"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)
Panjang Umur dan Baik Amalannya (Renungan Akhir Tahun)

Panjang Umur dan Baik Amalannya (Renungan Akhir Tahun)



Panjang Umur dan Baik Amalannya


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

خَيْرُكُمْ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُه

“Sebaik-baik kalian adalah yang panjang umurnya dan baik amalannya” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi dan ia berkata : “Hadits Hasan”, dan dishahihkan oleh Al-Hakim)

Diantara kedzoliman yang sangat jelas serta kerugian yang nyata adalah Allah telah menganugerahi kepada anda usia lantas anda tenggelam dalam kemaksiatan dan tetap berada pada apa yang tidak diridhoi Allah. Allah berfirman :

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram[640]. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu. (QS At-Taubah : 36)

Dan diantara kerugian yang besar adalah telah berlalu tahun dan telah datang tahun yang baru sementara seorang muslim menyiakan-nyiakannya, melalaikannya… Allah berfirman :

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ

“Dan Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (QS Faathir : 37).

 
Tafakkur ada dua jenis

1. tafakkur hisab (intropeksi)

Dia memikirkan dan menghitung-hitung amalannya di tahun yang telah silam, lalu dia teringat (tadzakkur) akan dosa-dosanya, hingga hatinya menyesal, lisannya pun beristighfar memohon ampun kepada Rabbnya.

2. tafakkur isti’daad (persiapan)

Dia mempersiapkan ketaatan pada hari-harinya yang menjelang, sembari memohon pertolongan kepada Tuhannya,agar bisa mempersembahkan ibadah yang terindah kepada Sang Penciptanya,

Ibnu Abbas berkata :

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ سِتِّيْنَ سَنَةً

“Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu 60 tahun?”

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

أَعْذَرَ اللهُ إِلَى الرَّجُلَ، أَخَّرَهُ إِلَى السِتِّيْنَ مِنْ عُمْرِهِ

“Allah memberi kesempatan kepada sang lelaki, Allah telah mengakhirkan umurnya hingga 60 tahun”


Kemenangan/keberuntungan/kebaikan hanyalah pada melakukan kebajikan dan bersegera malakukan amal sholeh. Allah berfirman :

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (١٣٣)

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (QS Ali ‘Imron : 133)

Wahai saudaraku jadilah engkau berbekal dengan ketaatan kepada Penciptamu, berbahagialah dengan bertakwa kepada Robmu, niscaya engkau akan meraih keberuntungan yang besar, mendapatkan kebaikan yang banyak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkanlah 5 perkara sebelum 5 perkara, masa mudamu sebelum masa tuamu, kesehatanmu sebelum sakitmu, kecukupanmu sebelum engkau miskin, waktu luangmu sebelum kesibukanmu, kehidupanmu sebelum kematianmu. (HR Al-Haakim dan dishahihkan oleh Ibnu Hajar)

 ولا بعد الدنيا دار إلا الجنة والنار

dan tidak ada setelah dunia tempat kecuali surga dan neraka”

Maka umurmu wahai saudaraku sesama muslim adalah amanah, engkau tunaikan tatkala engkau taat kepada sang Pencipta dan engkau mengikuti perintah-perintahNya serta menjauh dari larangan-laranganNya, engkau mengisi kehidupan ini dengan apa yang diinginkan oleh tujuan-tujuan agama ini, berupa manfaat dunia dan kemaslahatan akhirat. 

Allah berfirman :

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ﴾

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS At-Taubah : 105)

Dan dalam hadits :

لَا تَزُولُ قَدَمَا الْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسِ خِصَالٍ، وَعَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، عَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ؟ وَأَيْنَ أَنْفَقَهُ؟ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيهِ

“Tidak akan bergeser dua kaki seorang hamba hingga ia ditanya tentang 5 perkara, tentang umurnya kemana ia habiskan?, tentang masa mudanya kemana ia habiskan?, tentang hartanya dari mana ia mendapatkannya dan kemana ia gunakan?, tentang ilmunya apa yang ia telah amalkan?” (HR At-Tirmidzi, dan ada syawahidnya menjadi hadits hasan)

Khalifah Umar –semoga Allah meridhoinya- berkata :

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا ، وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا ، فَإِنَّهُ أَهْوَنُ عَلَيْكُمْ فِي الْحِسَابِ غَدًا ، أَنْ تُحَاسِبُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ ، وتزينوا للعرض الأكبر ، يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ

“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum (amal) kalian ditimbang, karena lebih ringan bagi kalian tatkala kalian dihisab kelak, jika kalian menghisab diri kalian sekarang”


Dari Ibnu Umar –semoga Allah meridoinya- ia berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memegang pundakku lalu berkata :

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ السَّبِيْلِ

“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau musafir yang numpang lewat”

Ibnu Umar berkata :

إذا أمسيت فلا تنتظر الصباح وإذا أصبحت فلا تنتظر المساء، وخذ من صحتك لمرضك ومن حياتك لموتك

“Jika telah sore maka janganlah engkau menunggu pagi, dan jika telah pagi maka janganlah engkau menunggu sore, manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, dan manfaatkan kehidupanmu sebelum tiba kematianmu” (HR Al-Bukhari)

Maka wajib bagi kita dengan bertambahnya umur bertambah pula ketaatan dan perbuatan kebajikan, hendaknya kita mengisi tahun-tahun untuk mendekatkan diri kepada sang Pencipta sedekat-dekatnya.


3 Urgensi Ibadah Kurban Bagi Umat Islam

3 Urgensi Ibadah Kurban Bagi Umat Islam




3 Urgensi Ibadah Kurban Bagi Umat Islam


Teladan dari Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam


Selain dari pengorbanan yang dilakukan oleh generasi awal manusia di dunia, sejarah kurban yang dilakukan umat Islam pun tidak terlepas dari kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, seorang nabi yang amat bertakwa.

Di mana Nabi Ibrahim benar-benar menjalankan perintah Allah Ta’ala, meskipun perintah tersebut di luar kebiasaan dan nalar manusia, yaitu menyembelih anaknya sendiri.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat Ash-Shaffat ayat 103—105,

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِيْنِ، وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيْمُ، قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِيْنَ

“Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya),(untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia,‘Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Urgensi Ibadah Kurban Bagi Umat Islam


Dari kisah Qabil dan Habil serta kisah Nabi Ibrahim, dapat disimpulkan bahwa kurban merupakan ibadah yang bernilai sangat tinggi. Sehingga, Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berkurban sebagai bukti akan kecintaan dan ketakwaan mereka kepada-Nya.

Pertama: Sebagai Bukti Ketakwaan

Keimanan serta ketakwaan seseorang tentu membutuhkan bukti nyata, yaitu berupa pengorbanan yang dilakukan. Untuk itu, syariat kurban merupakan bukti ketakwaan seseorang, dan melaksanakannya pun harus dilandasi dengan keimanan serta ketakwaan kepada Allah.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat al-Hajj ayat 37,

لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu.”

Kedua: Sebagai Bentuk Rasa Syukur

Bentuk rasa syukur seseorang atas segala nikmat yang telah Allah karuniakan adalah dengan cara menggunakan nikmat tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

Untuk itu, kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah karuniakan pada diri kita, baik yang terlihat, seperti mata, telinga, tangan, dan kaki ataupun yang tidak terlihat, seperti pembuluh darah, syaraf, dan sel merupakan nikmat yang patut untuk kita syukuri.

Sehingga dengan melakukan ibadah kurban, seakan-akan kita telah menyukuri seluruh nikmat yang Allah karuniakan pada diri kita, karena binatang memiliki organ tubuh sebagaimana yang kita miliki.

Bahkan terkait ibadah kurban sebagai rasa syukur ini, Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Kausar ayat 1—2,

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Rabbmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).”

Ketiga: Menumbuhkan Jiwa Sosial

Berkurban tidak hanya ibadah yang terkait hubungan manusia dengan Allah saja. Melainkan, ia juga ibadah yang bersifat sosial sehingga akan menumbuhkan sifat saling berbagai dan menghilangkan sifat rakus serta tamak.

Untuk itu, dengan berkurban seseorang seakan-akan telah menyembelih sifat tamak dan rakus yang terdapat dalam diri binatang. Sehingga, ibadah kurban sangat penting untuk kita laksanakan, khususnya bagi yang memiliki harta untuk membeli binatang sembelihan, baik kambing, sapi, maupun unta.

Terkait pentingnya ibadah kurban ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, hadits riwayat Ibnu Majah nomor 3123 dan Ahmad nomor 8273,

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

“Siapa yang memiliki kelapangan rezeki, tetapi tidak berkurban maka janganlah dia mendekati lapangan tempat shalat kami.”

Rosulullah berqurban untuk Ummatnya (Berserikat dalam Pahala)

diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:

أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِكَبْشٍ أَقْرَنَ، يَطَأُ فِي سَوَادٍ، وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ، فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ، فَقَالَ لَهَا: يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ ثُمَّ قَالَ: أَشْحِذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ، ثُمَّ أَخَذَهَا، وَأَخَذَهُ، فَأَضْجَعَهُ، ثُمَّ ذَبَحَهُ، ثُمَّ قَالَ: بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ» ثُمَّ ضَحَّى بِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyuruh untuk diambilkan seekor domba yang bertanduk yang kakinya berwarna hitam, perutnya terdapat belang hitam, dan di kedua matanya terdapat belang hitam. Kemudian domba tersebut diserahkan kepada beliau untuk diqurbankan, lantas beliau bersabda kepada ‘Aisyah,

‘Wahai ‘Aisyah bawalah pisau kemari.’

Kemudian beliau bersabda, ‘Asahlah pisau ini dengan batu.’

Lantas ‘Aisyah melakukan apa yang beliau perintahkan. Setelah diasah, beliau mengambilnya dan mengambil domba tersebut dan membaringkannya, lalu beliau menyembelihnya. Kemudian beliau mengucapkan, ‘Dengan nama Allah, ya Allah terimalah ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad.’ Beliau berqurban dengannya.’” (HR. Muslim no. 1967).

Hadits Jabir Radhiyallahu ‘anhu

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

Diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: Aku ikut bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari ‘Idul Adha di Mushalla (lapangan tempat shalat). Setelah selesai khutbah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dari mimbar, lalu dibawakan kepadanya seekor kambing kibasy, lalu Rasulullah menyembelihnya dengan kedua tangannya seraya berkata,”Dengan menyebut nama Allah, Allahu akbar, ini adalah kurbanku dan kurban siapa saja dari umatku yang belum berkurban.”

Mewaspadai Jebakan Setan dalam Ibadah qurban

Di antara jebakan-jebakan setan dalam hal ini adalah menjadikan penyembelihan hewan qurban sebagai semata-mata ajeng pamer dan berbangga diri. Setan berusaha keras menjerumuskan kita, agar hewan qurban yang kita sembelih tidak mengantarkan kita kepada ketakwaan dan sarana mempererat ukhuwah dengan sesama umat Islam.

Setan menjadikan ibadah penyembelihan hewan sebagai ajang pamer dan riya’ serta berbangga diri. “Ini lho, dusun kami, masjid kami, hanya terdiri dari 50 KK, atau 100 KK, tapi kami mampu menyembelih 25 ekor sapi, 50 ekor sapi, 75 ekor sapi. Ini lho, di dusun kami, masjid kami, semua hewan yang disembelih adalah sapi. Di sini, dusun kami, masjid kami, kambing itu tidak laku.”

Tidak berhenti sampai di situ, setan menjadikan penyembelihan hewan qurban sebagai sarana untuk menonjolkan penyakit kekikiran dan ketidakpedulian terhadap nasib sesama umat Islam yang mengalami kesusahan ekonomi.


Label