada syariat Allah. Tidak ada sepeser pun keinginan untuk mempelajari apa yang diturunkan Allah.

Bagaimana balasan yang Allah berikan kepada orang semacam ini? Balasannya adalah

فَأَنسَىٰهُمْ أَنفُسَهُمْ

“lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri”.

Yang dimaksud dengan lupa kepada diri sendiri adalah kata Ibnul Qayyim rahimahullah, “Orang ini tidak mengambil sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupannya, namun justru ia lebih sibuk dengan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya.”

Dari sini kita bisa lihat. Semua manusia punya kesibukan. Namun ada sebagian orang yang kesibukannya Allah arahkan kepada kebaikan. Dan ada sebagian orang yang kesibukannya tidak bermanfaat bagi hidupnya. Baik dunia maupun akhirat. Sehingga ia lupa terhadap apa yang bermanfaat bagi dirinya.

Di antara bentuknya adalah mereka yang tidak shalat berjamaah karena sibuk. Padahal orang lain juga punya kesibukan. Apakah dia berpikir orang-orang yang datang shalat berjamaah ini pengangguran? Tidak punya pekerjaan lalu datang shalat berjamaah? Salah satu alasan mengapa orang tidak datang shalat berjamaah adalah karena dia sibuk. Sehingga ia lebih mengunggulkan kesibukan yang bisa jadi hal tersebut tidak bermanfaat untuknya di akhirat dan dia tinggalkan kesibukan yang menguntungkan baginya di akhirat.

Semua manusia pasti punya kesibukan. Tidak ada manusia yang tidak punya kesibukan. Sebagaimana Allah Ta’ala sampaikan di dalam Alquran,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلْإِنسَٰنُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَٰقِيهِ

“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.” [Quran Al-Insyiqaq: 6]

Yang dimaksud dengan lelah menuju Rabbmu adalah sesungguhnya manusia itu sibuk dengan kegiatannya masing-masing sampai ia meninggal. Artinya, tidak ada manusia yang tidak punya kesibukan. Namun yang jadi pertanyaan adalah apakah kesibukan yang ia miliki diarahkan ke perkara yang menguntungkannya di akhirat? Ataukah kesibukan yang sifatnya hanya memenuhi kebutuhannya di dunia semata? Atau bahkan merugikan dunia dan akhiratnya?

Kita beruntung dan Bahagia ketika Allah memberikan hidayah bagi kita untuk mau menyisihkan waktu dalam rangka belajar ilmu agama, menyisihkan waktu untuk shalat berjamaah, menyisihkan waktu untuk kegiatan keagamaan. Semoga itu sebagai tanda kalau Allah tidak memberi hukuman kepada kita. Sehingga kita tidak termasuk orang yang Allah jadikan kita lupa dengan diri kita dengan menjadikan kita meninggalkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan kita. 

Label