"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

Muqoddimah Khutbah Jum'at

Muqoddimah Khutbah Jum'at

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ, إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً, اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ 

# يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ 

# يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا..

# يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
----------------

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِهَدْيِ سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ وَقَوْلُهُ القَوِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ


===================================
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ,
فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. 

وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا كُنَّا.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتَ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .

عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ .

Islam Menjadi Asing di Tengah Umat Islam

Copy Paste dari Sumber : http://khotbahjumat.com/asingnya-islam-di-tengah-umat-islam/

Islam Asing di Tengah Umat Islam


Khutbah Pertama: 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُهُ وَخَلِيْلُهُ وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ وَمُبَلِّغُ النَّاسِ شَرْعِهِ، مَا تَرَكَ خَيْراً إِلَّا دَلَّ الأُمَّةَ عَلَيْهِ وَلَا شَرّاً إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.

Kaum muslimin rahimakumullah,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada kita:

بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

“Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat yang lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda menjelaskan siapakah al-ghuroba, orang-orang yang asing itu:

…الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي.

“Yaitu orang-orang yang memperbaiki sunnahku (Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) sesudah dirusak oleh manusia.” (HR. Tirmidzi).

Ibadallah,

Sebuah realita yang tidak bisa kita pungkiri, keindahan dan hakikat agama Islam yang mulia ini tidak dikenal dan tersembunyi bagi umat Islam itu sendiri. Mereka beragama Islam, namun tidak mengenalnya dan juga tidak mengamalkannya. Padahal Alla Ta’ala berfirman,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“(Dialah Allah) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2).

Allah menjadikan bumi ini indah sebagai tempat hidup kita umat manusia, agar Dia menguji kita siapakah di antara kita yang baik amalannya. Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa mereka yang baik amalannya lah yang akan mendapatkan kemuliaan di sisi-Nya. Baik dalam arti zahirnya perbuatan itu adalah perbuatan yang baik, bukan bersifat merusak atau zalim. Dan baik dalam arti sesuai dengan teladan dan contoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan baik menurut perasaan semata.

Kaum muslimin rahimakumullah,

Kita boleh mengatakan diri kita sebagai seorang muslim. Namun ada pertanyaan di balik pernyataan ini. Terkumpulkan pada diri kita sifat-sifat muslim atau mukmin? Lebih jauh lagi, kita katakan bahwa diri kita seorang Ahlussunnah wal Jamaah. Namun pertanyaannya, sudahkah pada diri kita terkumpul sifat orang-orang yang mengikuti sunnah? Sudahkah amalan, perbuatan, dan akhlak kita sesuai dengan akhlaknya salafush shalih? Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,

“supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2).

Sehingga ketika para sahabat Nabi mengucapkan dua kalimat syahadat, memeluk Islam, mereka langsung bertanya tentang “amalan apakah yang paling baik?”, “sedekah apakah yang paling baik?” “jihad apa yang paling utama?”

Melihat keadaan umat Islam pada hari, salah seorang ulama mengatakan, “jangan dibandingkan Islam dengan kondisi umat Islam pada hari ini”. Ini adalah sebuah ungkapan yang tepat dan menjadi introspeksi kita bersama. Lihatlah, ketika Islam menggambarkan akhlak yang terpuji, maka sebagian umat Islam tidak berakhlak dengan akhlak yang terpuji. Jika Islam menggambarkan keagungan dan kemulian, maka kondisi sebagian umat Islam tidak menggambarkan keagungan dan kemuliaan itu.

Ada seorang Eropa yang memeluk agama Islam, ia berkata, “Alhamdulillah, Allah kenalkan saya kepada Islam sebelum Allah mengenalkan saya kepada umat Islam”. Ia bersyukur kepada Allah. Mungkin seandainya dia terlebih dahulu mengenal umat Islam, ia tidak akan tertarik dengan agama Islam. Tidak akan sampai hidayah agama yang mulia ini kepadanya.

Ada yang lain yang berujar “Saya baru tahu, kalau Islam dan umat Islam itu berbeda”. Ini adalah teguran bagi kita, kita sudah jauh dari agama kita. Tidak perlu kita mengarahkan kritikan ini kepada orang lain. Atau kepada mereka yang kita lihat di televisi mengadakan pemboman dan peperangan. Mengadakan pengrusakan dan berbuat kekacauan. Kita tujukan kritik ini kepada diri kita terlebih dahulu. Sudahkah kita menepati janji ketika berjanji? Sudahkan kita tepat waktu ketika datang ke kantor, sekolah, dll? Sudahkah kita menunaikan amanat? Sudahkan kita berbakti kepada orang tua kita? Dan sudahkah kita bertauhid kepada Allah Ta’ala?

Kaum muslimin rahimakumullah,

Di sebagian tempat, ada orang tua yang non muslim mengajak anaknya datang ke masjid, agar sang anak memeluk Islam. Mengapa? Karena ia melihat tetangga-tetangganya yang muslim sangat berbakti kepada orang tuanya. Ia melihat betapa orang-orang Islam menjaga dan memuliakan orang tuanya. Ia ingin agar anaknya menjadi seseorang yang berbakti, menghormat, dan memuliakannya, sehingga ia perintahkan anaknya untuk memeluk Islam.

Subhanallahu, inilah keindahan Islam yang tidak kita praktikkan di negeri kita. Negeri yang merupakan komunitas muslim terbesar di dunia.

Inilah yang dikehendaki Allah Ta’ala dengan firman-Nya,

لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2).

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِهَدْيِ سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ وَقَوْلُهُ القَوِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرِ لَهُ عَلَى مَنِّهِ وَجُوْدِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ تَعْظِيْماً لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلدَّاعِيْ إِلَى رِضْوَانِهِ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ.

أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى .


Kaum muslimin rahimakumullah,

Marilah kita sama-sama mengoreksi diri kita. Sudahkah akidah kita sebagaimana akidahnya seorang muslim? Sudahkah akhlak kita sebagaimana akhlaknya seorang muslim? Sudahkah amalan kita sebagaimana amalan yang diridhai oleh Islam?

Ibadallah,

Wajib bagi kita menunjukkan karakter seorang muslim pada diri kita, secara lahir dan batin. Islam adalah keyakinan. Islam adalah ucapan. Dan Islam adalah amal perbuatan.

Janganlah kita menjadi serang muslim, tapi kita jauh dari nilai-nilai Islam. Dan beruntunglah orang-orang Islam yang teguh dengan keislamannya di tengah orang-orang yang menganggap nilai-nilai Islam itu asing.

Mudah-mudahan Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita agar kita betul-betul meyakini Islam dengan hati kita, mengucapkannya dengan lisan, dan tampak dalam amal perbuatan kita sehari-hari.

عِبَادَ اللهِ: وَ صَلُّوْا وَسَلِّمُوْا -رَعَاكُمُ اللهُ- عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)).

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ. اَللَّهُمَّ احْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَّاصِحَةَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.

للَّهُمَّ اغْفِرْ ذُنُوْبَ المُذْنِبِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَتُبْ عَلَى التَّائِبِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَارْحَمْ مَوْتَانَا وَمَوْتَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَاشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ فَرِجّْ هُمُ المَهْمُوْمِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ وَفَرِّجْ كَرْبَ المَكْرُوْبِيْنَ، وَاقْضِ الدَّيْنَ عَنِ المَدِيْنِيْنَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ أَنْتَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ. { رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ }.{ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }.


عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.


Dalil-Dalil Tentang Tatacara Dzikir (Bahan Renungan)

Dalil-Dalil Tentang Tatacara Dziki

oleh :
ARIS ALFIAN RISWANDI
Cilawang, 25 Januari 2015

Dalam ulasan kali ini, saya (penulis) mencoba menuliskan tentang tatacara dzikir berdasarkan Firman Allah Ta'ala dan juga hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. dengan harapan, semoga catatan ini dapat mempermudah para santri dan juga para jamaah Masjid Al-Falah pada khususnya, dan para pembaca sekalian pada umumnya, dalam mempelajari dan memahami tatacara dzikir yang disabdakan dan dicontohkan oleh Rosulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

Sahabat sekalian, Dzikir merupakan amalan yang disyari'atkan dan diwahyukan oleh Allah Ta'ala, sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam Al-qur'an :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا

“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (Al-Ahzaab:41)

Dengan demikian, kita memiliki kewajiban untuk mengamalkan Ibadah dzikir ini. sementara, hukum pengamalan ibadah dzikir tentunya sama dengan hukum pengamalan ibadah-badah lainnya, seperti sholat, puasa, zakat dan lain-lain, yakni dalam pengamalannya dituntut harus sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rosulullah sallallahu 'alaihi wasallam, baik dari segi bacaan ataupun tatacara pengamalannya.
Baca Juga :  
Dzikir Setelah Shalat Fardhu Berdasarkan hadist-hadits Shahih
Adapun mengenai tatacara dzikir, para ulama telah berbeda pendapat, dalam hal ini saya (penulis) akan memilih pendapat yang dinilai lebih mashur, kuat serta bersandar pada dalil-dalil shahih. serta mengajak kepada para Jama'ah juga para santri sekalian agar bersungguh-sungguh mengamalkan syari'at rosulullah sallallahu 'alaihi wasallam.

Ada beberapa hal yang akan saya uraikan berkenaan dengan tatacara berdzikir, diantaraya :
1. Membaca dzikir dengan cara Sir (pelan/tidak mengeraskan Suara) 
2. Menghitung dengan Ruas-Ruas Jari atau ujung-ujungnya 
3. Berdzikir sendiri-sendiri
_________________________________________________________________________________

Dalil-Dalil Tentang Tatacara Dzikir

A. Membaca dzikir dengan cara Sir (pelan/tidak mengeraskan suara)

1.  Allah Ta'ala telah berfirman :

 ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها

"Dan janganlah kalian menjahrkan (mengeraskan) dalam shalat (do'a) kalian dan jangan pula merendahkannya".(QS : Al-Israa : 110)

Maksudnya: Janganlah kamu meninggikan suara-mu dalam berdoa dan jangan pula merendahkan suara kalian sampai-sampai kamu sendiri tidak bisa mendengarnya.

2. Dalam ayat lain Allah Ta'ala berfirman,

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِين

"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS - Al-A’raaf: 205)

3. Hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari radiallahu'anhu beliau berkata:

كنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فكنا إذا أشرفنا على واد هللنا وكبرنا ارتفعت أصواتنا فقال النبي صلى الله عليه وسلم يا أيها الناس اربَعوا على أنفسكم فإنكم لا تدعون أصم ولا غائبا إنه معكم إنه سميع قريب تبارك اسمه وتعالى جده

"Kami pernah bersama Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam (dalam perjalanan). Jika kami mendaki bukit maka kami bertahlil dan bertakbir hingga suara kami meninggi. Maka Nabi bersabda, "Wahai sekalian manusia, kasihanilah diri-diri kalian, karena sesungguhnya kalian tidak berdoa kepada Zat yang tuli dan juga tidak hadir. Sesungguhnya Dia yang Maha berkah Namanya dan Maha Tinggi Kemuliaannya, mendengar dan dekat dengan kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam At-Thabari berkata: Dalam hadits ini terdapat keterangan dibencinya meninggikan suara ketika berdoa dan berzikir. Ini adalah pendapat segenap para ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi'in."

4. Hadits dari dari Abu Sa’id Al-Khudriy rodhiyallahu ‘anhu

يَاايُّهَا النَّاسُ كُلُكُمْ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلاَ يَجْهَرُ بَعْضُكُم عَلَى بَعْضٍ بِالْقِرَاءَةِ
"Wahai sekalian manusia, masing-masing kalian bermunajat (berbisik-bisik) kepada Rabb kalian, maka janganlah sebagian kalian men-jahar-kan (mengeraskan) bacaannya dengan mengganggu sebagian yang lain." (HR. Abu Dawud )

5. Imam Syafi'i dalam Kitab Al-Umm telah menyatakan bahwa : "Ini termasuk perkara Mubah (boleh) bagi imam, dan bukan untuk makmum. Kami memilih untuk berdzikir kepada Allah Ta'ala setelah selesai sholat dengan merendahkan suara bagi imam dan makmum, kecuali apabila dia adalah seorang imam yang wajib diambil pelajaran darinya, maka dia harus mengeraskan bacaan dzikirnya hingga ia mengira bahwa orang-orang telah mengerti dan mendapat pelajaran darinya, kemudian dia (kembali) membaca perlahan-lahan".(Terjemah kitab al-umm  jilid 1 hal : 214, Menara Kudus)

6. Imam Nawawi Asy-Syafi'iyyah berkata : "Disunnahkan berzikir dan berdo’a dengan suara rendah setiap selesai shalat. Dan jika seorang imam ingin mengajari para makmum, boleh baginya mengeraskan zikirnya, dan apabila mereka sudah mengerti, imam itu kembali merendahkan suara zikirnya"

7. Tafsir Al-Azhar ; Prof.Dr. Hamka pada surah Al 'Araf 55 dan 205
Ibnu Abbas berkata ketika beliau masih kanak-kanak (beliau belum ikut shalat berjama'ah) mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berzikir dengan suara keras atau nyaring seusai shalat fardu, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan hal tersebut dalam rangka mengajari bacaan zikir kepada para sahabat. (lihat Syarah Shahih Muslim oleh Imam Nawawi juz 5 hal. 84).

Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang tidak dapat penulis cantumkan disini. namun demikian, saya (penulis) tidak menafikan keberadaan pendapat lain yang membolehkan dzikir dengan suara jahar (keras) bahkan menghukuminya sunnah. 

B. Menghitung dengan Ruas-Ruas Jari atau ujung-ujungnya 

1. Hadits dari seorang sahabat wanita, Yusairah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan kepada kami :

يَا نِسَاءَ الْمُؤْمِنَينَ، عَلَيْكُنَّ بِالتَّهْلِيلِ وَالتَّسْبِيحِ وَالتَّقْدِيسِ، وَلَا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَةَ، وَاعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ
"Wahai para wanita mukminah, kalian harus rajin bertasbih, bertahlil, mensucikan nama Allah. Janganlah kalian lalai, sehingga melupakan rahmat. Hitunglah dengan jari-jari kalian, karena semua jari itu akan ditanya dan diminta untuk bicara." (HR. Ahmad dab Abu Daud).

2. Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:


رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُهُنَّ بِيَدِهِ

"Saya melihat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitung dzikir beliau dengan tangannya". (HR. Ahmad)

3. Masih dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan :

رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يعقد التسبيح. وزاد محمد بن قدامة -شيخ أبي داود- في روايته لفظ: بيمينه
"Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitung bacaan tasbih dengan tangannya". sementara dari jalur Muhammad bin Qudamah – gurunya Abu Daud – terdapat tambahan: “dengan tangan kanannya” (HR. Abu Daud)

4. Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan : Makna kata menghitung yang disebutkan dalam hadis adalah menghitung jumlah dzikir. Ini merupakan istilah orang arab, yang bentuknya dengan meletakkan salah satu ujung jari pada berbagai ruas jari yang lain. Satuan dan puluhan dengan tangan kanan, sementara ratusan dan ribuan dengan tangan kiri. Allahu a’lam.

5. Syaikh Abdul Aziz Abdullah bin Baz (Pentahqiq kitab Fathul Baari), beliau berkata: "Sungguh telah sah dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam bahwa beliau menghitung tasbihnya (dzikirnya) dengan tangan kanannya, dan barang siapa berdzikir dengan kedua tangannya maka tidak berdosa, lantaran riwayat kebanyakan hadits yang mutlak (mencakup tangan kedua tangan), tetapi berdzikir dengan tangan kanan saja lebih utama karena mengamalkan sunnah yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam."

Kesimpulan yang tepat dalam hal ini, dzikir dengan tangan kanan hukumnya dianjurkan, meskipun boleh berdzikir dengan kedua tangan dibolehkan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam suka menggunakan anggota badan yang kanan untuk hal yang baik. Sebagaimana keterangan Aisyah radhiyallahu ‘anha,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka mendahulukan bagian yang kanan ketika mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam semua urusan beliau.” (HR. Bukhari).

C. Berdzikir Sendiri-sendiri (msh dalam Proses pengetikan)


Bukti Cinta Sejati Pada Nabi (Bag. Satu)

Yang terpenting bukanlah engkau mencintai Nabimu. Namun yang terpenting adalah bagaimana engkau bisa mendapatkan cinta nabimu. Begitu pula, yang terpenting bukanlah engkau mencintai Allah. Namun yang terpenting adalah bagaimana engkau bisa dicintai-Nya
(Lihat Syarh ‘Aqidah Ath Thohawiyah, 20/2)

Bukti Cinta Sejati Pada Nabi

Oleh :
ARIS ALFIAN RISWANDI
Cilawang, 22 Januari 2015

Sumber :
# Kitab Fathul Baari
# Kitab Ringkasan Shahih Muslim
# Kitab Bidayah wannihayah
# Tafsir Ibnu Katsir

Alhamdulillah, kita baru saja melawati bulan Robi' Al-Awwal, yang dalam bahasa kita sering disebut bulan Maulud ataupun bulan Mulud 1436 H.

Pada bulan Mulud itulah, banyak sekali umat islam yang merayakan dan memperingati hari kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. meskipun para ulama telah berbeda pendapat tentang kapan sebenarnya Nabi yang mulia ini dilahirkan. salah satu ulama syafi'iyyah yakni Imam Ibnu Katsir, dalam Kitabnya Bidayah Wannihayah telah menjelaskan, tentang perbedaan pendapat para ulama tentang tahun, bulan, tanggal, hari hingga waktu ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dilahirkan.

Sebagian ulama berpendapat, bahwa beliau lahir pada bulan Rabiul Awal. Yang lain berpendapat, beliau lahir bulan Muharram, Safar dan Rajab. sedangkan Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam lahir pada tanggal 12 Ramadhan. sedangkan sebagian ulama yang lain mengatakan kelahirannya jatuh pada tanggal 2, 9, 17 Rabiul Awal. Ibnu Hazm berpendapat bahwa kelahirannya pada tanggal 8 Rabiul Awal. Ibnu Ishaq berpendapat pada tanggal 12 Rabiul Awal. Ulama pun berbeda pendapat, tentang waktu kelahirannya; siang atau malam. Satu ulama berpendapat siang, yang lain mengatakan malam. Begitu juga dengan hari kelahirannya. Ada yang berpendapat Senin. Yang lain berpendapat Jumat. Seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yakni Ibnu Abbas, mengatakan bahwa Nabi Muhammad lahir pada hari Senin tanggal 18 Rabiul Awal. hal ini membuktikan bahwa tidak ada satupun diantara para ulama dan juga sahabat nabi yang tahu persis kapan beliau dilahirkan.

Sahabat sekalian, dalam kesempatan ini saya tidak bermaksud menjelaskan tentang kelahiran nabi ataupun tentang peringatan kelahiran nabi (muludan). akan tetapi, saya mencoba sedikit menjelaskan tentang :

Cinta Sejati Pada Nabi

yang meliputi, Perintah mencintai nabi, Perasaan Cinta Kita terhadap Nabi, serta bagaimana kita membuktikan rasa cinta kita terhadap Sayyidina wa nabiyyina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

Terlebih dahulu marilah kita simak bersama firman Allah Ta’ala dalam Al-qur'an surat At-Taubah ayat 24.

اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

"Katakanlah: "Jika bapak-bapak mu, anak-anak mu, saudara-saudara mu, isteri-isteri mu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (Qs. At Taubah: 24)
Imam Ibnu Katsir As-Syafi'iyyah mengatakan, “Jika semua hal-hal tadi lebih dicintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah, maka tunggulah musibah dan malapetaka yang akan menimpa kalian.”
Ini adalah sebuah perintah mencintai yang hukumnya WAJIB, bahwa kita dilarang mencintai apapun melebihi cinta kita kepada Allah, cinta kepada Rosul-Nya serta Jihad dijalan Allah. jika tidak, maka kita akan tergolong kepada golongan orang-orang yang Fasik, (yakni orang yang menyaksikan dan mengetahui kebenaran tetapi tidak meyakini dan melaksanakannya bahkan Ia bermaksud melakukan maksiat, meninggalkan perintah Allah, dan menyimpang dari jalan yang benar). maka orang yang demikian selamanya akan dibiarkan oleh Allah dan tidak akan pernah diberikan petunjuk.

Selanjutnya, Imam Al Bukhari dan Imam Muslim dalam masing-masing kitabnya telah mencatat hadist dari Anas bin Malik, yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

"Tidaklah termasuk beriman salah seorang di antara kalian, hingga aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya bahkan seluruh manusia." (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemudian masih dari Imam Al-Bukhori dalam Kitabul Iman wan Nudzur, pada Bab Bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersumpah, telah meriwayatkan bahwa 'Abdullah bin Hisyam berkata: "Kami pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau memegang tangan Umar bin Khaththab –radiyallahu 'anhu-. Lalu Umar –radhiyallahu 'anhu- berkata:

لأَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِيْ . فَقَالَ : لاَ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ . فَقَالَ : لَهُ عُمَرُ : فَإِنَّكَ اْلآنَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِيْ . فَقَالَ : اْلآنَ يَا عُمَرُ

"(Ya Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu selain diriku sendiri." Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda: 'Tidak, demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, sehingga aku lebih engkau cintai dari dirimu sendiri'. Maka Umar berkata kepada beliau: 'Sekarang ini engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.' Maka Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda: ‘Sekarang (telah sempurna kecintaanmu (imanmu) padaku) wahai Umar)." (HR. Bukhari).

Sahabat sekalian, demikianlah beragam perintah mencintai Allah dan Rosulnya yang terdapat dalam Al-qur'an dan juga sunnah. kemudian, setelah kita mengetahui dan meyakini akan perintah mencintai ini, selanjutnya kita dituntut untuk dapat membuktikan Perasaan Cinta kita, karna tanpa bukti maka Perasaan Cinta kita termasuk perkara yang BOHONG. Cinta bukanlah hanya klaim atau pengakuan semata. Namun semua cinta harus diiringi dengan bukti nyata. Dari sinilah sebagian ulama salaf mengatakan : Tatkala banyak orang yang mengaku/mengklaim mencintai Allah dan Rosulnya, maka mereka dituntut untuk mendatangkan bukti atas kecintaannya itu.

Sahabat Sekalian. dari muqoddimah di atas, selanjutnya saya akan menjelaskan tentang :

Bukti-Bukti Cinta Pada Nabi

Bukti Cinta Pertama : Membenarkan Semua Berita dari Nabi

Bukti Cinta kita pada Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam adalah dengan membenarkan setiap berita yang disampaikan oleh-nya, wajib bagi kita untuk meyakini kebenarannya tanpa ada keraguan sedikitpun, baik berita tentang peristiwa yang telah terjadi maupun yang akan terjadi, bahkan berita tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi nanti pada hari kiamat dan sesudahnya.

Di zaman sekarang ini banyak orang yang menolak hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam dengan alasan bahwa hadits itu bertentangan dengan akal. Apakah mereka lupa bahwa Nabi shallallahu 'alihi wasallam tidaklah berbicara kecuali dengan bimbingan Allah?? Apakah akal mereka yang lemah itu hendak mereka gunakan untuk menimbang-nimbang kebenaran berita yang datang dari Nabi shallallahu 'alihi wasallam??.

Padahal, Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang rasul yang sabda-sabdanya berdasarkan wahyu, sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan dalam Al-Qur’an :

وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى (1) مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى (2) وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)

"Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. An Najm: 1-4)

Ada satu kisah yang patut kita tiru dari sahabat terbaik Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yakni kisah Abu bakar As-Shiddiq bin Abi Quhafah, ketika orang-orang musyrik mengadukan kejadian Isra' mi'raj Nabi yang mereka anggap sebuah kebohongan besar, Abu Bakar berkata :

لَئِنْ قَالَ ذَلِكَ لَقَدْ صَدَقَ

(Jika memang Nabi yang mengucapkan, maka sungguh berita tersebut benar adanya).

Orang-orang musyrik kembali bertanya: "apakah engkau percaya bahwa muhammad pergi ke baitul maqdis di malam hari dan kembali sebelum pagi hari?". Abu Bakar menjawab:

نَعَمْ ، إِنِّيْ لَأُصَدِّقُهُ فِيْمَا هُوَ أَبْعَدُ مِنْ ذَلِكَ

(Aku membenarkannya sekalipun lebih mustahil dari itu) (HR. Imam Hakim dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha)

Abu Bakar adalah sahabat yang sangat mencintai Nabi, sehingga tidak sedikitpun ada keraguan terhadap apa-apa yang disampaikan nabi. sehingga beliau digelari As-Shiddiq. demikianlah kitapun seharusnya bersikap. karena mempercayai dan meyakini terhadap apa-apa yang Nabi sampaikan merupakan pondasi keimanan kita terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Bukti Cinta Kedua : Ittiba' (mengikuti), Taat dan Patuh .

Allah 'azza wajalla berfirman dalam surat An-Nisa ayat 80 :

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

“Barangsiapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (Qs. An-Nisa': 80)

Di antara bentuk cinta pada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan Ittiba' yakni mengikuti, taat dan patuh pada ajarannya. Karena ingatlah, ketaatan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah buah dari kecintaan. Hakikat cinta pada Nabi bukanlah dengan melatunkan nyanyian, nasyid atau pun sya’ir yang indah, namun dengan cara mengikuti, mencontoh, mantauladani, mentaati, serta mengamalkan dengan sebaik-baiknya sunnah-sunnah beliau. Semakin seseorang mencintai Nabinya maka dia juga akan semakin mentaatinya, semakin ia merindukan Nabinya, maka ia semakin menyempurnakan ibadahnya.

Kemudian dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمْ اللَّهُ

"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Qs. Ali Imron: 31)

Tidak sepatutnya bagi seseorang yang mengaku cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun ketika mendengar perintahnya, ia enggan untuk melaksanakannya, padahal ia dalam keadaan mampu untuk melaksanakannya. atau ia telah mendengar larangan-nya, namun diabaikannya, ia tetap bergelimang dalam perbuatan yang dilarang itu. yang demikian itulah orang-orang yang digolongkan oleh Nabi sebagai orang-orang yang enggan/tidak mau mendapatkan Surga. Sebagaimana Sabda-nya :

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ أَبَى. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى.

"Seluruh umatku akan masuk surga, kecuali orang-orang yang enggan. Para shahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang yang enggan tersebut?’ Beliau menjawab: ‘Barangsiapa yang mentaatiku, dia akan masuk surga, dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, berarti dialah orang yang enggan." (HR. Al-Bukhari)

Bukti Cinta Ketiga : Menjalankan Ibadah sesuai dengan Bimbingan dan Petunjuk Nabi

Sahabat sekalian, Siapapun yang mengaku cinta Kepada Nabi, setelah ia meyatakan ittiba', turut dan patuh terhadap perintah Nabi, maka semua bentuk ibadah nya WAJIB ditunaikan sesuai dengan tuntunan dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, karena barangsiapa yang mengamalkan suatu ibadah yang tidak sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ibadahnya itu akan sia-sia.
Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata, "Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, amalan tersebut tidak akan diterima. pun sebaliknya, apabila suatu amalan dilakukan dengan mengikuti ajaran Sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam namun tidak didasari dengan ikhlas, maka amalan tersebut juga akan tertolak.”
Perkataan ini sangatlah relevan dengan hadits dari Imam Muslim, bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan dari ajaran kami (Tidak sesuai dengan yang disabdakan dan dicontohkan_pen), maka amalan tersebut tertolak." (HR. Muslim)

Islam adalah agama yang sempurna karena Allah sendiri yang telah menyempurnakannya, tugas kita adalah mengamalkan dengan sebaik-baiknya, tanpa harus bersusah payah mengadakan atau membuat amalan-amalan baru yang menurut akal dan adat manusia terlihat baik, tapi sesungguhnya hal itu termasuk perkara yang mengada-ngada dalam beramal ibadah, dan tentunya menyelisihi terhadap syari'at.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata,

اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ

"Ikutilah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, janganlah membuat amalan-amalan baru. Karena (ajaran Nabi) itu sudah cukup bagi kalian. Semua amalan yang tanpa tuntunan Nabi adalah sesat ."

Bukti Cinta sejati Pada Nabi (Bag. Dua)

Bukti Cinta Keempat : Mendahulukan Syariat dari pada Pendapat
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: "Umat Islam telah bersepakat bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya sunnah (perkataan dan ketentuan syariat) dari Rasulullah, maka tidak halal baginya untuk meninggalkan sunnah tersebut disebabkan perkataan (pendapat) seseorang."
Tidak boleh bagi siapapun untuk meragukan atau bahkan menolak dan meninggalkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam serta ketentuan syariat yang telah beliau tetapkan dikarena adanya ucapan atau pendapat seseorang. sekalipun pendapat itu datang dari orang tua, orang 'alim, guru, kiyai, bahkan Presiden sekalipun, jika menyelisihi terhadap sunnah maka pendapat itu WAJIB ditinggalkan.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman :

يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا لا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَ رَسُولِهِ وَ اتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَميعٌ عَليمٌ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-Hujurat: 1)

Al-Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa maksud dari ayat ini adalah, janganlah kalian tergesa-gesa melakukan segala sesuatu sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi jadilah kalian semua sebagai pengikutnya dalam segala hal.

Selanjutnya Al-Imam Ibnu Katsir mengutip sebuah Hadits dari Muadz bin jabal. bahwa ketika Mu’adz akan diutus untuk menjadi hakim di negeri Yaman, Nabi bertanya : "Dengan apa engkau akan memutuskan hukum?" ia menjawab: "Dengan kitab Allah Ta’ala". "Jika engkau tidak mendapatkannya?" tanya Rasulullah lebih lanjut. Ia menjawab: "Dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." "Dan jika tidak mendapatkannya juga?" tanya beliau lagi. Ia menjawab: "Aku akan berijtihad dengan pendapatku." Lalu beliau menepuk dadanya seraya berucap: "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufiq kepada utusan Rasulul-nya serta yang diridlai oleh-Nya"

hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dan yang dimaksud oleh Mu’adz adalah, ia mengakhirkan pendapat, pandangan, dan ijtihadnya setelah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Seandainya ia mendahulukan ijtihad sebelum mencarinya di dalam al-Qur’an dan al-Hadits, maka yang demikian itu termasuk salah satu sikap mendahului Allah dan Rasul-Nya.

Bukti Cinta Kelima :Berpegang Teguh pada Sunnah.

Allah Subhaanahu wata'ala berfirman :

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya". (al Hasyr: 7)

Sebagaimana terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban. At Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

“Berpegangteguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.”

Diantara Sahabat khulafa’ur rosyidin salah satunya adalah Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu. Beliau telah mengatakan,

لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ إِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ

"Tidaklah aku biarkan satupun yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam amalkan kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang." (HR. Abu Daud)

Inilah sikap dari sahabat Abu Bakar As-Shiddiq yang patut kita tiru dan kita amalkan. yakni diharuskannya kita berpegang teguh terhadap apa yang telah dicontohkan dan disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Bukti Cinta Keenam : Mencintai Orang-orang yang Beliau Cintai

Sahabat sekalian, di antara bentuk kecintaan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah mencintai orang-orang yang beliau cintai, mereka adalah Ahlul Bait (Keluarga nabi) termasuk di dalamnya adalah istri-istri beliau Shalallahu ‘alaihi wasallam, para shahabat (Muhajirin dan Anshar), dan orang-orang yang senantiasa berpegang teguh dengan sunnah-nya. Di samping mencintai mereka, hendaknya juga mendoakan kebaikan dan memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wata’ala untuk mereka.

Sebagaimana Firman Allah menceritakan tentang kedudukan sahabat Nabi :

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama (masuk Islam) dari orang-orang Muhajirin dan Ansar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah redha kepada mereka dan mereka redha kepadaNya, dan Allah menyediakan bagi mereka syurga-syurga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (At-Taubah : 100)

Begitu juga hadis Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam,

لا تَسُبُّوا أصحابي، فلو أنّ أَحدَكُم أنفقَ مِثلَ أُحُدٍ ذَهَبا ما بَلَغَ مُدَّ أحَدِهمْ ولا نَصيفَه

"Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku, kalau sekiranya salah seorang di antara kalian bersedekah emas sebesar gunung Uhud, hal itu tidak akan menyamai sedekah yang mereka keluarkan seberat satu mud (secupak), tidak pula separuhnya." (Muttafaqun ‘alaihi)

Imam Malik rahimahullah mengatakan, "Siapa saja yang mencela Abu Bakar, maka ia pantas dihukum cambuk. Siapa saja yang mencela Aisyah, maka ia pantas untuk dibunuh." Ada yang menanyakan pada Imam Malik, "Mengapa bisa demikian?" Beliau menjawab, "Barangsiapa mencela mereka, maka ia telah mencela Al Qur’an karena Allah Ta’ala berfirman (agar tidak lagi menyebarkan berita bohong mengenai Aisyah,- pen).

يَعِظُكُمَ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

"Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman." (QS. An Nur: 17)

Bukti Cinta Ketujuh : Perbanyak Membaca Sholawat

Allah Subhanahu wata'ala berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ ۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا

"Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (Al-Ahzaab: 56)
Imam Bukhari berkata, "Abul 'Aliyah mengatakan: Yang dimaksud dengan Allah bershalawat kepada Nabi-Nya adalah pujian yang Allah berikan kepada Nabi yang diungkapkan dihadapan para malaikat." Sedangkan shalawat Malaikat berarti do'a mereka atas Nabi." Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu berkata, "Arti dari lafazh Yusholluuna adalah, "Allah dan para Malaikat-Nya memberkati Nabi shallallahu'alaihi wasallam." (Fathul Baari)
Termasuk bukti kecintaan seorang mukmin terhadap beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan banyak bershalawat kepadanya, sebagaimana yang telah Allah dan Rasul-Nya perintahkan. Bershalawat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam termasuk ibadah, maka dari itu, sholawat yang dibacakan harus sesuai dengan apa yang telah beliau contohkan, bukan dengan shalawat-shalawat yang tidak ada dasarnya.

Sholawat adalah d'oa, saya (penulis) lebih cenderung/menyukai memaknai sholawat sebagai Kalimah Toyyibah kepada Nabi. yang bacaannya telah Allah Ta'ala ajarkan melalui Nabi dengan kalimat yang paling sempurna. untuk itu, tidak sepantasnya kita menambah-nambah ataupun mengurangi terlebih lagi membuat redaksi sholawat sendiri, karena yang demikian itu termasuk perkara yang baru dan menyelisihi Syari'at Nabi.

cukuplah bagi kita menyibukan diri dengan membaca sholawat yang telah nabi ajarkan melalui hadits-haditsnya.

# Hadits Riwayat At-Thabrani :

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ

"Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad".

# Hadits Riwayat Ibnu Hibban dan At-Tirmidzi :

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

# HR. Bukhari dan Muslim

Dari Ka’ab bin Ujrah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan shalawat,

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.

Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

“Barang siapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali, maka Allah mengucapkan shalawat kepadanya 10 kali.” ( HR. Muslim)

Dari Al-Husain bin ‘Ali Radhiyallaahu‘anhuma bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْبَخِيلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ

“Orang yang kikir adalah orang yang aku disebut di dekatnya, lalu dia tidak bershalawat kepadaku.” (HR. at-Tirmidzi, Ahmad)

Demikianlah Diantara Bukti-bukti Cinta Sejati pada Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah.

Diakhir catatan kecil ini, saya kutip perkataan seorang ulama :

لَيْسَ الشَّأْنُ أَنْ تُحِبَّ وَلَكِن الشَّأْنُ أَنْ تُحَبْ

Yang terpenting bukanlah engkau mencintai-Nya. Namun yang terpenting adalah bagaimana engkau bisa dicintai-Nya.

Yang terpenting bukanlah engkau mencintai Nabimu. Namun yang terpenting adalah bagaimana engkau bisa mendapatkan cinta nabimu. Begitu pula, yang terpenting bukanlah engkau mencintai Allah. Namun yang terpenting adalah bagaimana engkau bisa dicintai-Nya. (Syarh ‘Aqidah Ath Thohawiyah, 20/2)



سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ, أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ. (رواه النسائي والترمذي)

Dzikir Setelah Sholat Fardhu

Perumpamaan orang yg berdzikir kepda Allah dengan orang yg tidak berdzikir kepada-Nya adalah seperti orang hidup dan orang yg mati. (HR. Bukhori)

Dzikir Setelah Sholat Fardhu

oleh :
ARIS ALFIAN RISWANDI
Cilawang, 26 Januari 2015
Semoga catatan ini dapat mempermudah para santri dan juga para jamaah Masjid Jaami' Al-Falah pada khususnya, dan para pembaca sekalian pada umumnya, dalam mempelajari Dzikir-dzikir setelah Sholat Fardhu yang disabdakan dan dicontohkan oleh Rosulullah shallallahu 'alaihi wasallam.-(Penulis)

Dzikir secara mutlak, yaitu dzikir yang diperintahkan tanpa ada ikatan waktu, tempat, atau jumlah tertentu, maka dzikir semacam ini tidak boleh dilakukan dengan menentukan jumlah-jumlah yang dikhususkan seperti seribu kali dan semisalnya. sebagaimana dalam firman-Nya: 

"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya". (QS. al-Ahzab: 41)

Dzikir muqoyyad, yaitu dzikir-dzikir yang dianjurkan supaya dilakukan dengan kalimat tertentu, waktu tertentu, tatacara tertentu dan hitungan tertentu, seperti ucapan : Subhanalloh 33 kaliAlhamdulillah 33 kali, dan Allohu Akbar 33 kali, dan hitungan paling banyak yang pernah dianjurkan oleh Nabi adalah 100 kali, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam :

"Barang siapa mengucapkan Subhanallohi wabihamdihi setiap hari seratus kali, maka dihapus dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan.” (HR.Bukhori dan Muslim)

Dzikir setelah Shalat Fardhu merupakan Dzikir Muqoyyad  yang bacaan serta tatacaranya disyari'atkan oleh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun tatacara yang disyari’atkan dalam dzikir diantanya adalah :
1. Membaca dzikir dengan cara Sir (pelan/tidak mengeraskan Suara)
2. Menghitung dengan Ruas-Ruas Jari atau ujung-ujungnya
3. Berdzikir sendiri-sendiri

Demikianlah beberapa tatacara berdzikir, lebih jelasnya Insya Allah akan diuraikan pada catatan berikutnya tentang "Dalil-Dalil Shahih tentang Tatacara Berdzikir"
_________________________________________________________________________________


Dzikir Setelah Sholat Fardhu

Berikut Hadits-Hadits yang menyebutkan tentang Dzikir setelah Sholat Fardhu:

1. Hadits dari Tsauban radhiallahu 'anhu dia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ "اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ", قَالَ الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ

"Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selesai shalat, beliau akan meminta ampunan (Istighfar) tiga kali dan memanjatkan doa Allaahumma Antassalaam dst...(Ya Allah, Engkau adalah Dzat yang memberi keselamatan, dan dari-Engkau-lah segala keselamatan, Maha Besar Engkau wahai Dzat Pemilik keagungan dan kemuliaan)." Al-Walid berkata, "Maka kukatakan kepada Al-Auza’i, "Lalu bagaimana bacaan meminta ampunnya?" dia menjawab, "Engkau ucapkan saja "Astaghfirullah, Astaghfirullah".” (HR. Muslim no. 591)

2. Hadits dari Aisyah radhiallahu 'anha dia berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ لَمْ يَقْعُدْ إِلَّا مِقْدَارَ مَا يَقُولُ "اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ"

"Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan salam, beliau tidak duduk selain seukuran membaca bacaan "Allahumma Antassalaam dst..." (Ya Allah, Engkau adalah Dzat Pemberi keselamatan, dan dari-Engkau-lah segala keselamatan, Maha Besar Engkau Dzat Pemilik keagungan dan kemuliaan)." (HR. Muslim no. 932)

3. Hadits dari Mughirah bin Syu'bah radiallahu'anhu 

Dalam Hadits Imam Al-Bukhari disebutkan dari Abdul Malik bin Umair dari Warrad (juru tulis Mughirah bin Syu'bah) dia berkata : Mughirah bin Syu'bah mendiktekan kepadaku -surat untuk Muawiyah- bahwa Nabi sallallahu 'alaihi wasallam biasa mengucapkan dibelakang sholat fardhu :

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ, اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

"Tiada sesembahan selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nyalah segala kerajaan dan milik-Nyalah segala pujian, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tiada yang bisa menghalangi apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau cegah, dan tidak bermanfaat pemilik kekayaan, dan dari-Mulah segala kekayaan." (Fathul Baari-HR. Al-Bukhari no. 844 dan Muslim no. 593)
Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam Kitab Fathul Baari menyebutkan : "Ada Tambahan Dzikir yang sering diucapakan, yaitu kalimat ولا راد لما قضيت  (dan tidak ada yang menolak apa yang telah engkau putuskan). Lafazh tambahan ini terdapat dalam Musnad abd bin Humaid dari riwayat Ma'mar, dari Abdul Malik bin Umair, tetapi tanpa menyebutkan lafazh وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ . lalu dalam Ath-Thabrani kedua kalimat itu disebutkan bersamaan.

4. Hadits dari Abdullah bin Az-Zubair radiallahu'anhu 

Bahwa seusai shalat setelah salam, beliau sering membaca;

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ, لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ, لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ, لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لَاإِلَهَ إِلَّااللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ. 
وَقَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ

"(Tiada sesembahan yang hak selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya selaga puji dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada Daya dan kekuatan selain dengan pertolongan Allah. Tiada sesembahan yang hak selain Allah, dan Kami tidak beribadah selain kepada-Nya, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, hanya bagi-Nya ketundukan, sekalipun orang-orang kafir tidak menyukai)." Dan beliau (Ibnu Az-Zubair) berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selalu bertahlil dengan kalimat ini setiap selesai shalat." (HR. Muslim no. 594)

5. Dari Abu Hurairah rodiallahu'anhu

Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَاإِلَهَ إِلَّااللَّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

"Barangsiapa yang sehabis shalat bertasbih kepada Allah sebanyak tiga puluh tiga kali, dan bertahmid kepada Allah tiga puluh tiga kali, dan bertakbir kepada Allah tiga puluh tiga kali, hingga semuanya berjumlah sembilan puluh sembilan, dan untuk menggenapkan jadi seratus dia membaca: "Laa haula Walaa Quwwata dst...", maka kesalahan-kesalahannya akan diampuni walau sebanyak buih di lautan." (HR. Muslim no. 597, Bukhori 844, An-Nawawi 5/245)
Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam Kitab Fathul Baari menyebutkan : "Demikian yang terdapat pada kebanyakan hadits, yakni mendahulukan TASBIH daripada TAHMID lalu mengakhirkan TAKBIR.
KESIMPULAN :
Berdasarkan beberapa hadits diatas, Dzikir setelah sholat fardhu dapat disimpulkan sebagai berikut :

Pertama Membaca :
أَسْتَغْفِرُ اللهَ, أَسْتَغْفِرُ اللهَ, أَسْتَغْفِرُ اللهَ 

Kedua Membaca :

اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ

Ketiga Membaca :

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ, اللَّهُمَّ لاَمَانِعَ لِمَاأَعْطَيْتَ وَلاَمُعْطِيَ لِمَامَنَعْتَ وَلاَيَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Kempat Membaca:

لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّبِاللهِ، لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَلاَنَعْبُدُإِلاَّإِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُالْحَسَنُ، لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْنَ

اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Kelima Membaca:
سُبْحَانَ اللهُ 33x


Keenam Membaca:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ 33x

Ketujuh Membaca:
اَللهُ أَكْبَرُ 33x

Kedelapan Membaca:
(Dilengkapi menjadi seratus dengan membaca :)

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ


SEMOGA BERMANFAAT


سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ, أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ.

Do'a Nabi untuk Keluasan Rezeki

Do'a Nabi untuk Keluasan Rezeki


Doa Mohon Kebaikan Terutama Rezeki (Doa Nabi Musa 'alaihissalaam)

رَبِّ اِنِّيْ لِمَآ اَنْزَلْتَ اِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيْرٍ 

“Ya Tuhanku Sesungguhnya Aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan[1118] yang Engkau turunkan kepadaku”.(QS. Al Qashash [28] : 24)

Doa Agar Dimudahklan Rezeki (Doa Nabi Isa 'alaihissalaam)

اَللّهُمَّ رَبَّنَآ اَنْزِلْ عَلَيْنَا مَآئِدَةً مِنَ السَّمَآءِ تَكُوْنُ لَنَا عِيْدًا ِلأَوَّلِنَا وَءَاخِرِنَا وَءَايَةً مِنْكَصلىوَارْزُقْنَاوَاَنْتَ خَيْرٌ الرَّازِقِيْنَ 

“Ya Allah, ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami iaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling Utama”.(QS. Al Maa-idah [5] : 114)

Doa mohon ampunan dan keluasan rezeki

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَهَبْ لِيْ مُلْكاً لَا يَنْبَغِيْ لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِى إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

"Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi." (QS. Shaad/38: 35)

Do'a Akhir Majlis (Kaffaratul Majlis)

Do'a Akhir Majlis (Kaffaratul Majlis)

Doa kaffaratul majelis adalah suatu amalan/Do,a dari Rosulullah Sallallahu 'alaihi wasallam, yang sangat mudah dan ringan dikerjakan, akan tetapi dengan mengamalkan do'a tersebut, Allah memberikan balasan yang besar pada orang yang membacanya, yakni berupa pengampunan yang menyeluruh atas segala perkataan dalam majelis.

Abu Hurairah rodiallahu'anhu berkata.Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Barangsiapa yang berada pada suatu majlis, kemudian pada majlis tersebut tedapat banyak perkataan yang tidak berguna, lalu sebelum beranjak meninggalkan majlis, mengatakan hal yang ini (Kaffaratul Majlis) :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ, أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ.

(Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.) Kecuali telah diampuni baginya apa yang ada pada majlis tersebut. " (HR Tirmidzi)

Doa ini disebut pula Doa Kafaratul Majlis karena keutamaannya adalah sebagai penebus dosa dalam majelis, disebutkan dalam hadits dari Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu'anhu ia berkata : "Jika Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam  hendak bangun dari suatu majlis beliau membaca :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ, أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ. 

Seorang sahabat berkata : "Ya Rasulullah Engkau telah membaca bacaan yang dahulu tidak biasa engakau baca?" Beliau menjawab:"Itu sebagai penebus dosa yang terjadi dalam sebuah majelis "" ." (HR Abu Daud)

Waktu dan Keutamaan membaca Sholawat

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
“Orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bershalawat kepadaku.” (HR. At-Tirmidzi)

Waktu dan Keutamaan membaca Sholawat

Oleh :
ARIS ALFIAN RISWANDI
Cilawang, 25 Januari 2015

Sahabat Sekalian, Sholawat kepada Nabi adalah amalan yang diperintahankan oleh Allah ta'ala, untuk itu, sebagai bukti bahwa kita taat, patuh dan cinta terhadap Allah dan Rosul-Nya, maka hendaklah kita memperbanyak membaca sholawat kepada junjungan kita Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam setiap kesempatan dan keadaaan, tanpa ada batas jumlah, batas waktu dan tempat tertentu, itulah yang dinamakan dengan SHOLAWAT MUTLAQ. Hal ini Sebagaimana yang Allah Ta'ala firmankan,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

“Sesungguhnya Allah dan malaikatnya bershalawat kepada nabi, wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kalian kepadanya dan juga ucapkanlah salam untuknya.” (Qs. Al- Ahzab: 56).

Imam Bukhari berkata, "Abul 'Aliyah mengatakan: Yang dimaksud dengan Allah bershalawat kepada Nabi-Nya adalah pujian yang Allah berikan kepada Nabi, yang diungkapkan dihadapan para malaikat." Sedangkan shalawat Malaikat berarti do'a mereka atas Nabi." Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu berkata, "Arti dari lafazh Yusholluuna adalah, "Allah dan para Malaikat-Nya memberkati Nabi shallallahu'alaihi wasallam." (Fat-hul Baari)

WAKTU DAN KEUTAMAAN MEMBACA SHOLAWAT

Keutamaan Membaca Sholawat

Sholawat adalah Amalan yang mudah untuk diucapkan, akan tetapi memiliki keutamaan yang sangat luar biasa besar dan sangat menggiurkan. betapa tidak..!! Bagaimana kita tidak tergiur dengan tawaran yang disodorkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Nabi kita telah men-sabdakan :

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا
“Barangsiapa yang bersholawat atasku sekali, maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali.” (HR. Imam Muslim dan Imam Ahmad)

Dalam kesempatan lain Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan hal yang sangat menggembirankan kepada kita :
صلوا عليي فاءن صلاتكم عليي زكاة لكم 

“Bersholawatlah kamu kepadaku, karena sholawatmu itu menjadi zakat (penghening jiwa, pembersih dosa) untukmu.” (HR. Ibnu Murdaweh)

Dalam Hadits lain Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah Menjanjikan :

أولَى الناسِ بِيْ يوم القيامة أكثرُهم عليَّ صلاةً

“Orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bershalawat kepadaku.” (HR. At-Tirmidzi)

Sahabat Sekalian, Shalawat adalah do'a dan juga termasuk dzikir. Sedangkan di antara adab berdzikir, yaitu dengan suara pelan, Allah ta'ala berfirman:

وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِفْيَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ وَلاَتَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ

Dan dzikirlah (ingatlah, sebutlah nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (Al A’raf : 205).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,”Oleh karena itulah Allah berfirman: وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ (dan dengan tidak mengeraskan suara), demikianlah, dzikir itu disukai tidak dengan seruan yang keras berlebihan.” (Tafsir Ibnu Katsir).
Imam Al Qurthubi rahimahullah berkata dalam tafsirnya :”Ini menunjukkan, bahwa meninggikan suara dalam berdzikir adalah terlarang.”
Dalam kesempatan ini, Insya Allah saya (Penulis) akan memaparkan tentang waktu-waktu yang dianjurkan untuk membaca Sholawat (SHOLAWAT MUQOYYAD) kepada Nabi Muhammad shallaahu 'alaihi wasallam, berdasarkan hadist-hadits yang beliau sabdakan.

Waktu-waktu yang Dianjurkan untuk Membaca Sholawat

1. Ketika Menyebut dan Mendengar Nama Rasulullah Shallallahu’Alaihi Wasallam

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

اَلْبَخِيْلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ

“Orang pelit itu adalah orang yang ketika disebut namaku ia enggan bershalawat” (HR. At-Tirmidzi).

Juga dari hadits Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ

“Kehinaan bagi seseorang yang Namaku disebut didekatnya, namun dia tidak bershalawat kepadaku.” (HR. at-Tirmidzi, al-Hakim)

2. Saat memulai Merdoa

Do'a merupakan salah satu amal ibadah yang disyari'atkan kepada Umat Muslim, sebagaimana Firman Allah ta'ala :

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Berdoalah kepada-Ku, akan Aku kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang sombong, enggan beribadah kepada-Ku, akan Aku masukkan mereka ke neraka Jahannam yang pedih” (QS. Al-Mu’min: 60)

kemudian telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud dan Imam At-Tirmidzi dan juga Imam Hakim bahwa Fadhalah bin ‘Abid berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki berdoa dalam sholatnya, tetapi tidak bersholawat untuk nabi sallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau bersabda: “Orang ini tergesa-gesa” Lalu beliau memanggil orang tersebut dan bersabda kepadanya dan kepada yang lainnya:

إذَا صَلَّى أحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيهِ ، ثُمَّ يُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ ، ثُمَّ لِيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ

“Bila salah seorang di antara kalian sholat (berdoa) maka hendaklah ia memulainya dengan pujian dan sanjungan kepada Allah lalu bersholawat untuk nabi, kemudian berdoa setelah itu dengan apa saja yang ia inginkan.” (H.R. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dan Hakim)

Selanjutnya Umar bin Khattab radiallaahu 'anhu mengatakan:

إِنَّ الدُّعَاءَ مَوْقُوفٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ لا يَصْعَدُ مِنْهُ شَيْءٌ حَتَّى تُصَلِّيَ عَلَى نَبِيِّكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم

“Sesungguhnya doa itu terkatung-katung antara langit dan bumi, dan tidak ada yang bisa menaikannya, sampai dibacakan shalawat untuk Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Turmudzi

Kemudian diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوبٌ حَتَّى يُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ

“Setiap doa terhijab (tertutup) hingga bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam.” (HR. ad-Dailami)

Seiring dengan  hadits ini Imam Thabroni meriwayatkan hadits yang berbunyi:

الدُّعَاءُ مَحْجُوبٌ حَتَّى يُصَلِّيَ الدَّاعِي عَلَى النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم

“Doa itu terhalangi, hingga orang yang berdoa itu bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wasallam.” (H.R. Thabrani)

3. Ketika Selesai Mendengar Adzan dan Iqomah

Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوامِثْلَ مَا يَقُولُ ، ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ ، فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا

“Jika kalian mendengarkan muadzin mengumandangkan adzan, ucapkanlah apa yang ia ucapkan. Kemudian bershalawatlah kepadaku. Karena setiap seseorang bershalawat kepadaku, Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali” (HR. Muslim, no. 384)

Kemudian hadits dari Jabir bin Abdillah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa mengucapkan setelah mendengar adzan :

اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ

(Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya), maka dia akan mendapatkan syafa’atku kelak.” (HR.Bukhari )

4. Ketika Duduk Tasyahud dalam Sholat

Dari Ka’ab bin Ujrah, bahwa para sahabat pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang tata cara sholawat ketika shalat. Beliau menjawab, ‘Ucapkanlah:

اللَّهُّم صلِّ على محمدٍ وعلى آل محمد كما صلَّيْتَ على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد، اللَّهُّم بارِكْ على محمدٍ وعلى آل محمد كما باركتَ على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميدٌ مجيد

“Ya Allah, bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Luas, Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah memberkahi ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Luas.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلا يدعو في صلاته لم يمجد الله تعالى ولم يصل على النبي صلى الله عليه وسلم فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم عجل هذا ثم دعاه فقال له أو لغيره إذا صلى أحدكم فليبدأ بتمجيد ربه جل وعز والثناء عليه ثم يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يدعو بعد بما شاء

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mendengar seorang lelaki yang berdoa dalam shalatnya tanpa mengagungkan Allah dan tanpa bershalawat. Beliau pun berkata: ‘Orang ini terlalu tergesa-gesa’. Rasulullah lalu memanggil lelaki tersebut lalu menasehatinya: ‘Jika salah seorang diantara kalian berdoa mulailah dengan mengagungkanlah Allah, lalu memuji Allah, kemudian bershalawatlah, barulah setelah itu berdoa apa yang ia inginkan‘” (HR. Abu Daud).

Para ulama mengatakan bahwa tempat shalawat kepada Nabi di dalam shalat adalah setelah tasyahud awal dan akhir. dan mereka menggolongkan sholawat setelah Tasyahhud awal hukumnya dianjurkan sedangkan shalawat setelah tasyahud akhir hukumnya wajib dan merupakan bagian dari  rukun shalat.

5. Ketika Siang dan Malam Jum’at

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة فأكثروا علي من الصلاة فيه فإن صلاتكم معروضة علي قال فقالوا يا رسول الله وكيف تعرض صلاتنا عليك وقد أرمت قال يقولون بليت قال إن الله تبارك وتعالى حرم على الأرض أجساد الأنبياء صلى الله عليهم

“Hari jumat adalah hari yang paling utama. Oleh karena itu perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu. Karena sesungguhnya shalawat kalian itu sampai kepadaku”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin shalawat kami sampai kepadamu, sementara kelak engkau dikebumikan?”. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala telah mengharamkan bumi untuk menghancurkan jasad para Nabi shallallahu ‘alaihim” (HR. Abu Daud)

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

كْثِرُوا الصَّلاَةَ عَلَىَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَمَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari dan malam Jumat. Karena orang yang bershalawat kepadaku satu kali, Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali” (HR. Al-Baihaqi)

عَنْ أَبِى أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً

“Dari abi umamah berkata rasulullah saw bersabda : perbanyaklah bershalawat kepadaku di hari jum'at, karena shalawat umatku akan diperlihatkan kepadaku disetiap hari jum'at, barang siapa yang paling banyak bershalawat atasku maka kedudukannya paling dekat padaku.” (HR. Al-Baihaqi)

6. Ketika Masuk dan Keluar Masjid

Sebagaimana hadits dari Fathimah Radhiallahu’anha:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل المسجد صلى على محمد وسلم ، وقال : رب اغفر لي ذنوبي ، وافتح لي أبواب رحمتك, وإذا خرج صلى على محمد وسلم ، وقال : رب اغفر لي ذنوبي وافتح لي أبواب فضلك

“Biasanya, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam masuk ke dalam masjid beliau bershalawat kemudian mengucapkan: Rabbighfirli Dzunubi Waftahli Abwaaba Rahmatik (Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku, dan bukalah untukku pintu-pintu Rahmat-Mu)”“Dan ketika beliau keluar dari masjid, beliau bershalawat lalu mengucapkan: Rabbighfirli Dzunubi, Waftahlii Abwaaba Fadhlik (Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku, dan bukalah untukku pintu-pintu keutamaan-Mu)” (HR. At Tirmidzi).

7. Ketika Dzikir Pagi dan Petang

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ حِيْنَ يُصْبِحُ عَشْرًا وَحِينَ يُمْسِي عَشْرًا أدْرَكَتْهُ شَفَاعَتِي يوم القيامة

“Barangsiapa bershalawat kepadaku ketika pagi dan ketika sore masing-masing 10 kali, ia akan mendapatkan syafa’atku kelak di hari kiamat” (HR.At-Thabrani)

8. Ketika Berkhutbah

Imam Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad dalam madzhabnya yang terkenal mengatakan bahwa : "Tidak sah khutbah (Khutbah Jum’at, Khutbah Idul Fithri dan Idul Adha, Istisqo’ dan Lainnya) melainkan dengan adanya shalawat kepada Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wasallam" . Berbeda dengan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik yang berpendapat bahwa khutbah tetap sah walaupun tanpa shalawat di dalamnya, dan ini juga pendapat sebagian madzhab Imam Ahmad. Golongan yang mewajibkan sholawat dalam berkhutbah berhujjah dengan firman Allah Ta'ala :

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ # وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ # الَّذِي أَنقَضَ ظَهْرَكَ # وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu ? . Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu.”(QS-Al-Insyiroh : 1-4)

Ibnu Abbas telah Berkata tentang ayat ini: Allah meninggikan penyebutan (nama Rasulullah), maka tidak boleh menyebut nama Allah melainkan juga menyebut nama beliau bersama-Nya.

Adapun dalil bahwa shalawat itu dibacakan ketika khutbah, hal ini berdasarkan riwayat dari ‘Abdullah bin Ahmad, dari ‘Aun bin Abi Juhaifah bahwa ayahnya yang pernah menjadi petugas keamanan dari sahabat ‘Ali bin Abi Tholib menyatakan bahwa "dahulu ia di bawah mimbar, ia menyaksikan ‘Ali radhiyallahu ‘anhu saat itu sedang naik mimbar. Di awalnya, Ali menyanjung Allah, bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Ali mengatakan bahwa generasi terbaik dari umat ini setelah nabinya yaitu Abu Bakr, lalu Umar. Allah menganugerahkan pada mereka kebaikan sesuai yang Dia kehendaki". (Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad)

9. Ketika berada di Majlis

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ فِيهِ، وَلَمْ يُصَلُّوا عَلَى نَبِيِّهِمْ، إِلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةً، فَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ

“Jika ada sekelompok kaum yang duduk bersama dan tidak mengingat Allah serta tidak memberi shalawat kepada nabi mereka maka itu akan menjadi bahan penyesalan baginya. Jika Allah berkehendak, Allah akan menghukum mereka, dan jika Allah berkehendak, Dia akan mengampuni mereka.” (HR. Ahmad, Tirmidzi)

10. Ketika Takbir dalam shalat Id

Dari Alqamah, beliau mengatakan,

أن ابن مسعود وأبا موسى وحذيفة خرج عليهم الوليد بن عقبة قبل العيد يوما فقال لهم إن هذا العيد قد دنا فكيف التكبير فيه قال عبد الله تبدأ فتكبر تكبيرة تفتتح بها الصلاة وتحمد ربك وتصلي على النبي ثم تدعو وتكبر وتفعل مثل ذلك….

Beberapa sahabat, diantaranya Ibnu Mas’ud, Abu Musa Al-Asy’ari, dan Hudzaifah didatangi oleh Al-Wald bin Uqbah (penguasa setempat ketika itu) sehari sebelum shalat hari raya. Al-Walid bertanya, “Hari id sudah dekat, bagaimana cara takbir di dalamnya.” Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Anda awali dengan takbiratul ihram sebagai pembuka shalat, anda puji Allah dan membaca shalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian berdoa. Lalu bertakbir lagi, dan anda lakukan seperti di atas…dst”
Hudzaifah dan Abu Musa mengatkan, “Ibnu Masud benar.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf).

11. Ketika Sholat Jenazah

Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa membaca shalawat dalam shalat jenazah itu wajib. Dalil yang menunjukkan adanya perintah membaca shalawat dalam shalat jenazah adalah hadits dari Ma’mar, dari Az Zuhriy, telah diceritakan dari Abu Umamah bin Sahl :

عَنْ مَعْمَرٍ عَنِ الزُّهْرِىِّ قَالَ أَخْبَرَنِى أَبُو أُمَامَةَ بْنُ سَهْلٍ : أَنَّهُ أَخْبَرَهُ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- : أَنَّ السُّنَّةَ فِى الصَّلاَةِ عَلَى الْجَنَازَةِ أَنْ يُكَبِّرَ الإِمَامُ ، ثُمَّ يَقْرَأُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ بَعْدَ التَّكْبِيرَةِ الأُولَى سِرًّا فِى نَفْسِهِ ، ثُمَّ يُصَلِّى عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَيُخْلِصُ الدُّعَاءَ لِلْجَنَازَةِ فِى التَّكْبِيرَاتِ لاَ يَقْرَأُ فِى شَىْءٍ مِنْهُنَّ ، ثُمَّ يُسَلِّمُ سِرًّا فِى نَفْسِهِ.

"bahwa ada seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengajarkan padanya: Yang ada dalam shalat jenazah, imam itu bertakbir, lalu membaca Al Fatihah setelah takbir pertama secara lirih yang didengar dirinya sendiri, kemudian bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beberapa takbir berikutnya menujukan doa yang murni untuk mayit, tidak ada bacaan (surat) pada takbir-takbir tersebut. Kemudian mengucapkan salam secara lirih untuk dirinya sendiri". (HR. Al Baihaqi).

Shalawat disyariatkan untuk dibaca ketka takbir kedua shalat jenazah. Imam As-Sya’bi mengatakan:

أول تكبيرة من الصلاة على الجنازة ثناء على الله عز وجل والثانية صلاة على النبي صلى الله عليه وسلم والثالثة دعاء للميت والرابعة السلام
“Takbir pertama shalat jenazah adalah memuji Allah. Takbir kedua bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. takbir ketiga doa untuk jenazah, dan takbir keempat salam.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf).

Demikianlah keutamaan serta waktu-waktu yang dianjurkan untuk membaca Sholawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, semoga kita sekalian diberikan kemampuan oleh Allah Subhanahu wata'ala agar dapat mengamalkannya. dan semoga kita digolongkan pada golongan orang-orang yang mencintai Allah dan Rosul-Nya.




سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ, أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ. (رواه النسائي والترمذي)

Label