"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

MENINGGALKAN PUASA RAMADHAN TANPA ALASAN


MENINGGALKAN PUASA RAMADHAN TANPA ALASAN


Puasa Ramadhân merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima, maka orang yang meninggalkannya atau meremehkannya akan mendapatkan siksa yang pedih di akhirat.

Di antara hadits dan riwayat tentang bab ini adalah :

عَنْ أَبْي أُمَامَةَ الْبَاهِلِىِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ فَأَتَيَا بِى جَبَلاً وَعْرًا فَقَالاَ لِىَ : اصْعَدْ فَقُلْتُ : إِنِّى لاَ أُطِيقُهُ فَقَالاَ : إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِى سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بَأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ فَقُلْتُ : مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ قَالُوا : هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِى فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ قَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ

Dari Abu Umâmah al-Bâhili, dia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku, keduanya memegangi kedua lenganku, kemudian membawaku ke sebuah gunung terjal. Keduanya berkata kepadaku, “Naiklah!” Aku menjawab, “Aku tidak mampu”. Keduanya berkata, “Kami akan memudahkannya untukmu”. Maka aku naik. Ketika aku berada di tengah gunung itu, tiba-tiba aku mendengar suara-suara yang keras, maka aku bertanya, “Suara apa itu?” Mereka menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka”. Kemudian aku dibawa, tiba-tiba aku melihat sekelompok orang tergantung (terbalik) dengan urat-urat kaki mereka (di sebelah atas), ujung-ujung mulut mereka sobek mengalirkan darah. Aku bertanya, “Mereka itu siapa?” Mereka menjawab, “Meraka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya”. [HR. Nasâ’i dalam as-Sunan al-Kubra, no. 3273; Ibnu Hibbân; Ibnu Khuzaimah; al-Baihaqi, 4/216; al-Hâkim, no. 1568; ath-Thabarani dalam Mu’jamul Kabîr. Dishahihkan oleh al-Hâkim, adz-Dzahabi, al-Haitsami. Lihat: al-Jâmi’ li Ahkâmis Shiyâm, 1/60]

Di dalam sebuah hadits diriwayatkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ فِي غَيْرِ رُخْصَةٍ رَخَّصَهَا اللَّهُ لَهُ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ الدَّهْرَ كُلَّهُ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berbuka sehari dari (puasa) bulan Ramadhân bukan dengan (alasan) keringanan yang Allâh berikan kepadanya, maka tidak akan diterima darinya (walaupun dia berpuasa) setahun semuanya. [HR. Ahmad, no. 9002; Abu Dâwud, no. 2396; Ibnu Khuzaimah, no.1987; dll]

Namun hadits didha’ifkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah, syaikh Syu’aib al-Arnauth, syaikh al-Albani, dan lainnya, karena ada perawi yang tidak dikenal yang bernama Ibnul Muqawwis.

Walaupun hadits ini lemah secara marfû’ (riwayat dari Nabi) akan tetapi banyak riwayat dari para sahabat yang menguatkannya.

Diriwayatkan dari Abdulah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu bahwa dia berkata:

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ لَقِيَ اللَّهَ بِهِ، وَإِنْ صَامَ الدَّهْرَ كُلَّهُ، إِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ، وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ

Barangsiapa berbuka sehari dari (puasa) bulan Ramadhân dengan tanpa keringanan, dia bertemu Allâh dengannya, walaupun dia berpuasa setahun semuanya, (namun) jika Allâh menghendaki, Dia akan mengampuninya, dan jika Allâh menghendaki, Dia akan menyiksanya”. [Riwayat Thabarani, no. 9459, dihasankan oleh syaikh Al-Albani, tetapi riwayat yang marfû’ didha’ifkan. Lihat Dha’if Abi Dawud –Al-Umm- 2/275]

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu, bahwa dia berkata:

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مُتَعَمِّدًا لَمْ يَقْضِهِ أَبَدًا طُولُ الدَّهْرِ

Barangsiapa berbuka sehari dari (puasa) bulan Ramadhân dengan sengaja, berpuasa setahun penuh tidak bisa menggantinya”. [Riwayat Ibnu Hazm dalam al-Muhalla, 6/184]

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa ada seorang laki-laki berbuka di bulan Ramadhân dia berkata :

لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ صَوْمُ سَنَةٍ

Berpuasa setahun penuh tidak bisa menggantinya. [Riwayat Ibnu Hazm dalam al-Muhalla, 6/184]

Bahkan sahabat Ali bin Abi Thâlib memberikan hukuman dera (pukulan) kepada orang yang berbuka di bulan Ramadhân, sebagaimana disebutkan di dalam riwayat :

عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي مَرْوَانَ، عَنْ أَبِيهِ: أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ أُتِيَ بِالنَّجَاشِيِّ قَدْ شَرِبَ الْخَمْرَ فِي رَمَضَانَ, فَضَرَبَهُ ثَمَانِينَ, ثُمَّ ضَرَبَهُ مِنْ الْغَدِ عِشْرِينَ, وَقَالَ: ضَرَبْنَاكَ الْعِشْرِينَ لِجُرْأَتِكَ عَلَى اللَّهِ وَإِفْطَارِكَ فِي رَمَضَانَ.

Dari Atha’ bin Abi Maryam, dari bapaknya, bahwa An-Najasyi dihadapkan kepada Ali bin Abi Thâlib, dia telah minum khamr di bulan Ramadhân. Ali memukulnya 80 kali, kemudian esoknya dia memukulnya lagi 20 kali. Ali berkata, “Kami memukulmu 20 kali karena kelancanganmu terhadap Allâh dan karena engkau berbuka di bulan Ramadhân”. [Riwayat Ibnu Hazm di dalam al-Muhalla, 6/184]

an-Najasyi ini adalah seorang penyair, namanya Qais bin ‘Amr al-Hâritsi. Dia mengikuti Ali sampai Ali menderanya, kemudian dia lari menuju Mu’awiyah. Lihat: al-Jâmi’ li Ahkâmis Shiyâm, 1/60)

Semua riwayat di atas menunjukkan bahwa meninggalkan puasa sehari di bulan Ramadhan tanpa udzur merupakan dosa besar, maka bagaimana jika meninggalkan puasa sebulan penuh? Tentu dosanya lebih besar. Oleh karena itu seorang yang ingin selamat di dalam kehidupannya, hendaklah dia melaksanakan perintah-perintah Allâh dan meninggalkan larangan-laranganNya, sehingga meraih keberuntungan di dunia dan akhirat.

Puasa dan Al-Qur’an menjadi Syafa’at di hari Kiamat


Puasa dan Al-Qur’an menjadi Syafa’at di hari Kiamat


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ قَالَ فَيُشَفَّعَانِ – رواه احمد

Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya puasa dan al-Qur’an memberi syafa’at kepada pelakunya pada hari Kiamat. Puasa berkata, “Ya Tuhanku aku telah menahan hasrat makan dan syahwatnya, maka berilah aku izin untuk memberikan syafa’at kepadanya. Berkata pula al-Qur’an, ”Wahai Tuhanku, aku telah menghalanginya dari tidur untuk qiyamullail, maka berilah aku izin untuk memberikan syafa’at kepadanya. Nabi bersabda, “Maka keduanya diberikan izin untuk memberi syafaat.” (HR. Ahmad)

Dalam riwayat yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ

“Rajinlah membaca al-Quran, karena dia akan menjadi syafaat bagi penghafalnya di hari kiamat.” [HR. Muslim 1910]

Apakah itu Syafa’at ?

Para ulama mendefinisikan syafa’at:

ﻓﺎﻟﺸﻔﺎﻋﺔ ﻫﻲ ﺍﻟﺘﻮﺳﻂ ﻟﻠﻐﻴﺮ ﻓﻲ ﺟﻠﺐ ﺍﻟﻤﻨﻔﻌﺔ ﺃﻭ ﺩﻓﻊ ﺍﻟﻤﻀﺮﺓ

“Syafa’at adalah sebagai penengah/wasilah bagi yang lain untuk mendatangkan manfaat dan mencegah bahaya/madharat.”

Syafa’at ini bisa berupa syafa’at di dunia maupun syafa’at di akhirat. Syafa’at di dunia bisa berupa syafa’at yang baik dam buruk sedangkan syafa’at di akhirat adalah syafa’at yang baik

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَكُنْ لَهُ نَصِيبٌ مِنْهَا ۖ وَمَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْهَا

“Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang BAIK, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa’at yang BURUK, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya.” (An-Nisaa’ :85)

Saat itu, manusia sangat butuh syafa’at dengan izin Allah karena kesusahan yang manusia alami pada hari kiamat, semisal:

1. Matahari didekatkan pada manusia sejauh satu mil
2. Manusia ada yang tenggelam dengan keringatnya
3. Manusia ada yang diseret dan berjalan dengan wajahnya
4. Kejadian di padang mahsyar yang sangat lama, di mana satu hari di akhirat sama dengan 1000 tahun di bumi.

Kami nukilkan salah satu dalil mengenai hal ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺇِﻧَّﻜُﻢْ ﺗُﺤْﺸَﺮُﻭْﻥَ ﺭِﺟَﺎﻻً ﻭَﺭُﻛْﺒَﺎﻧًﺎ ﻭَﺗُﺠَﺮُّﻭْﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﻭُﺟُﻮْﻫِﻜُﻢْ

“Sesungguhnya kalian akan dikumpulkan (ke Padang Mahsyar) dalam keadaan berjalan, dan (ada juga yang) berkendaraan, serta (ada juga yang) diseret di atas wajah-wajah kalian.” (HR. Tirmidzi, Shahih at-Targhib wat-Tarhib no. 3582).

Perlu ditekankan bahwa syafa’at ini hanya milik Allah

Allah Ta’ala berfirman,

ﻗُﻞ ﻟِّﻠَّﻪِ ﭐﻟﺸَّﻔَٰﻌَﺔُ ﺟَﻤِﻴﻌٗﺎۖ

“Katakanlah semua syafaat hanyalah milik Allah.” (az-Zumar: 44)

Puasa dan Al-Quran serta makhluk lainnya yang bisa memberi syafa’at sebagaimana dalam dalil tidaklah mempunyai syafa’at sebenarnya, tetapi diberikan izin oleh Allah untuk memberikan syafa’at. Oleh karena itu, kita hanya boleh meminta syafa’at hanya kepada Allah saja. Tidak boleh meminta kepada makhluknya. Semisal perkataan yang TIDAK boleh:

“Wahai Nabi, aku minta syafa’at-mu”

Tapi katakanlah:

“Yaa Allah, aku memohon syafa’at Nabi-Mu”


وَلا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضى

dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah. (Al-Anbiya: 28).

Allah Ta’ala berfirman

ﻣَﻦ ﺫَﺍ ﭐﻟَّﺬِﻱ ﻳَﺸۡﻔَﻊُ ﻋِﻨﺪَﻩُۥٓ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺈِﺫۡﻧِﻪِۦۚ

“Tidak ada yang memberikan syafaat disisi Allah kecuali dengan izin-Nya.” (al-Baqarah: 255)

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

1- Puasa yang bisa memberikan syafa'at bagi yang berpuasa adalah bila orang yang berpuasa itu tidak bikin gaduh, tidak bohong, tidak dusta, tidak berkata keji, tidak aniaya dan tidak bermsuhan.
2- Barang siapa ingin mendapatkan syafaat dari puasanya supaya menjaga puasanya dan tidak merusak dengan kemungkaran -kemungkaran dan menghilangkan pahalanya dengan keburukan -keburukan.
3- Barang siapa ingin mendapatkan syafaat dari puasanya supaya menjaga lisannya, menjaga pandangannya, menahan tangan dan kakinya untuk dari semua keburukan dan yang di benci.
4- Menggabungkan antara puasa dan membaca Al qur'an di bulan Ramadhan merupakan usaha terbesar bagi seorang islam untuk mendekatkan diri kepa Allah Subhanahu wata'ala dan dia mendapatkan bagian keuntungan yang besar dari kebaikan-kebaikan dengan wasilah kesabaran dalam kesulitannya dalam berpuasa dan membaca Al-qur'an.
5- Dan dijelaskan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara puasa dan membaca Al qur'an. Pentingnya hukum dan syariat puasa ramadhan disiang hari sebagai persiapan hati untuk mentadaburi Al qur'an diwaktu menghidupkan malamnya.
6- Sesungguhnya puasa dan al-Qur’an memberi syafa’at kepada pelakunya pada hari Kiamat. Puasa berkata, “Ya Tuhanku aku telah menahan hasrat makan dan syahwatnya, maka berilah aku izin untuk memberikan syafa’at kepadanya. Berkata pula al-Qur’an, ”Wahai Tuhanku, aku telah menghalanginya dari tidur untuk qiyamullail, maka berilah aku izin untuk memberikan syafa’at kepadanya. Nabi bersabda, “Maka keduanya diberikan izin untuk memberi syafaat.”

di antara orang-orang yang merugi di bulan Ramadan


Di antara orang-orang yang merugi di Bulan Ramadan


di antara orang-orang yang merugi di bulan Ramadan adalah:
Berpuasa namun bermaksiat
Berpuasa namun tidak bersemangat dalam melakukan ibadah
Berpuasa namun tidak menjaga adab-adabnya

1. Berpuasa namun bermaksiat

Ini adalah golongan yang paling parah dan paling merugi di antara golongan yang lain. Ada beberapa jenis maksiat yang dapat menghilangkan pahala puasa, seperti dusta. Hal ini sebagaimana yang telah kita jelaskan.

مَن لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ والعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ في أنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وشَرَابَهُ.

“Barang siapa yang tidak meninggalkan kedustaan dan tetap melakukan kemaksiatan, maka Allah tidak akan memberikan pahala terhadap rasa lapar dan dahaganya.”(HR. Bukhari)

Apabila ketika kita berpuasa, maka hendaknya penglihatan dan pendengaran kita juga berpuasa. Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘anhu berkata,

إِذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُكَ، وَبَصَرُكَ مِنَ الْمَحَارِمِ، وَلِسَانُكَ مِنَ الْكَذِبِ

“Apabila engkau berpuasa, maka hendaknya berpuasa juga pendengaranmu, penglihatanmu dari yang haram, dan lisanmu dari kedustaan.”


2. Berpuasa namun tidak bersemangat dalam melakukan ibadah

Banyak sekali amalan-amalan yang bisa menyebabkan seseorang mendapat ampunan dari Allah namun ia lewati begitu saja. Padahal, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَن صَامَ رَمَضَانَ، إيمَانًا واحْتِسَابًا، غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ.

“Barang siapa berpuasa Ramadan dengan iman dan ihstisab (mengharap pahala) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”(HR. Bukhari No. 2014 dan HR. Muslim No. 760.)

Demikian juga Rasulullah ﷺ bersabda,

مَن قامَ ليلةَ القدرِ إيمانًا واحتِسابًا غُفِرَ لَهُ ما تقدَّمَ من ذنبِهِ

“Barang siapa melakukan shalat malam dengan iman dan ihstisab maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.”( HR. Nasai No. 1278)

مَن قامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إيمانًا واحْتِسابًا غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang menghidupkan lailatul qadar dengan iman dan ihtisab maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”( HR. Bukhari No. 2014 dan HR. Muslim No. 760.)

Semakin banyak amalan yang kita lakukan, maka semakin banyak juga pahala yang akan kita dapatkan di akhirat. Apa saja amal saleh yang dapat dikerjakan dalam bulan Ramadan maka kerjakanlah, seperti beri’tikaf di sepuluh terakhir di bulan Ramadan, atau memberi makan kepada orang yang berbuka puasa sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرُ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Barang siapa memberi makan orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti pahala orang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala orang yang berpuasa tersebut.”( HR. Tirmizi No. 807)


3. Berpuasa namun tidak menjaga adab-adabnya

Rasulullah ﷺ bersabda

إذَا كانَ يَوْمُ صَوْمِ أحَدِكُمْ فلا يَرْفُثْ ولَا يَصْخَبْ، فإنْ سَابَّهُ أحَدٌ أوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

“Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa hendaknya ia jangan berkata-kata kotor dan jangan berteriak-teriak. Apabila seseorang mencaci maki atau mengajak berkelahi maka hendaknya ia katakan, ‘Aku sedang berpuasa’.”( HR. Bukhari)

Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘anhu berkata

وَلَا تَجْعَلْ يَوْمَ صِيَامِكَ وَيَوْمَ فِطْرِكَ سَوَاءً

“Jangan engkau jadikan hari puasamu seperti hari biasa.”(Mushannaf Ibn Abi Syaibah No. 8880)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda,

رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ – أَوْ بَعُدَ – دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ

“Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni.” [HR. Ahmad, shahih]

Ibnu Rajab menukilkan perkataan salaf,

من لم يغفرْ لَه في رمضان فلن يغفر له فيما سواه؛

“Barangsiapa yang tidak diampuni dosa-dosanya di bulan Ramadhan, maka tidak akan diampuni dosa-dosanya di bulan-bulan lainnya.” [Latha-if Al-Ma’arif, hal. 297]



Pahala Puasa yang Tak Terhingga



Pahala Puasa yang Tak Terhingga


Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)

Setiap amalan akan dilipatgandakan sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kebaikan yang semisal. Kemudian dikecualikan amalan puasa. Amalan puasa tidaklah dilipatgandakan seperti tadi. Amalan puasa tidak dibatasi lipatan pahalanya. Oleh karena itu, amalan puasa akan dilipatgandakan oleh Allah hingga berlipat-lipat tanpa ada batasan bilangan.

Kenapa bisa demikian? Ibnu Rajab Al Hambali –semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, ”Karena orang yang menjalani puasa berarti menjalani kesabaran”. Mengenai ganjaran orang yang bersabar, Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10)

Sabar itu ada tiga macam yaitu (1) sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, (2) sabar dalam meninggalkan yang haram dan (3) sabar dalam menghadapi takdir yang terasa menyakitkan. Ketiga macam bentuk sabar ini, semuanya terdapat dalam amalan puasa. Dalam puasa tentu saja di dalamnya ada bentuk melakukan ketaatan. Di dalamnya ada pula menjauhi hal-hal yang diharamkan. Begitu juga dalam puasa seseorang berusaha bersabar dari hal-hal yang menyakitkan seperti menahan diri dari rasa lapar, dahaga, dan lemahnya badan. Itulah mengapa amalan puasa bisa meraih pahala tak terhingga sebagaimana sabar.

Amalan Puasa Khusus untuk Allah

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku”. Riwayat ini menunjukkan bahwa setiap amalan manusia adalah untuknya. Sedangkan amalan puasa, Allah khususkan untuk diri-Nya. Allah menyandarkan amalan tersebut untuk-Nya.

Kenapa Allah bisa menyandarkan amalan puasa untuk-Nya?

Pertama, karena di dalam puasa, seseorang meninggalkan berbagai kesenangan dan berbagai syahwat. Hal ini tidak didapati dalam amalan lainnya. Dalam shalat memang kita dituntut untuk meninggalkan makan dan minum. Namun itu terjadi dalam waktu yang singkat. Bahkan ketika hendak shalat, jika makanan telah dihidangkan dan kita merasa butuh pada makanan tersebut, kita dianjurkan untuk menyantap makanan tadi dan boleh menunda shalat ketika dalam kondisi seperti itu.

Kedua, puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya yang tidak ada orang lain yang mengetahuinya. Amalan puasa berasal dari niat batin yang hanya Allah saja yang mengetahuinya dan dalam amalan puasa ini terdapat bentuk meninggalkan berbagai syahwat. Oleh karena itu, Imam Ahmad dan selainnya mengatakan, “Dalam puasa sulit sekali terdapat riya’ (ingin dilihat/dipuji orang lain).” Dari dua alasan inilah, Allah menyandarkan amalan puasa pada-Nya berbeda dengan amalan lainnya.

Mendapat Dua Kebahagiaan 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ

“Bagi orang yang berpuasa akan merasakan dua kebahagiaan: (1) kebahagiaan ketika berbuka, dan (2) kebahagiaan ketika berjumpa dengan Allah.” (HR. Muslim no. 1151) 

Kebahagiaan pertama adalah ketika seseorang berbuka puasa. Ketika berbuka, jiwa begitu ingin mendapat hiburan dari hal-hal yang dia rasakan tidak menyenangkan ketika berpuasa, yaitu jiwa sangat senang menjumpai makanan, minuman dan menggauli istri. Jika seseorang dilarang dari berbagai macam syahwat ketika berpuasa, dia akan merasa senang jika hal tersebut diperbolehkan lagi.

Kebahagiaan kedua adalah ketika seorang hamba berjumpa dengan Rabbnya yaitu dia akan jumpai pahala amalan puasa yang dia lakukan tersimpan di sisi Allah. Itulah ganjaran besar yang sangat dia butuhkan.

Bau Mulut Orang yang Berpuasa

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

“Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak misk (kasturi).” (HR. Bukhari, no. 1894 dan Muslim, no. 1151).

Khuluf yang dimaksud dalam hadits adalah berubahnya bau mulut orang yang berpuasa.

Ada dua alasan kenapa sampai bau mulut orang yang berpuasa bisa dibalas dengan bau minyak kasturi (misk):

1- Amalan puasa itu adalah rahasia antara hamba dengan Allah. Karena itu rahasia yang ia sembunyikan, maka Allah pun membalasnya dengan menampakkan bau harum di antara manusia di hari kiamat.

2- Karena bekas ketaatan yang berakibat tidak enak bagi jiwa di dunia, bekas seperti itu akan dibalas dengan sesuatu yang menyenangkan pada hari kiamat. Artinya, bau mulut yang tidak enak akan dibalas dengan bau yang wangi karena bau mulut itu muncul dari amalan ketaatan pada Allah di dunia. (Lihat Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 286-288)

Ibnu Rajab rahimahullah berkata,

كُلُّ شَيْءٍ فِي عُرْفِ النَّاسِ فِي الدُّنْيَا إِذَا انْتَسَبَ إِلَى طَاعَتِهِ وَرِضَاهُ فَهُوَ الكَامِلُ فِي الحَقِيْقَةُ

“Segala sesuatu yang dianggap kurang di dunia menurut pandangan manusia namun jika itu didapati karena melakukan ketaatan pada Allah dan mencari ridha-Nya, maka hakekatnya kekurangan tersebut adalah kesempurnaan (di sisi Allah).” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 288)


Mimpinya Thalhah Bin Ubaidillah



Mimpinya Thalhah Bin Ubaidillah

Hadits Sunan Ibnu Majah No. 3915 - Kitab Ta'bir Mimpi

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ أَنْبَأَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ أَنَّ رَجُلَيْنِ مِنْ بَلِيٍّ قَدِمَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ إِسْلَامُهُمَا جَمِيعًا فَكَانَ أَحَدُهُمَا أَشَدَّ اجْتِهَادًا مِنْ الْآخَرِ فَغَزَا الْمُجْتَهِدُ مِنْهُمَا فَاسْتُشْهِدَ ثُمَّ مَكَثَ الْآخَرُ بَعْدَهُ سَنَةً ثُمَّ تُوُفِّيَ قَالَ طَلْحَةُ فَرَأَيْتُ فِي الْمَنَامِ بَيْنَا أَنَا عِنْدَ بَابِ الْجَنَّةِ إِذَا أَنَا بِهِمَا فَخَرَجَ خَارِجٌ مِنْ الْجَنَّةِ فَأَذِنَ لِلَّذِي تُوُفِّيَ الْآخِرَ مِنْهُمَا ثُمَّ خَرَجَ فَأَذِنَ لِلَّذِي اسْتُشْهِدَ ثُمَّ رَجَعَ إِلَيَّ فَقَالَ ارْجِعْ فَإِنَّكَ لَمْ يَأْنِ لَكَ بَعْدُ فَأَصْبَحَ طَلْحَةُ يُحَدِّثُ بِهِ النَّاسَ فَعَجِبُوا لِذَلِكَ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحَدَّثُوهُ الْحَدِيثَ فَقَالَ مِنْ أَيِّ ذَلِكَ تَعْجَبُونَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا كَانَ أَشَدَّ الرَّجُلَيْنِ اجْتِهَادًا ثُمَّ اسْتُشْهِدَ وَدَخَلَ هَذَا الْآخِرُ الْجَنَّةَ قَبْلَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَيْسَ قَدْ مَكَثَ هَذَا بَعْدَهُ سَنَةً قَالُوا بَلَى قَالَ وَأَدْرَكَ رَمَضَانَ فَصَامَ وَصَلَّى كَذَا وَكَذَا مِنْ سَجْدَةٍ فِي السَّنَةِ قَالُوا بَلَى قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَا بَيْنَهُمَا أَبْعَدُ مِمَّا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh telah memberitakan kepada kami Al Laits bin Sa'd dari Ibnu Al Had dari Muhammad bin Ibrahim At Taimi dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Thalhah bin 'Ubaidullah bahwa dua orang laki-laki dari Baliy datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan masuk Islam. Salah seorang dari keduanya lebih semangat berjihad dari yang lainnya, kemudian dia pergi berperang sehingga ia menemui syahid. Sedangkan yang satunya lagi masih hidup hingga setahun setelahnya, lalu dia meninggal dunia." Thalhah berkata, "Kemudian aku bermimpi seakan-akan aku berada di pintu surga. Tiba-tiba aku berada di sisi kedua laki-laki tersebut, setelah itu Malaikat keluar dari surga. Malaikat itu kemudian mengizinkan laki-laki yang meninggal dunia belakangan dari keduanya untuk memasukinya, kemudian ia keluar lagi dan mempersilahkan kepada laki-laki yang mati syahid. Lalu malaikat itu kembali kepadaku dan berkata, 'Kembalilah kamu, sebab belum saatnya kamu memperoleh hal ini.' Keesokan harinya Thalhah menceritakannya kepada orang-orang, mereka pun heran. Mereka lalu memberitahukannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan menceritakan kejadian tersebut. Maka beliau bersabda: "Perkara yang mana yang membuat kalian heran?" mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, laki-laki (yang pertama meninggal) adalah orang yang paling bersemangat dalam berjihad dari yang lain, lalu dia mati syahid. Tapi mengapa orang yang lain (laki-laki yang meninggal belakangan) justru masuk surga terlebih dahulu darinya?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 
أَلَيْسَ قَدْ مَكَثَ هَذَا بَعْدَهُ سَنَةً 
"Bukankah orang ini hidup setahun setelahnya?" mereka menjawab, "Ya." 
Beliau bersabda: 
قَالُوا بَلَى قَالَ وَأَدْرَكَ رَمَضَانَ فَصَامَ وَصَلَّى كَذَا وَكَذَا مِنْ سَجْدَةٍ فِي السَّنَةِ 
"Bukankah ia mendapatkan bulan Ramadan dan berpuasa? Ia juga telah mengerjakan shalat ini dan itu dengan beberapa sujud dalam setahun?" mereka menjawab, "Ya." 

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kembali bersabda: 
 فَمَا بَيْنَهُمَا أَبْعَدُ مِمَّا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
"Sungguh, sangat jauh perbedaan antara keduanya (dalam kebajikan) bagaikan antara langit dan bumi."


Suara Sendal Bilal di Surga

Suara Sendal Bilal di Surga


عن بريدة رضي اللَّه عنه قال : أَصْبَحَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمًا، فَدَعَا بِلاَلاً، فَقَالَ: “يَا بِلاَلُ بِمَ سَبَقْتَنِي إِلَى الجَنَّةِ؟ إِنِّي دَخَلْتُ الْبَارِحَةَ الجَنَّة فَسَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِي”. فَقَالَ بِلاَلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا أَذَّنْتُ قَطُّ إِلاَّ صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ، وَمَا أَصَابَنِي حَدَثٌ قَطُّ إِلاَّ تَوَضَّأْتُ عِنْدَهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: “بِهَذَا”

Suatu pagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Bilal. Kemudian beliau bersabda, ‘Wahai Bilal, dengan amal apa kamu mendahului diriku di surga? Sungguh semalam aku memasuki surga. Aku mendengar derap bersuaramu (suara sandalnya) di depanku.” Bilal menjawab, “Wahai Rasulullah, tidaklah aku melakukan suatu dosa sama sekali melainkan (setelahnya) aku sholat dua rakaat. Dan tidaklah diriku berhadats (batal wudhu), melainkan aku langsung wudhu lagi dan sholat dua rakaat.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkomentar, “Dengan amalan inilah (engkau begitu cepat masuk surga).” (HR. al-Hakim.1179. Ia menyatakan riwayatnya ini shahih sesuai dengan syarat al-Bukhari dan Muslim. Walaupun keduanya tak meriwayatkannya).

Pelajaran Yang terdapat didalam hadist:

1- Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bergitu gembira dengan kabar baik yang didapatkan oleh para sahabatnya. Melihat keadaan Bilal, beliau langsung bersegera menceritakannya kepada khalayak. Kemudian beliau ungkapkan dengan ucapan, “Sungguh beruntung Bilal.” Beliau doakan Bilal dan menanyakan amal apa yang membuatnya begitu cepat masuk ke dalam surga.

2- Dari hadits ini, jangan dipahami bahwa Bilal lebih dulu masuk surga dibanding Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena kita tahu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang pertama yang diizinkan masuk ke dalam surga. Sebagaiman dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“آتِي بَابَ الجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَسْتفْتِحُ، فَيَقُولُ الْخَازِنُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَأَقُولُ: مُحَمَّدٌ. فَيَقُولُ: بِكَ أُمِرْتُ لاَ أَفْتَحُ لأَحَدٍ قَبْلَكَ

“Aku mendatangi pintu surga pada hari kiamat. Aku minta agar pintu dibuka. Penjaga surga berkata, ‘Siapa Anda?’ Aku jawab, ‘Muhammad’. Ia berkata, ‘Untukmulah aku diperintahkan (membuka pintu). Aku tak akan membukanya untuk seorang pun sebelummu’.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman 197).

3- Ini adalah suatu kepastian yang akan terjadi di hari kiamat. Adapun ketika masih di dunia, Allah Ta’ala mengirim ruh Bilal radhiallahu ‘anhu ke surga. Ia mendahului Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kondisi ini. Di sisi lain, Bilal sendiri tidak menyadari hal ini. Ia baru tahu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakannya.

4- Hadits ini juga menunjukkan tawadhu (kerendahan hati) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan betapa beliau senang membuat orang-orang di sekitarnya bahagia.

5- Dalam hadits ini, kita juga mendapat pelajaran betapa besar pahala selalu menjaga wudhu tatkala berhadast dan dua rakaat shalat setelahnya.

6- Islam mengajarkan amalan sesuatu berdimensi dunia akhirat, dunianya dengan ismaghul wudhu(menyempurnakan wudhu] maka salah satunya akan memperkokoh al jihazulmana'i(ketahan tubuh) dari virus-virus khususnya corona.

7- Semoga kita ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wata'ala sebagai hambaNya yang suka bersuci(wudhu) dan mendekat diri kepadaNya dengan shalat, selalu sehat, panjang umur dan akhir hayat husnul khotimah, aamiin.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur'an :

1- Wudhu merupakan sebab datangnya kecintaan Allah Subhanahu wa Ta'ala

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. [Al Baqoroh :222]

2- Perintah berwudhu di saat hendak mengerjakan salat; tetapi bagi orang yang berhadas hukumnya wajib, sedangkan bagi orang yang masih suci hukumnya sunat.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak menger­jakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sam­pai dengan siku, dan sapulah kepala kalian dan (basuh) kaki ka­lian sampai dengan kedua mata kaki; dan jika kalian junub, ma­ka mandilah; dan jika kalian sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempu­an, lalu kalian tidak memperoleh air, maka bertayamumlah de­ngan tanah yang baik (bersih); sapulah muka kalian dan tangan kalian dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kalian, tetapi Dia hendak membersihkan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi kalian, supaya kalian bersyukur. [al-maidah :6]

Allah Diingat Hanya Saat Susah


Allah Diingat Hanya Saat Susah


Takwa adalah perkara yang selalu di wasiyatkan dan di pesankan, baik oleh Allah maupun oleh Rasul shallalaahu ‘alaihi wasallam. Hal itu menunjukan betapa pentingnya ketakwaan itu. Takwa adalah ukuran kemulyaan kita dalam pandangan Allah,semakin tinggi ketakwaan kita semakin tinggilah derajat kemulyaan kita di pandangan Allah,  oleh karena itu marilah kita tingkatkan ketakwaan kita dengan berusaha sekuat tenaga berdaya upaya menjalankan perintah dan menjauhi larangan Nya serta tanamkan dalam diri kita perasaan takut akan murka Nya dan berharap rahmat Nya.

Abu Hurairah ra,bahwa Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam bercerita tentang tiga orang dari Bani Israil yang ditakdirkan Allah punya masalah dalam kehidupan sosialnya tidak seperti orang lain pada umumnya. Yang satu berpenyakit kusta, yang satunya lagi kepalanya tidak berambut sehelaipun dan yang satu nya lagi buta. Yang tentunya ketiga orang ini dalam kehidupan sosialnya menjadi cibiran dan hinaan orang lain mereka terasing dalam kehidupan sosialnya. Allah hendak menguji mereka seberapa hebat keimanan,ketaatan dan kesabaran mereka,maka Allah kirimkan pada mereka malaikat yang akan mengujinya.

Lalu malaikat itu mendatangi laki laki yang berpenyakit kusta dan bertanya ”apa yang paling kamu sukai?” laki laki itu menjawab ”aku ingin berparas cakep, kulit yang lembut dan penyakit yang menjadi bahan ejekan orang itu hilang dariku”. Lalu malaikat itu mengusapnya, seketika hilanglah penyakitnya dan ia berparas cakep. Kemudian malaikat itu bertanya lagi,”harta apa yang paling kamu sukai? “unta” kata laki laki itu. Lalu diberilah dia unta. Malaikat berkata sambil memberikan unta tersebut “بَاركَ الله لَكَ فِيهَا . “. (keberkahan Allah bagimu pada unta itu)

Malaikat tersebut mendatangi laki laki yang berkepala botak dan bertanya padanya, apa yang paling kamu sukai? “rambut yang bagus hingga orang lain tidak mengejekku lagi” jawab laki laki itu. Malaikat itu mengusapnya, seketika itu dia kepalanya berambut indah, lalu malaikat itupun bertanya lagi, harta apa yang paling kamu sukai? “sapi” jawab laki laki itu,lalu malaikat tersebut memberikan padanya sapi yang sedang bunting, sambil berkata ” بارك الله لك فيها “ (keberkahan Allah bagimu pada unta itu)

Lalu malaikat itupun mendatangi laki laki yang buta, dan bertanya padanya, apa yang paling kamu inginkan? “aku ingin sekali Allah memngembalikan penglihatan ku hingga aku dapat melihat orang lain” jawab laki laki itu. Maka dia mengusapnya, dan qodarullah Allah menjadikannya bisa melihat Kembali. Setelah itu malaikat bertanya harta apa yang kamu inginkan? “kambing” jawab laki laki itu. Lalu dia diberi induk kambing. Maka beranak pinaklah unta,sapi dan kambing itu. maka masing masing memiliki selembah unta, yang satunya selembah sapi dan yang satunya lagi selembah kambing.

Setelah bertahun tahun dari mulai masalahnya selesai ketiga laki laki itu memiliki kehidupan yang normal tdak lagi menjadi ejekan orang lain bahkan punya kehormatan di tengah masyarakat dengan harta yang melimpah, malaikat itu mendatangi Kembali laki laki yang dulu berpenyakit kusta itu, dengan penampilan yang persis seperti kondisi laki laki itu sebelum dia kaya raya. Malaikat itu berkata: “aku ini laki laki yang jatuh miskin,aku kehabisan bekal dalm perjalananku ini, hari ini aku sampai padamu dengan dengan idzin Allah, demi Dzat yang telah memberimu paras yang tampan, kulit yang halus dan harta berupa unta, aku mohon padamu bekal untuk melanjutkan perjalananku”. “kewajibanku banyak aku tidak bisa memberimu sedikitpun dari hartaku ini” jawab laki laki itu.

Mendengar jawaban itu, malaikat tadi berkata: ”kayanya aku mengenal dirimu, bukankah engkau yang dulu kusta, yang di kucilkan oleh orang lain dan juga faqir, lalu Allah memberimu harta? Mendengar ungkapan itu laki laki tersebut kaget kok dia tahu keadaan dirinya sebelum sekarang ini, tapi dia mengingkarimya dan berkata:

“ إِنَّمَا وَرِثْتُ هَذَا المالَ كَابِراً عَنْ كَابِرٍ“

Sesungguhnya aku mewarisi harta ini dari nenek moyangku” (bukan seperti yang kamu tuduhkan) Malaikat kemudian menjawab:

إنْ كُنْتَ كَاذِباً فَصَيَّرَكَ الله إِلَى مَا كُنْتَ “

jika kamu berdusta, semoga Allah menjadikan mu sebagaimana keadaan kamu dahulu.

Begitu juga malaikat tesebut mendatangi laki laki yang dahulunya tidak berambut dan miskin, yang kemudian Allah menumbuhkan rambut kepalanya dengan indah dan memberikan seekor sapi yang bunting hingga dia menjadi kaya raya dan terpandang, namun dia menginggkarinya akhirnya Allah menjadikan dia Kembali miskin dan rambut kepalanya rontok Kembali.

Kemudian malaikat itu mendatangi laki laki yang dulunya tidak bisa melihat, dengan penampilan yang persis seperti kondisi laki laki itu sebelum nya Malaikat itu berkata: “aku ini laki laki yang jatuh miskin, aku kehabisan bekal dalm perjalananku ini,hari ini aku sampai padamu dengan dengan izin Allah, demi Dzat yang telah mengembalikan penglihatanmu dan memberimu harta berupa kambing,aku mohon padamu bekal untuk melanjutkan perjalananku”. Laki laki itu berkata:

قَدْ كُنْتُ أعمَى فَرَدَّ اللهُ إِلَيَّ بَصَرِي فَخُذْ مَا شِئْتَ وَدَعْ مَا شِئْتَ فَوَاللهِ ما أجْهَدُكَ اليَومَ بِشَيءٍ أخَذْتَهُ للهِ - عز وجل -.

Dulu aku dalam keadaan buta tak bisa melihat, lalu Allah mengembalikan penglihatanku,maka ambillah apa yang kamu mau ambil dan tnggalkan apa yang kamu mau tinggalkan, hari ini demi Allah, sungguh aku serahkan padamu apapun yang kamu mau ambil karena Allah Azza wa Jalla.

Mendengar jawaban dari laki laki yang dulunya buta itu malaikat kemudian berkata :

أمْسِكْ مالَكَ فِإنَّمَا ابْتُلِيتُمْ . فَقَدْ رضي الله عنك ، وَسَخِطَ عَلَى صَاحِبَيكَ.

Simpan dan jaga hartamu sesungguhnya Allah menguji kalian (tiga orang tersebut di atas), Allah senanng dengan sikapmu dan Allah murka terhadap dua sahabatmu.

(hadits muttafaq alaihi dari Abu Hurairah, di nukil oleh imam An Nawawi dalam kitab Riadhus shalihin, hadits ke 6 bab Al muroqobah)
__________________________________
Dari kisah diatas kita dapat pelajaran, bahwa ada orang yang ketika di uji dengan penderitaan dan kesusahan, bisa bertahan dan menerima bahkan sangat dekat dengan Allah, ia taat pada Allah melakukan ibadah dengan berbagai kekurangannya semua deritanya ia keluhkan pada Allah, bibirnya selalu basah dengan dzikir dan istighfar, namun pada saat di uji dengan kesenangan, ia gagal, ia menjadi orang yang sombong, ia merasa bahwa apa yang ia peroleh hari ini merupakan mutlak hasil dirinya, la menjadi orang yang kikir, dzikir dan istighfar sudah tak terdengar lagi keluar dari bibirnya. Inilah yang di sebutkan Allah dalam firmanNya:

فَاِذَا مَسَّ الْاِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَاۖ ثُمَّ اِذَا خَوَّلْنٰهُ نِعْمَةً مِّنَّاۙ قَالَ اِنَّمَآ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ ۗبَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ

Maka apabila manusia ditimpa bencana dia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan nikmat Kami kepadanya dia berkata, “Sesungguhnya aku diberi nikmat ini hanyalah karena kepintaranku.” Sebenarnya, itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (qs;Az Zumar:49)

Allah SWT berfirman pada QS. Yunus ayat 12 :

وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنْبِهِ أَوْ قَاعِدًا أَوْ قَائِمًا فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَنْ لَمْ يَدْعُنَا إِلَىٰ ضُرٍّ مَسَّهُ ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus 10:12).

Ada juga orang yang pada saat di uji baik dengan kesenangan maupun penderitaan, tetap kokoh tak tergoyahkan, ia tetap taat dan dekat dengan Allah bahkan selalu mersa di awasi oleh Allah,ia sadar bahwa semua yang ia dapatkan hari ini, adalah titipan pemberian Allah yang harus digunakan sesuai dengan petunjuk Allah, dan ia pun sadar bahwa satu hari nanti Allah pasti akan mengambilnya Kembali. Inilah orang yang meyakini :

إنا لله وإنا إليه راجعون

jangankan hartaku, nyawakupun milik Allah, kapanpun Allah mau mengambilnya Dialah pemiliknya, Aku Ridha ya Allah,.

Surat Al-Baqarah Ayat 152

فَٱذْكُرُونِىٓ أَذْكُرْكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِى وَلَا تَكْفُرُونِ

Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

Abdullah ibnu Wahb meriwayatkan dari Hisyam ibnu Sa'id, dari Zaid ibnu Aslam, bahwa Nabi Musa pernah berkata, "Wahai Tuhan-ku, bagaimana aku bersyukur kepada-Mu?" Tuhan berfirman kepadanya, "Ingatlah Aku dan jangan kamu lupakan Aku. Maka apabila kamu ingat kepada-Ku, berarti kamu telah bersyukur kepada-Ku. Apabila kamu lupa kepada-Ku, berarti kamu ingkar kepada-Ku."

Al-Hasan Al-Basri, Abul Aliyah, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa Allah Swt. selalu mengingat orang yang ingat kepada-Nya, memberikan tambahan nikmat kepada orang yang bersyukur kepada-Nya, dan mengazab orang yang ingkar terhadap-Nya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, Makhul Al-Azdi yang mengatakan asar berikut, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar, "Bagaimanakah menurutmu tentang orang yang membunuh jiwa, peminum khamr, pencuri, dan pezina yang selalu ingat kepada Allah, sedangkan Allah Swt. telah berfirman: 'Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian ' (Al Baqarah:152)?" Ibnu Umar menjawab, "Apabila Allah mengingat orang ini, maka Dia mengingatnya melalui laknat-Nya hingga dia diam."

Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

Makna yang dimaksud ialah: "Ingatlah kalian kepada-Ku dalam semua apa yang telah Kufardukan atas kalian, maka niscaya Aku akan mengingat kalian dalam semua apa yang Aku wajibkan bagi kalian atas diri-Ku".

Mendalami Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup



Mendalami Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup


Matan keyakinan dan Cita-cita Muhammadiyah atau MKCH adalah prinsip-prinsip dasar pandangan Muhammadiyah yang ideologis, paham akan agama, dan bagaimana fungsi dan misi Muhammdiyah dalam Negara Kesatuan Republik indonesia.

Muhammadiyah menggunakan istilah Matan dan bukan menggunakan istilah ideologi, karena Matan sendiri mengandung makna yaitu isi atau substansi. Muhammadiyah menggunakan istilah matan ini sebagai bentuk representatif Muhammadiyah yang merupakan organisasi Islam.

A. Cita-cita Muhammadiyah

Rumus untuk "Iman dan Tujuan Hidup Muhammadiyah" terdiri dari lima nomor. Matan "Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah", ini berdasarkan Keputusan Tanwir tahun 1969 di Ponorogo yang kemudian dari lima nomor ini dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

Pertama berisi isu ideologis, Yaitu dari nomor 1 dan 2 yang berbunyi:

1. Muhammadiyah adalah gerakan Islam, Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar dan Tajdid, berdasarkan Alquran dan as-Sunnah. Maksud dan tujuannya adalah untuk menjamin dan menegakkan Agama Islam sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan untuk melaksanakan fungsi dan missi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

2. Muhammadiyah meyakini bahwa Islam adalah agama Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, yaitu Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan lain-lain. seterusnya sampai dengan ditutupnya Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk dan rahmat Allah kepada umat manusia setiap saat, dan menjamin kesejahteraan hidup material dan spiritual, dunia ini dan akhirat.

Kedua Kelompok kedua berisi permasalahan mengenai pemahaman agama menurut Muhammadiyah yaitu nomor 3 dan 4 yang berbunyi:

3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan Al-Qur'an dan as-Sunnah. Selain Al-Qur'an dan As-Sunnah Nabi, seperti Ijma dan Qiyas bukanlah sumber, tetapi hanya ijtihad. Begitulah sikap Majlis Tarjih. Menurut Muhammadiyah, Ijtihad mutlak diperlukan.

4. Muhammadiyah berupaya melaksanakan ajaran Islam yang meliputi bidang aqidah, akhlak dan ibadah serta muamalah muamalah. Menurut Muhammadiyah, akidah Islam berakar pada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Akal diperlukan untuk menegaskan kebenaran teks (al-Quran dan Sunnah), bukan untuk menafsirkan ajaran aqidah yang berada di luar jangkauan akal.

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.

Muhammadiyah bekerja untuk tegakkan nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan AsSunnah, tidak bersendi pada nilai - nilai ciptaan manusia.

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah saw tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya muamalat duniawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.

Ketiga berisi permasalahan mengenai fungsi dan misi Muhammadiyah dalam masyarakat Negara Kesatuan Republik Indonesia, Yaitu nomor 5 yang berbunyi:

5. Muhammadiyah mengusulkan bangsa Indonesia yang telah menerima anugerah Tuhan berupa tanah air yang memiliki sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, untuk bersinergi mewujudkan bangsa yang adil dan makmur serta diridhoi oleh Allah SWT. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber -- sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia yang bersifat Pancasila, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil, makmur dan diridlai Allah SWT. Baldatun thayyibatun wa rabun ghafur.

B. Islam dan Keyakinan Muhammadiyah

Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah yang lebih dikenal dengan istilah MKCH, merupakan hasil dari putusan Sidang Tanwir Muhammadiyah tahun 1969 di Ponorogo Jawa Timur, sebagai bentuk pelaksanaan keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-37 Tahun 1968 di Yogyakarta. Hasil Sidang Tanwir Ponorogo terdiri 9 ayat, kemudian disempurnakan pada tahun 1970 dalam Sidang Tanwir Muhammadiyah di Yogyakarta menjadi 5 ayat yang menjadi tema Tajdid (Pembaharuan) dalam 5 bidang:

1. Ideologi
2. Khittah Perjuangan
3. Gerak dan Amal Usaha
4. Organisasi
5. Sasaran

Beberapa nama tokoh Muhammadiyah tercatat sebagai penggagas dalam perumusan MKCH, yaitu:
1. Buya KH. Malik Ahmad
2. Buya AR. Sutan Mansur
3. Prof.Dr.H.M.Rasyidi
4. KH. M. Djindar Tamimy
5. KH. Djarnawi Hadikusuma
6. KH. AR Fachruddin
7. Drs. Mohammad Djazman al-Kindi

Matan Keyakinan dan Cita-cita Muhammadiyah disusun tentunya juga sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia yang merupakan negara majemuk, multikultural, dan memiliki cita-cita sesuai dengan ideologi negara Indoenesia.

Label