"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

Memaafkan adalah Sedekah terbaik saat susah



Ma’asyiral muslimin.

Mari kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan seluruh nikmat kepada kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (QS. An-Nahl[16]: 53)

Pada bulan Rajab di tahun 9 Hijriyah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mewajibkan pada semua untuk keluar mengikuti beliau dalam rangka ekspedisi Perang Tabuk, dalam keadaan Kondisi musim yang sangat panas, paceklik serta perjalanan yang sangat jauh. 

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an menyebut peristiwa itu sebagai sa‘atul–usrah (peristiwa yang sangat sulit), sebab bahan makanan ketika itu menipis karena kurma belum waktunya panen.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan jaminan bahwa Allah menerima taubatnya Nabi, para Muhajirin, dan Anshar yang mengikuti beliau pada waktu perjalanan perang ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَّقَد تَّابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِن بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِّنْهُمْ…

“Sungguh Allah telah menerima taubat dari Nabi, para Muhajirin, dan Anshar yang mengikuti beliau dalam suasana yang sulit (yaitu ketika peristiwa Perang Tabuk) ketika sebagian ada di antara mereka yang hampir saja hatinya menyimpang, karena tidak ingin ikut bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (QS. At-Taubah[9]: 117)

Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mensyaratkan ketika itu, siapapun yang mau ikut perang, mereka harus punya kendaraan. Maka nasib orang-orang miskin, yang mereka tidak punya kuda, tidak punya onta, tidak punya keledai, mereka harus menunggu datangnya Muhsinin, para donatur yang bisa memberikan kendaraan bagi mereka.

Tapi itu tidak mencukupi, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan motivasi kepada para sahabat yang punya kemampuan untuk berinfak semampunya, sesuai dengan apapun yang mereka berikan, apapun yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada mereka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَن جَهَّزَ جَيْشَ العُسْرَةِ فَلَهُ الجَنَّةُ

“Barangsiapa yang menyiapkan perbekalan untuk pasukan di masa sulit, maka dia mendapatkan surga.” (HR. Bukhari)

Ada tujuh orang Anshar yang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, berharap agar mendapatkan kendaraan. Agar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bisa menyediakan untuk mereka kendaraan. Tapi, MasyaAllah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak memiliki kendaraan yang bisa diberikan kepada mereka. Sudah habis diberikan kepada yang lain, sehingga mereka pulang dalam kondisi menangis, karena mereka tidak bisa ikut terlibat dalam jihad.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ampunan kepada mereka. Allah berfirman:

وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوا وَّأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنفِقُونَ

“Tidak ada dosa bagi orang yang datang kepadamu (wahai Muhammad), dan meminta agar kau bisa memberikan kendaraan bagi mereka. Tapi kau katakan kepada mereka, ‘Aku tidak menjumpai sesuatu yang bisa jadikan sebagai kendaraan bagi kalian.’ Mereka pulang dalam kondisi menangis…” (QS. At-Taubah[9]: 92)

Ada sebagian di antara hamba Allah yang kerinduannya untuk beribadah kepada Allah sangat besar, tapi dia tidak punya fasilitas untuk melakukannya. Dia menangis, bukan karena tidak punya harta, tapi dia menangis karena tidak bisa terlibat dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Salah satu di antaranya adalah seorang sahabat yang bernama Ulbah bin Zaid Radhiyallahu ‘Anhu. Diabadikan oleh Al-Baihaqi, beliau meriwayatkan bahwa Ulbah bin Zaid termasuk salah satu di antara sahabat yang tidak mendapatkan kendaraan. Maka beliau tidak bisa ikut perang ketika peristiwa Perang Tabuk. Beliau menangis. Di malam harinya beliau melakukan shalat malam. Masya Allah, dalam beberapa rakaat sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Lalu setelah selesai shalat malam, beliau menangis dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Apa yang beliau katakan di hadapan Allah di waktu itu? Beliau mengatakan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Ya Allah, Engkau telah wajibkan dan Kau perintahkan kami untuk berjihad. Dan aku punya harapan besar untuk mengikutinya, tapi aku tidak punya sesuatu yang bisa aku sedekahkan dan tidak punya kendaraan yang bisa aku tunggangi. Karena itu, Ya Allah, aku bersedekah kepada seluruh muslim yang telah mengganggu kehormatanku, Ya Allah, aku maafkan mereka semuanya.”

Pagi harinya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengumumkan kepada para sahabat: “Siapakah yang tadi malam dia mensedekahkan sesuatu yang bernilai?” Tidak ada satupun yang angkat tangan, hingga panggilan yang ketiga: “Siapakah di antara kalian yang telah bersedekah di malam ini?”

Maka berdirilah Ulbah bin Zaid. Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

أَبْشِرْ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَقَدْ كُتِبَتْ فِي الزَّكَاةِ الْمُتَقَبَّلَةِ

“Bergembiralah wahai Ulbah, demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya. Sesungguhnya apa yang kau sedekahkan dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai zakat yang diterima.” (HR. Al-Baihaqi)

Sebuah penggalan sejarah ini memberikan kita pelajaran bahwa salah satu di antara yang bisa disedekahkan seorang muslim kepada muslim yang lain adalah memaafkan kesalahan orang lain kepada dirinya.

Kita hidup dalam lingkungan. Di sana ada banyak manusia yang tidak maksum, pasti mereka punya kesalahan. Sehingga ada sebagian di antara orang di sekitar kita yang mungkin menyakiti hati kita, mendzalimi fisik kita, mengambil sebagian harta kita. Karena orang di sekitar kita bukanlah manusia yang maksum dari maksiat.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

المسلِمُ إذا كانَ مخالطًا النَّاسَ ويصبِرُ على أذاهم خيرٌ منَ المسلمِ الَّذي لا يخالطُ النَّاسَ ولا يصبرُ على أذاهم

“Seorang muslim ketika dia hidup bersama masyarakat dan dia mampu bersabar terhadap gangguan apapun yang dia terima dari masyarakatnya, itu lebih baik daripada seorang muslim yang mungkin dia hidup menyendiri dan tidak gabung dengan masyarakatnya, dan dia tidak sanggup bersabar terhadap gangguan sesama muslim yang lain.” (HR. Tirmidzi)

Allah Tabaraka wa Ta’ala:

 خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِي

“Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”. [al-A’raaf/7: 199].

dari Abu Hurairah , bahwa Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ » [أخرجه مسلم]

“Tidaklah sedekah itu mengurangi dari harta sedikitpun. Tidaklah ada seseorang yang memberi maaf pada orang lain melainkan itu kemulian baginya, dan tidaklah ada seorang hamba yang tawadhu kecuali Allah akan angkat derajatnya“. [HR Muslim no: 2588].


Label