"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

Keutamaan Bulan Sya’ban




Keutamaan Bulan Sya’ban


Saat ini kita sedang berada di bulan Sya’ban, bulan kedelapan dalam sistem kalender hijriah. Bulan Sya’ban adalah bulan yang utama. Bulan yang memiliki keistimewaan.

Rasulullah ﷺbegitu bersemangat dalam memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban. Mengapa demikian? Sebabnya ada dua, yaitu:Banyak orang melalaikan bulan Sya’ban. Oleh karenanya, Nabi ﷺmenghidupkan ibadah di dalamnya. Ini menunjukkan keutamaan beribadah di saat manusia pada umumnya dalam keadaan lalai.
Sesungguhnya amalan itu diangkat kepada Allah Ta’ala di bulan Sya’ban. Maka Rasulullah ﷺ menyukai amal shalih diangkat di bulan ini.

Imam An – Nasa’i telah meriwayatkan dari hadits Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata,’Aku berkata, ”Wahai Rasulullah! Saya tidak melihat Anda berpuasa di satu bulan dari berbagai bulan yang ada sebagaimana Anda berpuasa di bulan Sya’ban.”

Rasulullah ﷺ bersabda,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

”Bulan itu adalah bulan di antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan yang manusia lalai terhadapnya. Pada bulan itu amalan diangkat kepada Allah Rabbul ‘Alamin. Maka Aku suka amalku diangkat ketika aku sedang berpuasa.” [Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini hasan di dalam Shahih Sunan An-Nasa’i hadits no. 2356]

Amal yang diangkat kepada Allah Rabbul ‘alamin di sini adalah semua amalan manusia yang baik dan buruk, ketaatan dan kemaksiatan. Oleh karenanya, sudah selayaknya amalan di bulan Sya’ban itu yang baik.

Rasulullah ﷺ menyukai amalnya diangkat kepada Allah ketika Rasulullah ﷺ dalam keadaan berpuasa karena puasa termasuk salah satu amalan yang utama. Atau bisa juga karena amalan shaleh bila diiringi dengan puasa maka nilainya akan meningkat dan lebih kuat kemurniannya untuk Allah ‘Azza wa Jalla.

Ada juga ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan amalan yang diangkat kepada Allah pada bulan Sya’ban adalah amalan sunnah. Di dalam Hadits yang di riwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu disebutkan,

أنَّ اللهَ عزَّ وجلَّ يُرْفَعُ إلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهارِ، وعَمَلُ النَّهارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ

”Amal malam diangkat kepada Allah ‘Azza wa Jalla sebelum amal siang hari dan amal siang hari sebelum amal malam hari.”

Adapun amal dalam sepekan dihadapkan kepada Allah pada hari Senin dan Kamis sebagaimana dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Nasa’i.

Amalan Sunnah Di Bulan Sya’ban


Setelah kita mengetahui bahwa bulan Sya’ban adalah bulan yang di dalamnya amal shalih dinaikkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, lantas amalan apa sajakah yang sebaiknya dilakukan untuk menghidupkan bulan Sya’ban, bulan yang banyak dilalaikan oleh manusia?

1. Membaca Al-Quran

Syaikh Husain bin Abdul Azis Alu Syaikh mengatakan bahwa para salaf menyebut bulan Sya’ban dengan nama شهر القُرَّاء “Syahrul Qurra’ atau bulannya para pembaca Al-Quran, karena banyaknya mereka mengulang-ulang bacaan al Quran, mereka fokus untuk memperbanyak membaca al-Quran dan hal itu sebagai persiapan untuk melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan.

2. Puasa Sunnah Nawafil

Syaikh Husain kemudian menambahkan bahwa kaum muslimin perlu untuk benar-benar memanfaatkan bulan Sya’ban ini dengan berbagai bentuk taqarrub kepada Allah dan seluruh bentuk nawafil dan ketaatan.

Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa dia berkata,

لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

”Nabi ﷺ belum pernah berpuasa dalam satu bulan lebih banyak dari bulan Sya’ban. Sesungguhnya beliau berpuasa di bulan Sya’ban seluruhnya.”

Kemudian dalam sebuah hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dia berkata,

مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلَّا شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ” رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ

Aku tidak pernah melihat Nabi ﷺ berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali Sya’ban dan Ramadhan.” [Hadits riwayat At-Tirmidzi]

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ

”Aku tidak pernah melihat Rasulullah ﷺ berpuasa sebulan penuh secara sempurna kecuali pada bulan Ramadhan. Aku juga tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” [Hadits riwayat Al- Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156]

3. Menjauhi berbagai dosa dan maksiat

Sedangkan anjuran yang diberikan oleh Markazul Fatwa di bawah bimbingan Syaikh Dr. Abdullah Al-Faqih dalam memanfaatkan momen bulan Sya’ban adalah agar setiap Muslim menghiasi dirinya dengan berbagai ketaatan agar mendapatkan ampunan Allah yang Maha Pengasih.

Selain itu juga dengan menjauh dari berbagai dosa dan maksiat yang menghalanginya dari mendapatkan ampunan. Di antara dosa – dosa yang harus dijauhi adalah kesyirikan terhadap Allah. Sesungguhnya perbuatan tersebut menghalangi segala kebaikan.

4. Bermusuhan dan bertikai dengan sesama Muslim

Dosa lainnya yang harus dijauhi adalah permusuhan dan kedengkian dengan sesama muslim. Hal ini menghalangi dari ampunan Allah di mayoritas waktu pengampunan dan rahmat. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, ”Rasulullah ﷺ bersabda,

تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْإِثْنَيْنِ ، وَيَوْمَ الْخَمِيسِ ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا ، إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ ، فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا ، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا ، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا حَدَّثَنِيهِ

”Pintu-pintu Surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Maka diampunilah dosa-dosa setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, kecuali seseorang yang antara dia dan saudaranya ada permusuhan.

Maka dikatakan, ‘Akhirkanlah pengampunan untuk kedua orang ini sampai keduanya berdamai, akhirkanlah pengampunan untuk kedua orang ini sampai keduanya berdamai, akhirkanlah pengampunan untuk kedua orang ini sampai keduanya berdamai.”

[Hadits riwayat Muslim di dalam Shahih Muslim no. 4780]


Tentang Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban

Tema lain yang perlu disampaikan dalam khutbah ini adalah tentang malam nishfu sya’ban. Sering kita mendengar bahwa malam pertengahan bulan Sya’ban yang dikenal dengan istilah malam nishfu Sya’ban itu memiliki keutamaan tertentu berdasarkan sejumlah hadits dari Nabi ﷺ.

Perlu diketahui bahwa para ulama telah berbeda pendapat tentang status hadits-hadits yang menerangkan keutamaan malam nishfu Sya’ban. Sebagian ulama menyatakan haditsnya antara dha’if dan maudhu’.

Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah menyatakan bahwa mayoritas ulama berpendapat hadits-hadits tentang keutamaan nishfu Sya’ban adalah hadits dha’if.

Syaikh Abdul Azis bin Baz rahimahullah berkata, ”Jumhur (mayoritas) ulama telah sepakat bahwa hadits-hadits yang menerangkan tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban seluruhnya dha’if dan sebagiannya maudhu’ (palsu). Di antara ulama yang memperingatkan tentang masalah ini adalah Al-Hafizh Ibnu Rajab dalam kitabnya Lathaif Al- Ma’arif.

Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa hadits-hadits tersebut ada yang sampai ke derajat hasan dan shahih sehingga bisa dijadikan hujah.

Prof.Dr. Fahmi Ahmad Abdurrahman Al-Qazzaz – setelah menyebutkan sembilan hadits tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban beserta takhrij hadits – menyatakan, ”Dari takhrij di atas menjadi jelas bahwa hadits-hadits tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban itu sah riwayatnya dengan keadaan paling minimal adalah hadits hasan lighairihi dengan keseluruhan jalurnya.

Sebagian ulama menyatakan secara terang bahwa hadist-hadits tersebut shahih lighairihi berdasarkan keseluruhan jalurnya, karena sebagian dari jalur hadits tersebut adalah hasan bidzatihi. Wallahu a’lam bish-Shawwab.”

Di antara hadits tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban yang bisa dijadikan sebagai hujah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman dari Abi Tsa’labah Al-Khusyani radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ’Rasulullah ﷺbersabda,

يَطَّلِعُ اللهُ -جَلَّتْ قُدْرَتُهُ- إِلَى خَلْقِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ؛ فَيَغْفِرُ لِلْمُؤْمِنينَ، وَيُمْلِي لِلْكَافِرِينَ، وَيَدَعُ أَهْلَ الْحِقْدِ بِحِقْدِهِمْ حَتَّى يَدَعُوهُ

”Allah Ta’ala melihat kepada makhluk-Nya pada malam nishfu Sya’ban lalu mengampuni orang-orang beriman dan menangguhkan orang-orang kafir dan meninggalkan orang-orang yang di hatinya ada kedengkian dengan kedengkian mereka, sampai mereka meninggalkan kedengkian tersebut.”

[Ath-Thabrani juga meriwayatkannya dan Syaikh Al-Albani rahimahullah menyatakannya sebagai hadits hasan di dalam Shahih Al-Jami’ no. 771]

عن أبي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ عن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- قال: «إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ في لَيْلَةِ النِّصْفِ من شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خلقة إلا لِمُشْرِكٍ أو مُشَاحِنٍ

Hadis berikutnya dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda, ”Sesungguhnya Allah benar-benar memeriksa pada malam nishfu Sya’ban, kemudian Allah mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang sedang berseteru.”

[Hadits riwayat Ibnu Majah di dalam Sunan Ibni Majah no. 1390 (1/445 ). As-Sindi berkata, ”isnadnya dha’if karena kedha’ifan Abdullah bin Luhaiah dan Tadlis yang dilakukan Al-Walid bin Muslim. Al-Albani menyatakan: hadits hasan.]

Atha’ bin Yasar rahimahullah, salah seorang ulama Tabi’in terkemuka, berkata,

ما من ليلة بعد ليلة القدر أفضل من ليلة النصف من شعبان، يتنزل الله تبارك وتعالى إلى السماء الدنيا، فيغفر لعباده كلهم، إلا لمشرك أو مشاجر أو قاطع رحم

”Setelah malam Lailatul Qadar tidak ada malam yang lebih utama dari malam nishfu Sya’ban. Allah Tabaroka wa Ta’ala turun ke langit dunia kemudian Allah mengampuni para hamba-Nya kecuali orang musyrik, atau orang yang berseteru.”

Namun tidak ada hadits shahih dari Nabi ﷺ dan tidak pula dari salah seorang dari sahabatnya yang mengkhususkan malam–malam di bulan Sya’ban dengan shalat tertentu atau doa tertentu. Munculnya hal itu pertama kali adalah dari sebagian Tabi’in.

Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah berkata, ”Kesimpulannya, malam nishfu Sya’ban memiliki keutamaan. Di dalamnya terdapat maghfirah (ampunan) yang khusus dan pengabulan doa yang khusus.

Oleh karenanya, Imam Asy-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu mengatakan, ”Sesungguhnya doa di malam nishfu Sya’ban akan diijabahi. Perbedaan pendapat yang ada adalah dalam hal shalat yang bersifat khusus di malam nishfu Sya’ban.

Sungguh aku telah mengetahui bahwa shalat secara khusus di malam Nishfu Sya’ban itu bid’ah yang buruk dan tercela, yang pelakunya dilarang dari melakukannya.

Meskipun ada riwayat bahwa para Tabi’in dari penduduk negeri Syam seperti Makhul, Khalid bin Ma’dan, Lukman dan yang lainnya mengagungkan malam nishfu Sya’ban dan bersungguh-sungguh beribadah di malam tersebut.

Dari merekalah masyarakat manusia mendasarkan perbuatan yang mereka ada-adakan di malam nishfu Sya’ban, namun mereka tidak memiliki sandaran berupa dalil yang shahih.

Dan dikatakan bahwa mereka bersandar kepada atsar-atsar israiliyat. Oleh karena itu, mayoritas ulama Hijaz seperti ‘Atha’ dan Ibnu Abi Mulaikah serta para fuqaha Madinah mengingkari hal tersebut.

Ini juga merupakan pendapat para sahabat Imam Syafi’i, Malik dan selain mereka berdua. Mereka berkata, ”Semua itu bid’ah karena tidak ada sesuatu pun riwayat yang sah dari Nabi ﷺ. [Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, 2/80]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وأما ليلة النصف من شعبان ففيها فضل، وكان في السلف من يصلي فيها، لكن الاجتماع فيها لإحيائها في المساجد بدعة

”Adapun malam nishfu Sya’ban itu ada keutamaan di dalamnya. Di masa Salaf dahulu ada orang-orang yang shalat di malam nishfu Sya’ban. Namun berkumpul-kumpul di dalamnya untuk menghidupkan malam nishfu Sya’ban di masjid itu bid’ah.” [Mukhtashar Al-fatawa Al-Mishriyyah, 1/ 291-292]

-------------------

Terdapat dalil yang menguatkan pendapat bahwa Nabi ﷺ tidak pernah berpuasa satu bulan penuh di bulan Sya’ban yaitu hadits yang diriwayatkan Muslim (746) dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa dia berkata,

وَلا أَعْلَمُ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ الْقُرْآنَ كُلَّهُ فِي لَيْلَةٍ ، وَلا صَلَّى لَيْلَةً إِلَى الصُّبْحِ ، وَلا صَامَ شَهْرًا كَامِلا غَيْرَ رَمَضَانَ

Dan tidak aku ketahui Nabi Allah ﷺ membaca Al-Quran secara keseluruhan dalam semalam, dan tidak pula shalat di malam hari hingga shubuh dan tidak pula berpuasa sebulan penuh selain Ramadhan,”

Kemudian juga dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari (1971) dan Muslim(1157) dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata,

مَا صَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا كَامِلا قَطُّ غَيْرَ رَمَضَانَ

”Nabi ﷺ tidak pernah berpuasa satu bulan penuh sama sekali selain Ramadhan.”

Demikianlah semangat Nabi ﷺ dalam mentaati Rabb-nya, padahal beliau telah diampuni kesalahannya baik yang terdahulu maupun yang akan datang. Demikian pula dengan para sahabat Nabi ﷺ. Mereka itu apabila diseru untuk melakukan ketaatan, mereka saling berlomba dalam ketaatan.

Seolah dalam hati mereka telah terukir ayat berikut:

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa… [Ali-Imran: 133]

Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali (wafat 795 H) berkata,

”Sesungguhnya puasa bulan Sya’ban seperti latihan bagi puasa bulan Ramadhan agar saat memasuki bulan Ramadhan tidak merasa berat dan terbebani. Namun sudah dalam keadaan terlatih dan terbiasa dengan puasa.

Label