"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

Syaithan Menghiasi Kemaksiatan


Syaithan Menghiasi Kemaksiatan


Di antara trik syaithan dalam menyesatkan manusia adalah menghiasi perbuatan maksiat dan menjadikannya indah di hati mereka. Karena itu Anda akan mendapatinya menjadikan perbuatan syirik itu indah bagi pelakunya, termasuk pengagungan orang-orang shalih serta perbuatan bid'ah itu indah bagi pelakunya dan menganggapnya sebagai bukti ketaatan kepada Allah.

Syaithan menjadikan baik perbuatan maksiat di mata pelakunya, menghiasi indah perbuatan haram mereka, mendorong manusia untuk melakukannya dan menjadikan mereka merasa nikmat dengan tindakannya tersebut. Cara inilah yang ditempuh syaitan terhadap semua manusia. Allah berfirman:

قَالَ رَبِّ بِمَآ أَغْوَيْتَنِى لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ

Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,

Note:
  • Pada kata لَأُزَيِّنَنَّ ada huruf ل taukid dan ن taukid diakhir kata (ن taukid tsakilah yang berharakat) yang bermakna kesungguhan-kesungguhan (serius).
  • Sumpah ini mulai dilakukan kepada Adam dan merupakan makar atau tipu daya yang paling awal hingga diteruskan sampai sekarang. 
  • Menamai sesuatu yang haram menjadi baik dalam pandangan manusia, seperti mengumbar aurat disebut stylist, gaul, modern dan lainnya.
  • Jika dinamai baik, maka: akan terus dilakukan, tidak akan taubat dan ketika ditegur marah.



Iblis menghiasi pandangan Adam dengan indahnya memakan buah terlarang. 

Allah ﷻ berfirman:

هَلْ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ ٱلْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلَىٰ

"Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" (QS Thaha ayat 120).

Iblis menamakan buah terlarang itu dengan nama “syajaratul khuldi” (buah kekekalan). Inilah awal mula tipu daya yang dilakukan syaithan yang selanjutnya diwarisi oleh para pengikutnya yang ”menamakan sesuatu yang haram dengan nama-nama yang indah yang disenangi jiwa manusia. (Ighotsatul Lahfan 1/132-133).

Syaithan juga menghiasi indah perbuatan buruk kaum kafir yang mereka lakukan.

Allah ﷻ berfirman:

تَٱللَّهِ لَقَدْ أَرْسَلْنَآ إِلَىٰٓ أُمَمٍ مِّن قَبْلِكَ فَزَيَّنَ لَهُمُ ٱلشَّيْطَٰنُ أَعْمَٰلَهُمْ فَهُوَ وَلِيُّهُمُ ٱلْيَوْمَ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka syaitan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih. (QS. An-Nahl: 63)

Note:
  • Huruf ت merupakan salah satu huruf qosam. Huruf qasam (huruf sumpah) dalam bahasa Arab umumnya ada tiga, yaitu waw (و), ba (ب), dan ta (ت). Ketiga huruf ini digunakan untuk memperkenalkan kalimat sumpah atau qasam. Dengan kata Demi.
  • Peyembahan kuburan biasanya disebut sebagai pengagungan orang-orang sholih.

Allah ﷻ juga berfirman:

وَزَيَّنَ لَهُمُ ٱلشَّيْطَٰنُ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

".. Dan syaithan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.” (OS. Al-An'am: 43)

Allah ﷻ berfirman:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِىٍّ عَدُوًّا شَيَٰطِينَ ٱلْإِنسِ وَٱلْجِنِّ يُوحِى بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ ٱلْقَوْلِ غُرُورًا ۚ

"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaithan-syaithan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia) ...." (QS. Al-An'am: 112)

Artinya, masing-masing dari syaithan jin dan manusia menghiasi kepada yang lain kebathilan yang dia serukan dan menampakan kepadanya kata-kata yang indah sehingga nampak baginya dalam bentuk yang paling bagus. Tujuan syaithan adalah agar orang-orang yang bodoh tertipu. Orang-orang yang tidak mengetahui tentang kebenaran dan tidak memahami makna-makna akan terbuai dengan kata-kata indah dan ungkapan-ungkapan yang menipu, terdorong untuk berbuat sesuai kehendaknya. Akhirnya kebenaran dianggap sebagai kebathilan dan kebathilan sebagai kebenaran.

Karena itulah Allah ﷻ berfirman:

وَلِتَصْغَىٰٓ إِلَيْهِ أَفْـِٔدَةُ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِٱلْءَاخِرَةِ

“Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu....” (QS Al-Anam: 113)

Artinya, agar orang-orang yang tidak beriman dengan Hari Akhir tertarik dengan kata-kata yang indah. Mereka tertarik dengan hal itu karena mereka tidak beriman dengan Hari Akhir dan akal mereka picik.

Selanjutnya Allah berfirman:

وَلِيَرْضَوْهُ

"...Mereka merasa senang kepadanya...” (OS. Al-An'am: 113)

Artinya, setelah mereka tertarik, mereka pun merasa senang. Jadi, mereka sebelumnya tertarik, setelah merasa tertarik dan lihat ungkapan yang indah, mereka merasa senang.

Syaithan menghiasi di hati mereka perbuatan buruk menjadi keyakinan yang kokoh dan karakter yang melekat pada jiwa mereka. Hasil dari semua itu, mereka mengucapkan perkataan dan melakukan perbuatan yang lahir dari keyakinan yang salah.

Allah ﷻ berfirman:

أَلَمْ تَرَ أَنَّآ أَرْسَلْنَا ٱلشَّيَٰطِينَ عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ تَؤُزُّهُمْ أَزًّا

“Tidakkah kamu lihat bahwa Kami telah mengirim syaithan-syaithan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka membuat maksiat dengan sungguh-sungguh?” (QS. Maryam: 83)

Note:
Kata أَزًّا dalam ayat di atas adalah mashdar atau maf'ul mutlak, yaitu mashdar yang dibentuk dari fi'il yang ada di awal kalimat untuk memberi makna kesungguhan.

Artinya, syaithan mengerakkan dan mendorong mereka untuk berbuat maksiat dan segera melakukannya. (lihat Tafsir Ibnu Katsir, jilid. 3, hal 137 dan Tafsir asy-Syaukani jilid. 3, hal 352-353).

Di antara umat-umat yang diceritakan dalam al-Qur'an bahwa syaithan telah menghiasi kepada mereka perbuatan buruk adalah:

1. Kaum 'Aad dan Tsamud.

Allah Ta'ala berfirman:

وَعَادًا وَثَمُودَا۟ وَقَد تَّبَيَّنَ لَكُم مِّن مَّسَٰكِنِهِمْ ۖ وَزَيَّنَ لَهُمُ ٱلشَّيْطَٰنُ أَعْمَٰلَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ ٱلسَّبِيلِ وَكَانُوا۟ مُسْتَبْصِرِينَ

Dan (juga) kaum 'Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu (kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka. Dan syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang berpandangan tajam, (QS. Al-'Ankabut: 38)

2. Kaum Saba'

Allah ﷻ berfirman:

وَجَدتُّهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ لِلشَّمْسِ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ ٱلشَّيْطَٰنُ أَعْمَٰلَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ ٱلسَّبِيلِ فَهُمْ لَا يَهْتَدُونَ

Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk, (QS An-Naml ayat 24).

3. Orang-orang Kafir Quraisy

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Fussilat Ayat 25:

۞ وَقَيَّضْنَا لَهُمْ قُرَنَآءَ فَزَيَّنُوا۟ لَهُم مَّا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ...

Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang bagus apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka...

Artinya, kami tetapkan kepada mereka syaithan-syaithan dari golongan jin dan manusia. Lalu syaithan-syaithan itu menghiasi kepada mereka urusan dunia yang ada di hadapan mereka dan urusan akhirat yang ada di belakang mereka. Atau apa-apa yang mereka lakukan yang ada di hadapan mereka dan apa-apa yang mereka niatkan yang ada di belakang mereka.(Tafsir Ibnu Katsir, jilid 4 hal 97 dan Tafsir asy-Syaukani, jitid 4 hal 494).

Syaithan juga menjadikan kebanyakan orang-orang musyrik memandang baik tindakan membunuh anak-anak, karena takut beban nafkah, miskin atau terhina, sebagaimana firman Allah ﷻ :

وَكَذَٰلِكَ زَيَّنَ لِكَثِيرٍ مِّنَ ٱلْمُشْرِكِينَ قَتْلَ أَوْلَٰدِهِمْ شُرَكَآؤُهُمْ لِيُرْدُوهُمْ وَلِيَلْبِسُوا۟ عَلَيْهِمْ دِينَهُمْ ۖ

“Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang yang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka untuk membinasakan mereka dan untuk mengaburkan bagi mereka agama mereka ....” (QS. Al-An'am :137)

Artinya, pemimpin mereka dari kalangan jin dan manusia menghiasi indah kepada mereka perbuatan membunuh anak-anak mereka agar mereka binasa dan pemahaman agama mereka menjadi kabur. (Tafsir Asy-Syaukani jilid 2 hal 172 dan Tafsir al-Qasimi, jilid 5 hal. 731).

4. Orang-orang murtad.

Allah ﷻ berfirman:

إِنَّ ٱلَّذِينَ ٱرْتَدُّوا۟ عَلَىٰٓ أَدْبَٰرِهِم مِّنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ ٱلْهُدَى ۙ ٱلشَّيْطَٰنُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَىٰ لَهُمْ

Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. (QS Muhammad ayat 25).

Artinya, syaithan menghiasi indah perbuatan dosa bagi mereka dan memudahkan kepada mereka untuk terjerumus dalamnya, serta menjauhkan angan-angan mereka, dan menjanjikan kepada mereka panjang usia. (Lihat Tafsir asy-Syaukani, jilid 5 hal 40).

Betapa indahnya pemaparan Ibnul Qayyim tentang trik syaithan menghiasi indah perbuatan. Beliau berkata, “Tipu daya syaithan senantiasa menyihir akal manusia hingga membuatnya terpedaya dan tidak seorang pun yang selamat dari sihirnya, kecuali orang-orang yang dikehendaki oleh Allah. Perbuatan yang merusak dihiasi sehingga terlihat sebagai sesuatu yang amat berguna. Sebaliknya, perbuatan yang berguna dia tampakkan seakan berbahaya. Laa ilaaha illallaah, betapa banyak manusia yang terpedaya oleh sihir syaithan, betapa banyak hati yang terhalang dari mengenal Islam, iman dan ihsan karena sihirnya. Betapa banyak kebathilan yang ditampakkan dalam citra yang amat indah. Betapa banyak kebenaran yang diperlihatkan dalam gambaran yang amat buruk.

Diantaranya adalah upaya syaithan menghiasi indah para wanita bukan mahramnya dalam pandangan seorang muslim sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ yang artinya, “Sesungguhnya wanita itu menghadap ke depan dalam bentuk setan dan ke belakang dalam bentuk setan (pula)” (HR. Muslim no.2491).

Syaithanlah yang memperdaya akal manusia hingga mereka terjerumus ke dalam kubangan hawa nafsu dan fikiran-fikiran yang rancu. Dia bawa manusia ke tempat-tempat yang menyesatkan dan dia lemparkan mereka ke jurang-jurang kehancuran. Dia tampakkan indah penyembahan terhadap berhala, memutus tali silaturrahim, membunuh anak-anak perempuan. Dia janjikan kepada mereka Surga walau mereka dalam kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan. Dia tampakkan kemusyrikan sebagai pengagungan, mengingkari sifat-sifat Allah dan ketinggian-Nya sebagai pensucian terhadap-Nya, meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar sebagai bentuk kasih sayang kepada manusia dan bersikap baik terhadap mereka, dan dalam rangka mengamalkan prinsip, perhatikanlah dirimu sendiri. Ia tampilkan pula berpaling dari apa yang disampaikan Nabi dalam bentuk taqlid dan cukup mengikuti ucapan orang yang lebih tahu dari mereka. Ia tampakkan sifat munafik dan hipokrit terhadap agama Allah dalam kemasan logika kehidupan yang dengannya ssseorang dapat berinteraksi dengan sesama manusia. " (Lihat Tafsir Ibni Katsir jilid 2 hal 245 dan Tafsir as-Sa'di jlid 2 hal 194).

Di antara upaya syaithan menghiasi indah suatu perbuatan, yaitu dengan menampakkan indahnya perbuatan bid'ah dalam pandangan para pelakunya sehingga mereka meninggalkan Sunnah, menampakkan indahnya kemunafikan dalam pandangan orang-orang munafik sehingga mereka meninggalkan keimanan, menampakkan indahnya maksiat di mata para pelakunya sehingga menamakannya sebagai kebebasan. Mereka sebut induk segala kerusakan -minuman keras- dengan sebutan minuman rohani dan mereka sebut tempat-tempat pelacuran dengan nama kebebasan.

Syaithan juga menampakkan indahnya pemikiran sekulerisme dalam pandangan orang-orang sekuler dengan sebutan kemajuan dan perkembangan zaman, sehingga mereka mencampakkai Qur'an. Begitu pula syaithan menampakkan indahnya gerakan-gerakan sesat pada masa kini, seperti sosialisme, komunisme demokrasi, kapitalisme dan nasionalisme. Syaithan menampakkan semua ideologi itu sebagai jalan keselamatan dan solusi dari musibah manusia saat ini.

Penyebab Orang Sulit Bersyukur


Penyebab Orang Sulit Bersyukur


Seorang muslim wajib mensyukuri nikmat yang ia peroleh. Allah ta’ala berfirman :

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

“Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur” (QS. Al Baqarah: 152)

Dalam ayat ini, Allah ta’ala memerintahkan kepada kita untuk bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan dan melarang kita untuk berbuat kufur. Bahkan di ayat yang lain Allah mengancam orang-orang yang berbuat kufur dengan adzab yang pedih. 

Sebagaimana dalam firman Nya :

وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“… dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 7)

Di antara penyebab orang sulit bersyukur atau terjerembab ke dalam pusaran kufur nikmat adalah :

Pertama, Memakan Rizki Haram

Ketika hati ini sulit untuk bersyukur, perlu dicek; apakah ada sumber nafkah atau bahkan asupan yang haram masuk ke dalam tubuh kita?. Karena halal atau haramnya apa yang masuk ke dalam tubuh kita dapat berpengaruh terhadap perilaku kita sehari-hari. Firman Allah SWT :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah, 2:172).

Kedua, tidak menyadari bahwa semuanya dari Allah.

Ada orang yang berfikir bahwa rizkinya itu diperoleh karena usahanya sendiri saja, tidak ada campur tangan Allah. Kalau sekarang hidupnya kaya dan sangat mapan karena dirinya bekerja keras.

padahal, Jika bukan karena kasih sayang Allah, bisa jadi hidup akan terasa sulit dan hati menjadi semakin sempit, sebagaimana firman-Nya :

وَٱللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْـًٔا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمْعَ وَٱلْأَبْصَٰرَ وَٱلْأَفْـِٔدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl, 16:78).

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)” (QS. An Nahl: 53)

Ketiga, menghendaki balasan duniawi semata.

Bagi mereka yang hanya mengharapkan pahala dunia, maka harta dan segala macam kemewahan dunia itu lebih penting dari apapun.

Jangankan untuk bersyukur, untuk sekadar mengingat Allah saja pasti akan sangat sulit, karena yang ada dipikirannya hanyalah urusan dunia saja.

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا ۗ وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا ۚ وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ


“Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran, 3:145).

Keempat, karena kesombongan.

Kesombongan adalah salah satu musuh besar setiap orang. Orang yang sombong bagaimana mau mungkin bisa bersyukur.

وَكَذَٰلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لِيَقُولُوا أَهَٰؤُلَاءِ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِنَا ۗ أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ

“Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata: “Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?” (Allah berfirman): “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?” (QS. Al-An’am, 6:53).

Kelima, karena godaan syetan.

Syetan itu, sampai nanti akhir kehidupan akan terus menggoda umat manusia. Kalau kita tidak terus-menerus memperbaharuhi iman dipastikan langsung terbawa arus godaannya.

Janji Iblis ini Allah abadikan di dalam Alquran:

قَالَ فَبِمَآ أَغْوَيْتَنِى لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَٰطَكَ ٱلْمُسْتَقِيمَ * ثُمَّ لَءَاتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَٰنِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَٰكِرِينَ

Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.

kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” [Quran Al-A’raf: 16-17]

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan kondisi manusia yang sering lupa dengan nikmat-nikmat-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya,

يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ ٱللَّهِ ثُمَّ يُنكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ

“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” [Quran An-Nahl: 83]

Demikian juga firman Allah Ta’ala,

وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” [Quran Ibrahim: 34]

Dalam firman-Nya yang lain,

إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لِرَبِّهِۦ لَكَنُودٌ

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya.” [Quran Al-Adiyat: 6]

Kata Hasan al-Bashri tatkala menafsirkan ayat ini, “Manusia banyak mengingat-ingat musibah dan melupakan nikmat-nikmat.”

Hukum Meminta Syafaat Kepada Rasulullah



Hukum Meminta Syafaat Kepada Rasulullah

Dalam bahasa Arab, kata syafaat (شَفَاعَة) secara etimologis berarti "menggenapkan" atau "melengkapi" (lawan kata dari ganjil/witru). Secara terminologis, syafaat diartikan sebagai perantaraan atau permohonan yang diajukan oleh seseorang kepada pihak yang lebih tinggi kedudukannya untuk memberikan suatu manfaat atau menolak suatu bahaya bagi orang lain.

Diantara makna syafa’at diantaranya adalah perrminta ampunan dari dosa dan kesalahan melalui bantuan dan perantara orang lain untuk meminta ampunkan kepada Allah atas dosa dan kesalahannya.

Ibnul Atsir mengatakan, “Yang dimaksud dengan syafa’at adalah meminta untuk diampuni dosa dan kesalahan di antara mereka.
(An-Nihayah fi Ghoribil Atsar, Abus Sa’adat Al Mubarok bin Muhammad, 2/1184)

Diantara syafaat / pertolongan yang dibutuhkan oleh seorang hamba pada hari kiamat adalah syafaat dari Nabi Muhammad kepada umatnya yang memenuhi kriteria yang telah dijelaskan oleh alquran dan hadist , kepada siapa dan dengan sebab apa ia dapat mendapatkannya,

Hakikat syafa’at Nabi Muhammad adalah do’a yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam simpan untuk umatnya di hari kiamat nanti. Sebagaimana riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لِكُلِّ نَبِىٍّ دَعْوَةٌ يَدْعُو بِهَا ، وَأُرِيدُ أَنْ أَخْتَبِئَ دَعْوَتِى شَفَاعَةً لأُمَّتِى فِى الآخِرَةِ

“Setiap Nabi memiliki do’a (mustajab) yang digunakan untuk berdo’a dengannya. Aku ingin menyimpan do’aku tersebut sebagai syafa’at bagi umatku di akhirat nanti.” (HR. Bukhari, no. 6304)

Dan harus dipahami bahwa syafaat pada dasarnya adalah milik Allah, namun Dia mengizinkan sebagian makhluknya dari orang orang yang memupunyai keistimewaan baik dari para nabi, sahabat, syuhada’, orang shalih dan yang lainnya untuk memintakan pertolongan kepada Allah atas para hamba lain yang berhak untuk menerimanya sesuai dengan ketentuan dan syarat yang telah jelaskan oleh para ulama. Sebagaimana firman Allah Ta’ala.

وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَىٰ

“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai(Nya)”. [QS. An-Najm/53 : 26]

Dan firmanNya.

مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ

“Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya” [QS. Al-Baqarah/2 : 255]

يَوْمَئِذٍ لَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَٰنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلًا

“Pada hari itu tidak berguna syafa’at, kecuali (syafa’at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya dan Dia telah meridhai perkataanNya”. [QS. Thaha/20 : 109]

Dari beberapa ayat diatas dan hadist semisal para ulama memberikan kesimpulan terhadap beberapa syarat syafaat yang Allah akan berikan kepada seorang hamba diantara lain yaitu:

1. Keridhaan Allah terhadap yang memberi syafa’at (syafi’)
2. Keridhaan Allah terhadap yang diberi syafa’at (masyfu’ lahu)
3. Izin Allah Ta’ala bagi syafi’ untuk memberi syafa’at.

Bila syarat diatas tidak dapat diwujudkan maka syafaat akan tertolak dan tidak bermanfaat, sebagaimana yang Allah katakan,”

فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ

“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at”. [QS. Al-Muddatsir/74 : 48]

Apakah Nabi Muhammad dapat memberikan syafaat kepada umatnya?

Maka bisa dikatakan bahwa benar, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diberikan keistimewaan untuk memberikan beberapa syafaat khusus kepada umatnya bahkan kepada seluruh umat manusia dari para nabi sebelumnya.

Sebagaimana dalam satu riwayat dari yang disebutkan dalam shahih Al-Bukhari, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma:

إِنَّ النَّاسَ يَصِيرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ جُثًا. كُلُّ أُمَّةٍ تَتْبَعُ نَبِيَّهَا يَقُولُونَ يَا فُلَانُ اشْفَعْ يَا فُلَانُ اشْفَعْ حَتَّى تَنْتَهِيَ الشَّفَاعَةُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَذَلِكَ يَوْمَ يَبْعَثُهُ اللَّهُ الْمَقَامَ الْمَحْمُودَ

“Sesungguhnya pada hari Kiamat kelak manusia akan menjadi bangkai. Setiap umat akan mengikuti Nabinya hingga mereka saling berkata; ‘Ya Fulan, berilah aku syafaat. Ya fulan, berilah aku syafaat.’ Sampai akhirnya mereka mendatangi Nabi Muhammad. Itulah hari ketika Allah membangkitkan Nabi Muhammad pada kedudukan yang terpuji.” (HR. Al-Bukhari No 4718)

Rasulullah dapat memberikan syafaat kepada manusia lain dengan seizin Allah ta`ala, sebagaimana hadist,”

ثُمَّ يُقَالُ يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ سَلْ تُعْطَهْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَقُولُ أُمَّتِي يَا رَبِّ أُمَّتِي يَا رَبِّ أُمَّتِي يَا رَبِّ فَيُقَالُ يَا مُحَمَّدُ أَدْخِلْ مِنْ أُمَّتِكَ مَنْ لا حِسَابَ عَلَيْهِمْ مِنْ الْبَابِ الْأَيْمَنِ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ وَهُمْ شُرَكَاءُ النَّاسِ فِيمَا سِوَى ذَلِكَ مِنْ الْأَبْوَابِ

“Kemudian dikatakan: Hai Muhammad, angkatlah kepalamu, mintalah pasti kau diberi, berilah syafaat nicaya kau diizinkan untuk memberi syafaat. Maka aku mengangkat kepalaku, aku berkata, Wahai Rabb, umatku, wahai Rabb, umatku, wahai Rabb, umatku. Dia berkata, Hai Muhammad, masukkan orang yang tidak dihisab dari umatmu melalui pintu-pintu surga sebelah kanan dan mereka adalah sekutu semua manusia selain pintu-pintu itu.” (HR Al-Bukhari No 4343)

Diantara dalil dari hadist yang menunjukkan bahwa syafaat Rasulullah adalah atas izin Allah dan dengan batasan yang di izinkan Allah ta`ala . Sebagaimana syafaat beliau kepada paman yang sangat dicintainya bahwa ternyata syafaat beliau tidaklah mutlak untuk bisa memasukkan pamannya di dalam surga . Disebutkan di dalam hadist dari dari Abu Sa’id Al-Khudzri radhiyallahu’anhu, ia mendengar Rasulullah yang ketika paman beliau, Abu Thalib, sedang diperbincangkan.

Maka beliau bersabda, 

لَعَلَّهُ تَنْفَعُهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ، فَيُجْعَلُ فِي ضَحْضَاحٍ مِنَ النَّارِ يَبْلُغُ كَعْبَيْهِ، يَغْلِي مِنْهُ أُمُّ دِمَاغِهِ

“Semoga syafaatku berguna baginya, sehingga ia tidak diletakkan dalam neraka yang dalam, yang tingginya sebatas kedua mata kakinya, namun itu pun menjadikan ubun-ubun kepalanya mendidih.” (HR Al-Bukhari No 6564)

hadist ini menunjukkan keterbatasan syafaat Rasulullah sesuai dengan apa yang di izinkan oleh Allah ta`alaa tidak menjadikan pamannya masuk kedalam surga karena kekufurannya.

Apakah diperbolehkan meminta syafaat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam?

Bila melihat syarat diatas, bahwa syafaat adalah hak priogratif Allah, diberikan kepada hamba yang di kehendakinya maka seyogyanya kita meminta syafaat hanya kepada Allah semata, bukan meminta dan berdoa kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Karena bisa jadi akan menyeret kita kepada keyakinan bahwa Rasulullah mempunyai kemampuan untuk memberikan syafaat pada hari kiamat.

Sepantasnya kita berdoa dan meminta syafaat hanya kepada Allah ta`ala untuk di berikan syafat nabiNya pada hari kiamat, karena tiada yang dapat menolong kecuali hanya pertolongan Allah semata.

Dengan kita berdoa dan berusaha melakukan faktor penyebab mendapatkan berbagai syafaat yang diajarkan, termasuk di dalamnya berdoa untuk mendapatkan syafaat dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berharap dengan doa kita kepada Allah dan usaha kita untuk menjalankan segala apa yang di cintai, Allah memberikan syafaat nabi Muhammad kepada kita semua.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا (سورة الزمر: 44)

Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya.” (Qs. Az-Zumar: 44)

Berkata syekh bin baz sebagaimana yang dinukilkan di dalam islamqa no fatwa 132626 ketika menjelaskan pertanyaan senada dalam masalah ini, beliau menegaskan,”Kesimpulannya adalah bahwa meminta syafaat dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam atau dari orang yang sudah mati lainnya adalah perkara yang tidak dibolehkan. Hal tersebut berdasarkan kaidah syar’i termasuk syirik besar, karena dia meminta sesuatu kepada yang sudah wafat apa yang dia tidak memiliki kemampuan di atasnya. Seperti dia meminta agar yang sakit disembuhkan, atau minta pertolongan terhadap musuh, atau menolong orang yang sedang menderita atau semacamnya. Itu semua termasuk perkara syirik besar. Tidak ada bedanya dia meminta kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, atau kepada Syek Abdul Qadir Jaelani, atau kepada syekh fulan atau syekh fulan, atau dari Syekh Badawi, atau meminta kepada Husain dan selainnya. Meminta-minta kepada orang sudah mati adalah perkara yang tidak dibolehkan dan dia termasuk jenis syirik.”

Sehingga, tidak boleh meminta syafaat dengan seakan berdoa dan meminta kepada Rasulullah, karena semua harus di arahkan doa hanya kepada Allah.

Dan cara untuk mendapatkan syafaat Rasulullah dengan cara mengikuti apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah, berusaha mencari faktor apa saja yang bisa menghantarkan seorang hamba untuk mendapatkan syafaat Allah melalui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bukan hasil dari mengarang pikiran diri sendiri.

Wallahu a`lam.

Larangan Berlebihan Memuliakan Nabi


Larangan Berlebihan Memuliakan Nabi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang sikap berlebih-lebihan dalam memuliakan dan memuji beliau. Karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang berlebih-lebihan dalam memuji beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ؛ فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللّٰهِ وَرَسُوْلُهُ

“Janganlah kalian memujiku berlebih-lebihan seperti orang-orang Nasrani memuji berlebihan terhadap Isa putra Maryam, sesungguhnya aku hanya hamba, maka ucapkanlah hamba Allah dan RasulNya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ

“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (al-Qur`an) kepada hambaNya.” (Al-Kahfi: 1).

Allah Ta’ala juga berfirman,

تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ

“Maha banyak berkah Allah Yang telah menurunkan al-Furqan (al-Qur`an) kepada hambaNya (Muhammad).” (Al-Furqan: 1).

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ الله يَدْعُوهُ

“Dan sesungguhnya ketika hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembahNya (melaksanakan shalat).” (Al-Jin: 19).

Allah Ta’ala juga berfirman,

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ

“Wahai Rasul (Muhammad)!” (Al-Ma`idah: 41).

Dan Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ

“Wahai Nabi!” (Al-Ahzab: 1).

bersikap ghuluw terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sesuatu yang merupakan syirik itu sendiri. Semua itu terlihat pada syair-syair dan ucapan-ucapan mereka, seperti ucapan al-Bushiri dalam al-Burdahnya yang dia tujukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

يَا أَكْرَمَ الْخَلْقِ مَا لِيْ مَنْ أَلُوْذُ بِهِ

Wahai makhluk paling mulia tidak ada bagiku untuk berlindung kepadanya

سِوَاكَ عِنْدَ حُلُوْلِ الْحَادِثِ الْعَمَمِ

selain dirimu saat terjadi peristiwa berat yang bertubi-tubi

Dalam hadits Abdullah bin asy-Syikhkhir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

‏اِنْطَلَقْتُ مَعَ وَفْدِ بَنِيْ عَامِرٍ إِلَى الرَّسُوْلِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقُلْنَا: أَنْتَ سَيِّدُنَا وَابْنُ سَيِّدِنَا، فَقَالَ‏:‏ ‏اَلسَّيِّدُ: اَللّٰهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى‏،‏ فَقُلْنَا‏:‏ وَأَفْضَلُنَا فَضْلًا وَأَعْظَمُنَا طَوْلًا، فَقَالَ‏:‏ قُوْلُوْا بِقَوْلِكُمْ -أَوْ بَعْضِ قَوْلِكُمْ-، وَلَا يَسْتَجْرِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ

“Aku ikut dalam delegasi Bani Amir yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kami berkata, ‘Engkau adalah Sayyid kami.’ Maka Rasulullah menjawab, ‘As-Sayyid adalah Allah.’ Kami berkata, ‘Engkau adalah orang terbaik kami dan paling besar jasanya.’ Maka beliau bersabda, ‘Ucapkanlah perkataan kalian atau sebagian dari perkataan kalian, jangan sampai setan menyeret kalian.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad jayyid.

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits,

‏اَلسَّيِّدُ: اَللّٰهُ

“As-Sayyid adalah Allah.”

Maksudnya, adalah bahwa Sayyid yang hakiki adalah Allah, dan bahwa semua makhluk adalah hamba-hambaNya. Bila kata ini diberikan kepada Allah maka maknanya adalah Pemilik, Penolong dan ar-Rabb.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata tentang Firman Allah,

الله الصَّمَدُ

“Allah tempat bergantung semua makhluk.” (Al-Ikhlash: 2)

“Yakni, Sayyid yang sempurna dalam segala bentuk kesayyidan.”

Ibnul Atsir berkata, “Mengenai hal ini disebutkan bahwa seorang laki-laki Quraisy datang dan berkata, “Engkau adalah Sayyid Quraisy.” Maka Nabi menjawab, “As-Sayyid adalah Allah.” Yakni, Allah-lah Yang berhak menyandang sayyid;

sepertinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak suka disanjung di depannya, karena beliau suka bersikap tawadhu’.

Mengenai hadits,

‏أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلَا فَخْرَ

“Aku adalah Sayyid anak cucu Adam tanpa berbangga.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkannya untuk mengabarkan tentang sesuatu yang dengannya Allah memuliakan beliau, berupa keutamaan dan bahwa beliau adalah sayyid, dalam konteks membicarakan nikmat Allah kepada beliau, memberitahu umat beliau, agar iman mereka sesuai dengan tuntutan dan konsekuensinya.

Di antara yang menjelaskan hal ini adalah hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,

‏أَنَّ نَاسًا قَالُوْا: يَا خَيْرَنَا وَابْنَ خَيْرِنَا، وَسَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا، فَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، قُوْلُوْا بِقَوْلِكُمْ وَلَا يَسْتَهْوِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ، أَنَا مُحَمَّدٌ، عَبْدُ اللّٰهِ وَرَسُوْلُهُ، مَا أُحِبُّ أَنْ تَرْفَعُوْنِيْ فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِيْ أَنْزَلَنِي اللّٰهُ عَزَّ وَجَلَّ ‏

“Bahwa beberapa orang berkata, ‘Wahai orang terbaik kami dan anak orang terbaik kami; sayyid kami dan putra sayyid kami.’ Maka beliau menjawab, ‘Wahai manusia, ucapkanlah perkataan kalian, jangan sampai setan menyeret kalian memperturutkan hawa nafsu. Aku adalah Muhammad, hamba Allah dan RasulNya. Aku tidak suka kalian mengangkatku melebihi kedudukan yang Allah mendudukkanku padanya’.” Diriwayatkan oleh an-Nasa`i dengan sanad jayyid.

Hal seperti ini banyak dijumpai dalam as-Sunnah, seperti: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ؛ فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللّٰهِ وَرَسُوْلُهُ‏

“Janganlah kalian memujiku berlebih-lebihan seperti orang-orang Nasrani memuji berlebihan Isa putra Maryam, sesungguhnya aku hanya seorang hamba, maka ucapkanlah hamba Allah dan RasulNya.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

‏إِنَّهُ لَا يُسْتَغَاثُ بِيْ، وَإِنَّمَا يُسْتَغَاثُ بِاللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Istighatsah itu tidak patut kepadaku akan tetapi hanya kepada Allah Ta’ala.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga melarang saling memuji dengan larangan keras, seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada seseorang yang memuji seseorang,

وَيْلَكَ،‏ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ

“Celaka kamu, kamu telah memotong leher saudaramu.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

‏إِذَا لَقِيْتُمُ الْمَدَّاحِيْنَ فَاحْثُوْا فِيْ وُجُوْهِهِمُ التُّرَابَ

“Jika kalian bertemu orang-orang yang gemar memuji, maka lemparkanlah tanah ke wajah mereka.”

Hal ini karena orang yang memuji dikhawatirkan bersikap berlebih-lebihan dan orang yang dipuji dikhawatirkan terkena sikap ujub, dan keduanya berdampak buruk bagi akidah.

Tinggal pertanyaan, bolehkah mengucapkan sayyid kepada manusia?

Al-Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Manusia berbeda pendapat tentang penggunaan kata sayyid untuk seseorang. Ada yang melarangnya, pendapat ini dinukil dari Imam Malik rahimahullah. Pendapat ini berdalil dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat sebagian orang berkata kepada beliau,

يَا سَيِّدَنَا، فَقَالَ‏:‏ ‏اَلسَّيِّدُ: اَللّٰهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى

“Wahai Sayyid kami.” Maka Nabi menjawab, “As-Sayyid adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala.”

Ada juga yang membolehkan, dan mereka berdalil dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada orang-orang Anshar,

‏قُوْمُوْا إِلَى سَيِّدِكُمْ‏

“Bangkitlah kepada Sayyid kalian.”

Dan ini lebih shahih dari hadits pertama.”

Pensyarah berkata, “Tentang pendalilan mereka kepada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Bangkitlah kepada Sayyid kalian”, yang nampak darinya adalah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengarahkan sabda ini kepada Sa’ad, sehingga masalah ini memerlukan perincian.”

Maksud perincian adalah tidak boleh mengarahkan kata ini secara langsung kepada seseorang, “Kamu adalah sayyid”, untuk memujinya; dan boleh bila yang bersangkutan tidak hadir, dan dia memang berhak menyandangnya. Inilah yang menyatukan di antara dalil-dalil. Wallahu a’lam.


Referensi:

Panduan Lengkap Membenahi Akidah Berdasarkan Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Darul Haq, Jakarta, Cetakan IV, Shafar 1441 H/ Oktober 2019 M.

Ringkasan Kelahiran Baginda Nabi Sallaahu ‘alaihi wa sallam



Ringkasan Kelahiran Baginda Nabi Sallaahu ‘alaihi wa sallam


Kejadian Sebelum Kelahiran

Menjelang kelahiran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Makkah menyaksikan beberapa kejadian yang penting. Pada edisi sebelumnya, telah dikisahkan tentang Abdul Muththalib yang menggali kembali sumur Zamzam juga tentang wafatnya Abdullah, Lebih-Iebih kisah tentara bergajah yang diabadikan pula di dalam Al Quranul Karim.

Nabi kita lahir dalam keadaan yatim

Kita tahu orang tua Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ‘Abdullah dan Aminah. ‘Abdullah bin ‘Abdul Muthallib menikah dengan Aminah binti Wahab dari kabilah Zuhrah, kemudian pergi ke Syam (Gazzah, jalur Gaza) bersama dengan kafilah perdagangan Quraisy.

Sepulang dari perdagangan, ‘Abdullah mampir di rumah saudara dari ibunya dari kabilah An-Najjar karena mengeluh sakit. Dia menginap karena sakit beberapa lamanya, kemudian akhirnya meninggal dan dikuburkan di Madinah. Pada waktu itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih dalam kandungan berusia dua bulan, umur ‘Abdullah pada waktu itu adalah 25 tahun. Berarti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir dalam keadaan yatim. Yang dimaksud yatim adalah ditinggal mati oleh ayah sebelum baligh. Penyebutan yatimnya beliau inilah yang disebutkan dalam ayat,

أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ

“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim lalu Dia melindungimu?” (QS. Adh-Dhuha: 6)

Beberapa pelajaran yang bisa diambil dari keadaan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lahir dalam keadaan yatim:

1- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan setelah ayahnya meninggal. Ini adalah cobaan terberat pada seorang anak.

2- Dakwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah meneruskan jejak ayahnya karena ketika beliau lahir, ‘Abdullah sudah meninggal dunia. Inilah salah satu hikmah kenapa Nabi Muhammad ditakdirkan lahir dalam keadaan yatim.

3- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan dalam keadaan yatim menjadikan beliau lebih respon dengan nilai-nilai kemanusiaan karena orang yang telah merasakan berbeda jauh dengan yang belum pernah melalui masa itu. Anak orang kaya bagaimana pun respon sosialnya tidak akan bisa merasakan perihnya kemiskinan.

4- Kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam usia balita bersama ibunya tanpa ditemani ayahnya menunjukkan peran seorang ibu dalam mendidik anak. Lihat para Nabi yang hidup bersama ibunya seperti Nabi Ismail, Nabi Musa, dan Nabi Isa bin Maryam.

5- Allah Ta’ala menakdirkan Nabi-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai anak yatim hingga peranan kasih sayang ayah tidak mempengaruhi tarbiyahnya, tetapi langsung diambil alih oleh Allah, sebagaimana dinyatakan Allah kepada Musa ‘alaihis salam,

وَاصْطَنَعْتُكَ لِنَفْسِي

“Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku.” (QS. Thaha: 41)

6- Ada juga pelajaran penting, beliau dilahirkan dalam keadaan yatim agar bisa menghibur anak yatim lainnya di setiap zaman dan tempat, bahwa menjadi yatim bukanlah musibah. Lihat As-Sirah An-Nabawiyah, hlm. 93.

Tahun Gajah : TENTARA BERGAJAH (ASHHABUL FlL)

Ketika matahari mulai terbit, tiba-tiba dari arah Iaut, serombongan burung dengan cepat menuju tempat pasukan abrahah. Ternyata, masing-masing burung membawa beberapa butir batu dengan mulut dan kedua cakarnya lalu menjatuhkan batu-batu tersebut hingga menembus tubuh mereka, mematahkan tulang dan melubangi perut-perut mereka.


Allah  berfirman mengabadikan kisah ini dalam firman-Nya:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (١) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (٢) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (٣) تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (٤) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (٥)

”Apakah kamu tidak memerhatikan bagaimana Rabbmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka‘bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” [Q.S. Al Fil: 1-5].

Kejadian besar itu terekam dalam ingatan bangsa Arab, dan dijadikan sebagai satu penanda waktu, Tahun Gajah. Pada tahun itulah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dilahirkan.

Hari, Tanggal dan bulan

Senin, bulan Rabi’ul Awwal tahun gajah, di tengah-tengah perkampungan keluarga Bani Hasyim di kota Makkah, seiring dengan fajar yang menyingsing menyibak tirai malam, lahirlah bayi agung yang suci itu. Tanpa jerit tangis, bayi itu keluar dengan mudahnya dari rahim Aminah, wanita mulia dari Bani Zuhrah.

Lahir Hari Senin

Dari Abu Qotadah Al Anshori radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab,

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ

“Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.” (HR. Muslim no. 1162)

Imam Ibnu Katsir, dalam Kitabnya Bidayah Wannihayah telah menjelaskan, tentang perbedaan pendapat para ulama tentang tahun, bulan, tanggal, hari hingga waktu ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dilahirkan.

  • Sebagian ulama berpendapat, bahwa beliau lahir pada bulan Rabiul Awal.
  • Yang lain berpendapat, beliau lahir bulan Muharram, Safar dan Rajab.
  • Ibnu Abdil Barr mengatakan tanggal 12 Ramadhan.
  • Sebagian ulama yang lain mengatakanpada tanggal 2, 9, 17 Rabiul Awal.
  • Ibnu Hazm berpendapat bahwa kelahirannya pada tanggal 8 Rabiul Awal.
  • Ibnu Ishaq berpendapat pada tanggal 12 Rabiul Awal.
  • Ibnu Abbas, mengatakan pada hari Senin tanggal 18 Rabiul Awal.

hal ini membuktikan bahwa tidak ada satupun diantara para ulama dan juga sahabat nabi yang tahu persis kapan beliau dilahirkan.

Sedangkan ahli hisab dan falak seperti al-Ustadz Mahmud Basya al-Falaki, al-Ustadz Muhammad Sulaiman al-Manshur Fauri (sebagaimana dinukil oleh Shofiyurrohman al-Mubarokfuri dalam ar-Rahiqul Makhtum, hal. 62) meneliti bahwa hari Senin, hari lahir beliau bertepatan dengan 9 Rabi’ul Awwal. Dan inilah yang dinilai lebih tepat.

Telah tetap tanpa keraguan bahwa kelahiran beliau adalah pada 20 April 571 M (tahun Gajah), sebagaimana telah tetap juga bahwa beliau wafat pada 13 Rabiul Awal 11 H yang bertepatan dengan 6 Juni 632 M. Dengan mengubah tahun-tahun ini pada hitungan hari akan ketemu 22.330 hari dan bila diubah ke tahun qamariyyah, akan ketemulah bahwa umur beliau 63 tahun lebih tiga hari.

Ibu susu Nabi

Tsuwaibah:
Ia adalah seorang budak wanita milik paman Nabi Muhammad, Abu Lahab, yang juga pernah menyusui Nabi SAW.

Ada hadits yang menyebutkan bahwa Abu Lahab akan diringankan siksanya di akhirat karena bergembira atas kelahiran rasul. Mengenai hal ini telah dijawab oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani sebagai berikut.

Hadits tersebut menunjukkan bahwa kafir masih dapat kemanfaatan dari amalan kebajikan di akhirat. Namun hal ini bertentangan dengan tekstual ayat Qur’an yang menyebutkan,

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23)

Ummu Aiman, dikemudian hari dinikahkan dengan zaid bin haritsah

Halimah binti Abu Dzuaib As-Sa'diyah

Kenapa sampai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam punya ibu susu?

Ada dua alasan:

1- Untuk menghindari polusi pergaulan kota dan untuk menghirup udara segar pedesaan. Apalagi kota Mekkah saat itu didatangi oleh banyak pengunjung yang berasal dari penjuru dunia dengan beragam jenis manusianya. Mereka datang untuk menunaikan haji, kunjungan hingga berdagang dan lainnya. Kondisi tersebut berpotensi mengotori pergaulan dan moral.

2- Bayi yang dikirim untuk diasuh di pedalaman dimaksudkan untuk membiasakan mereka berbahasa Arab yang bagus dan untuk menghindari kesalahan dalam berbahasa Arab. Pelajarannya, penting bagi kita untuk menjaga murninya bahasa Arab yang merupakan bahasa dari kitab suci kita.

Khitan

Pendapat Pertama: 

Dilakukan pada hari ketujuhBanyak riwayat menyebutkan bahwa Abdul Muthalib, yang mengkhitan beliau ketika berusia tujuh hari dan memberi nama Muhammad.
Mengikuti tradisi Arab: Pengkhitan pada usia tersebut adalah kebiasaan yang umum dilakukan oleh bangsa Arab pada waktu itu.

Pendapat Kedua :

Dikhitan saat dibelah dadanya oleh para malaikat ketika dalam asuhan Halimah.

Pendapat Ketiga:

Lahir sudah dalam kondisi berkhitan: Ada catatan dan riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad lahir dalam keadaan sudah berkhitan. Namun, Syaikh Shafiyyurahman al Mubarakfuri menyebutkan bahwa tidak ada hadis yang valid untuk mendukung klaim ini.

Hadits-hadits yang berkaitan masalah ini memang banyak, tetapi semuanya lemah, di antaranya hadits,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: رَسُلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مِنْ كَرَامَتِيْ عَلَى اللهِ أَنْ وُلِدْتُ مَخْتُوْنًا وَلَمْ يَرَ أَحَدٌ سَوْأَتِيْ

“Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Termasuk bagian karamahku (kemuliaanku) dari Allah, aku dilahirkan dalam keadaan telah dikhitan, dan tidak seorang pun melihat auratku.”

Perjalanan Menuju Surga



Perjalanan Menuju Surga


Sesungguhnya kita semua adalah musafir, berjalan di atas jalan panjang yang penuh liku dan penuh ujian. Kita bukanlah penduduk dunia sejati, karena jiwa ini selalu merindukan keabadian dan keabadian itu bukan di dunia ini. Kita diciptakan untuk tempat yang lebih tinggi, tempat yang lebih suci, tempat yang kekal nan abadi.

Allah ﷻ berfirman:

يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ

“Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Tuhanmu, maka kamu akan menemui-Nya.” (Al-Insyiqaq: 6)

Dunia ini hanyalah tempat singgah sementara. Ia bukan tempat tinggal, tapi tempat pertarungan antara sabar dan hawa, antara iman dan dunia, antara cahaya dan gelap gulita. Di sinilah kita menanam benih amal, yang kelak akan kita panen di negeri yang kekal.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

“الدُّنْيَا مَزْرَعَةُ الْآخِرَةِ، مَنْ زَرَعَ خَيْرًا حَصَدَ سُرُورًا، وَمَنْ زَرَعَ شَرًّا حَصَدَ شُرُورًا”

“Dunia adalah ladang akhirat. Siapa menanam kebaikan akan memanen kegembiraan, dan siapa menanam keburukan akan memanen kesengsaraan.”
(al-Fawāid, hlm. 109)

Perjalanan itu dimulai sejak ruh ditiupkan ke dalam rahim, lalu kita dilahirkan, tumbuh dewasa, lalu datang kepastian tak pernah bisa ditolak, yakni kematian.

Allah ﷻ berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

“Setiap jiwa akan merasakan kematian.” (Al-Ankabut: 57)

Rasulullah ﷺ bersabda:

« أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ: الْمَوْتِ »

“Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan, yaitu kematian.” (HR. Tirmidzi no. 2307 – hasan shahih)

Setelah itu, ruh akan memasuki alam barzah. Di sana tidak ada harta, tidak ada pangkat kedudukan, tidak ada keluarga. Hanya amal yang setia menemani, hanya takwa yang akan menjadi pelindung diri.

Lalu manusia dibangkitkan pada hari yang menggetarkan dada. Semua akan berdiri dalam keadaan telanjang, tak beralas kaki, penuh ketakutan, dan berharap rahmat Allah Ta’ala semata.

Allah ﷻ berfirman:

يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ

“Pada hari ketika manusia berdiri menghadap Rabb seluruh alam.” (Al-Mutaffifin: 6)

Lalu diberikan kepadanya kitab catatan amal. Jika ia menerima dengan tangan kanan, maka itu adalah kabar bahagia dan kemenangan yang besar.

فَأَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِيْنِهِ. فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيْرًا.   وَيَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُوْرًا.

“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.” (QS. Al-Insyiqaaq: 7-9)

Namun, siapa yang menerima catatan dengan tangan kiri, maka neraka adalah tempat kembali.

Rasulullah ﷺ bersabda:

« مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ عُذِّبَ »

“Barang siapa diinterogasi dalam hisabnya, maka dia akan disiksa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah hisab, dibentangkanlah jembatan shirath di atas neraka Jahannam. Tidak ada jalan lain menuju surga kecuali harus melewatinya. Tajam seperti pedang, tipis seperti rambut, di bawahnya api, di sekelilingnya gelap, dan di atasnya manusia melewati sesuai dengan amalannya ketika di dunia.

Rasulullah ﷺ bersabda:

« يُضْرَبُ الصِّرَاطُ بَيْنَ ظَهْرَيْ جَهَنَّمَ »

“Akan dibentangkan Shirath di atas Jahannam.” (HR. Muslim, no. 195)

Orang beriman akan melewatinya dengan cahaya, sesuai kadar amalnya. Ada yang seperti kilat, seperti angin, ada yang merangkak dan terseret karena beban dosa yang berat.

Hingga mereka tiba di pintu surga, tempat yang penuh cahaya, harum semerbak, dan damai udaranya. Malaikat menyambut mereka dengan penuh cinta:

وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا

“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Rabb mereka digiring ke dalam surga secara berkelompok.” (Az-Zumar: 73)

سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ

“Salam sejahtera atas kalian. Kalian telah baik, maka masuklah ke dalamnya untuk tinggal selama-lamanya.” (Az-Zumar: 73)

Surga adalah negeri yang tak ada bandingannya. Di sana tidak ada kematian, tidak ada kesedihan, tidak ada penyesalan. Di dalamnya ada apa yang jiwa inginkan dan mata senangi.

Allah ﷻ berfirman:

فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ

“Tak seorang pun mengetahui apa yang Allah rahasiakan untuk mereka, sebagai penyejuk mata.” (As-Sajdah: 17)

Rasulullah ﷺ bersabda:

« فِيهَا مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ، وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلَا خَطَرَ عَلَىٰ قَلْبِ بَشَرٍ »

“Di dalam surga terdapat kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terlintas di hati manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mereka tinggal bersama orang-orang shalih, nabi-nabi, syuhada, dan para pecinta Allah. Di sanalah mereka akan melihat wajah Allah ﷻ, puncak dari segala kenikmatan dan kebahagiaan.

وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ

“Dan di sisi Kami ada tambahan.” (Qaf: 35)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

“Seandainya satu-satunya kenikmatan surga adalah mendengar firman Allah, maka itu saja telah cukup sebagai puncak kebahagiaan.” (Hadi al-Arwah, hlm. 98)

Tidakkah kita ingin berada di sana? Bersama Nabi Muhammad ﷺ? Di bawah naungan Arsy Allah yang Maha Perkasa? Maka bersegeralah.

Apa yang harus kita bawa agar sampai ke sana?

Allah ﷻ memanggil para hamba-Nya yang beriman:

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ

“Bersegeralah kalian menuju ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi…” (Ali ‘Imran: 133)

Bergegaslah sebelum waktu habis. Beramalah sebelum napas terputus. Bertakwalah sebelum pintu tertutup.

Kita diperintah untuk bergegas, bukan menunda. Sebab waktu bukan milik kita. Ajal tidak menunggu kesiapan kita.

Amal yang paling utama yang mengantarkan seseorang ke surga adalah tauhid yang murni dan takwa yang sejati.

Allah ﷻ berfirman:

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَنَعِيمٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan kenikmatan.” (At-Tur: 17)

Takwa yang menghiasi shalat, mendorong untuk sabar, memanggil supaya jujur, dan menjadikan hidup ini persembahan yang bersih kepada Allah Ta’ala semata.

Rasulullah ﷺ bersabda:

«مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ»

“Barang siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara dua bibirnya (lisannya) dan dua kakinya (kemaluannya), maka aku jamin baginya surga.” (HR. Bukhari)

Amal-amal yang mengantarkan ke surga bukanlah sesuatu yang jauh. Ia ada dalam keseharian kita:

– Shalat lima waktu, kunci utama.
– Puasa wajib dan sunnah
– Sedekah
– Dzikir, yang menenangkan jiwa dan menghidupkan hati.
– Menahan amarah dan memaafkan, itulah akhlak penghuni surga.

Allah ﷻ berfirman:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“(yaitu) orang-orang yang berinfak di waktu lapang maupun sempit, yang menahan amarah dan memaafkan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan.” (Ali ‘Imran: 134)

Jangan remehkan amal yang kecil namun ikhlas. Satu ucapan, satu langkah, satu tetes air mata, bisa menjadi sebab surga bila ia tulus karena Allah Ta’ala.

Nabi ﷺ bersabda:

« لَقَدْ رَأَيْتُ رَجُلًا يَتَقَلَّبُ فِي الْجَنَّةِ فِي شَجَرَةٍ قَطَعَهَا مِنْ ظَهْرِ الطَّرِيقِ كَانَتْ تُؤْذِي النَّاسَ »

“Aku melihat seseorang sedang berjalan-jalan di surga hanya karena menyingkirkan ranting pohon dari jalan yang mengganggu orang.” (HR. Muslim)

Begitu juga dengan taubat yang tulus, ia membuka pintu-pintu surga yang tertutup. Karena Allah Ta’ala mencintai hamba yang taubat dengan taubat yang sebenar-benarnya.

Hiasilah hidupmu dengan amal tersembunyi. Bangunlah di malam yang sunyi. Berzikirlah ketika yang lain tertidur. Menangislah di tempat yang tak ada mata memandang, karena Allah mencintai air mata yang jatuh karena-Nya.

Jangan biarkan dunia ini menipu kita. Ia cepat berlalu dan akan segera ditinggal. Nabi ﷺ bersabda:

« كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ »

“Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau seorang musafir yang singgah sebentar.” (HR. Bukhari)

Dan ingatlah bahwa surga tidak dibeli dengan kemalasan, dan tidak dicapai oleh mereka yang hanya berangan-angan. Tapi surga diraih oleh mereka yang bersu

Berdoalah agar kita termasuk golongan yang ketika meninggal dunia, para malaikat berkata padanya:

سَلَامٌ عَلَيْكُمْ أَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“Salam sejahtera atas kalian, masuklah ke dalam surga atas apa yang telah kalian kerjakan.” (An-Nahl: 32)

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ التَّقْوَى، وَاهْدِنَا صِرَاطَ مَنْ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ، وَلَا تَجْعَلْنَا مِمَّنْ غَضِبْتَ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ.

اللَّهُمَّ اجْعَلْ أَعْمَالَنَا خَالِصَةً لِوَجْهِكَ الْكَرِيمِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يَسِيرُونَ فِي نُورِكَ، وَيَمْشُونَ فِي أَرْضِكَ، وَيَقْصِدُونَ رِضَاكَ.

اللَّهُمَّ اجْعَلِ الْجَنَّةَ مَثْوَانَا، وَالْفِرْدَوْسَ الْأَعْلَىٰ مَأْوَانَا، وَمُرَافَقَةَ النَّبِيِّ ﷺ غَايَتَنَا.

اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا إِلَى النَّارِ مَصِيرَنَا.

اللَّهُمَّ بَلِّغْنَا رَمَضَانَ، وَتَقَبَّلْهُ مِنَّا، وَأَعِنَّا عَلَىٰ ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ.

وَصَلِّ اللَّهُمَّ وَسَلِّمْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ، وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.




Milad Nabi ala Muhammadiyah


Milad Nabi ala Muhammadiyah


Hari, Tanggal & Bulan Kelahiran Nabi

Pada bulan Rabi'ul awal / Mulud itulah, banyak sekali umat islam yang merayakan dan memperingati hari kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. meskipun para ulama telah berbeda pendapat tentang kapan sebenarnya Nabi yang mulia ini dilahirkan. salah satu ulama syafi'iyyah yakni Imam Ibnu Katsir, dalam Kitabnya Bidayah Wannihayah telah menjelaskan, tentang perbedaan pendapat para ulama tentang tahun, bulan, tanggal, hari hingga waktu ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dilahirkan.

  • Sebagian ulama berpendapat, bahwa beliau lahir pada bulan Rabiul Awal
  • Yang lain berpendapat, beliau lahir bulan Muharram, Safar dan Rajab
  • Ibnu Abdil Barr mengatakan  tanggal 12 Ramadhan
  • Sebagian ulama yang lain mengatakanpada tanggal 2, 9, 17 Rabiul Awal. 
  • Ibnu Hazm berpendapat bahwa kelahirannya pada tanggal 8 Rabiul Awal
  • Ibnu Ishaq berpendapat pada tanggal 12 Rabiul Awal

Ulama pun berbeda pendapat, tentang waktu kelahirannya; siang atau malam. Satu ulama berpendapat siang, yang lain mengatakan malam. Begitu juga dengan hari kelahirannya. Ada yang berpendapat Senin. Yang lain berpendapat Jumat. Seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yakni Ibnu Abbas, mengatakan bahwa Nabi Muhammad lahir pada hari Senin tanggal 18 Rabiul Awal. hal ini membuktikan bahwa tidak ada satupun diantara para ulama dan juga sahabat nabi yang tahu persis kapan beliau dilahirkan.

Dari Abu Qotadah Al Anshori radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab,

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ

“Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.” (HR. Muslim no. 1162)

Sedangkan ahli hisab dan falak meneliti bahwa hari Senin, hari lahir beliau bertepatan dengan 9 Rabi’ul Awwal. Dan inilah yang dinilai lebih tepat.

Rabi'ul Awal Bukan Bulan Haram/Mulya

Didalam surat At-Taubah, ayat yang ke-36, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّـهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّـهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari Allah menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (empat bulan yang Allah sucikan dan agungkan). Itulah (ketetapan) agama Allah yang lurus, maka jangan sekali-kali kalian mendzalimi diri kalian dalam bulan-bulan tersebut.” (QS. At-Taubah[9]: 36)

Dari Abi Bakrah Radhiyallahu ‘Anhu. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّه السَّماواتِ والأَرْضَ: السَّنةُ اثْنَا عَشَر شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُم: ثَلاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو الْقعْدة، وَذو الْحجَّةِ، والْمُحرَّمُ، وَرجبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمادَى وَشَعْبَانَ

“Sesungguhnya masa itu berputar sebagaimana keadaannya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan, di antaranya termasuk empat bulan haram: Tiga bulan berurutan; (11) Dzulqa’dah, (12) Dzulhijjah, (1) Muharram, dan Rajab Mudhar yang terdapat antara bulan Jumadal Tsaniah dan Sya’ban” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat ke-36 tadi:

ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ

“Yang demikian itu merupakan ketetapan agama Allah yang lurus.”


Asul usul perayaan maulid

Menyadur laman detik.com, penulis AM Waskito dalam buku bertajuk Pro dan Kontra Maulid Nabi, peringatan kelahiran Baginda Rasulullah SAW itu sudah diperingati sejak ribuan tahun silam. Ada beberapa teori yang menyertainya, antara lain:
  • Kalangan Dinasti Ubaid (Fathimi) di Mesir yang beraliran Syiah Ismailiyah (Rafidhah) memulai perayaan Maulid Nabi pada 362-567 hijriah (abad ke-10 Masehi). Saat itu, perayaan Maulid Nabi hanya dilakukan sebagai salah satu perayaan saja.
  • Maulid Nabi berasal dari kalangan ahlus sunnah oleh Gubernur Irbil di wilayah Irak, Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri. Dalam riwayatnya, sang gubernur mengundang para ulama, ahli tasawuf, ahli ilmu, dan seluruh rakyatnya, serta memberikan hidangan, hadiah, hingga sedekah kepada fakir miskin sebagai bentuk merayakan Maulid Nabi.
  • Teori lain menyebut peringatan Maulid Nabi diadakan pertama kali oleh Sultan Shalahuddin Al Ayyubi atau Muhammad Al Fatih (1137-1193 M). Tujuannya untuk meningkatkan semangat jihad kaum Muslimin, selama masa Perang Salib melawan kaum Salibis dari Eropa dan merebut Yerusalem.
Hukum Mengadakan Peringatan Maulid Nabi

Pertanyaan tentang penyelenggaraan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw pernah ditanyakan dan telah pula dijawab oleh Tim Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah. Untuk itu, disarankan membaca kembali jawaban-jawaban tersebut, yaitu terdapat dalam buku Tanya Jawab Agama terbitan Suara Muhammadiyah Jilid IV, Cetakan Ketiga, halaman 271-274, Majalah Suara Muhammadiyah No. 12 Tahun Ke-90 16-30 Juni 2005 dan juga di Majalah Suara Muhammadiyah No. 1 Tahun Ke-93 1-15 Januari 2008. Namun demikian, berikut ini akan kami sampaikan ringkasan dari dua jawaban yang telah dimuat sebelumnya tersebut.

Pada prinsipnya, Tim Fatwa belum pernah menemukan dalil tentang perintah menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi saw, sementara itu belum pernah pula menemukan dalil yang melarang penyelenggaraannya. Oleh sebab itu, perkara ini termasuk dalam perkara ijtihadiyah dan tidak ada kewajiban sekaligus tidak ada larangan untuk melaksanakannya. Apabila di suatu masyarakat Muslim memandang perlu menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi saw tersebut, yang perlu diperhatikan adalah agar jangan sampai melakukan perbuatan yang dilarang serta harus atas dasar kemaslahatan.

Perbuatan yang dilarang di sini, misalnya adalah perbuatan-perbutan bid’ah dan mengandung unsur syirik serta memuja-muja Nabi Muhammad saw secara berlebihan, seperti membaca wirid-wirid atau bacaan-bacaan sejenis yang tidak jelas sumber dan dalilnya. Nabi Muhammad saw sendiri telah menyatakan dalam sebuah hadis:

عَنْ عُمَرَ يَقُوْلُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ. [رواه البخاري ومسلم]

Artinya: “Diriwayatkan dari Umar ra., ia berkata: Aku mendengar Nabi saw bersabda: Janganlah kamu memberi penghormatan (memuji/memuliakan) kepada saya secara berlebihan sebagaimana orang Nasrani yang telah memberi penghormatan (memuji/memuliakan) kepada Isa putra Maryam. Saya hanya seorang hamba Allah, maka katakan saja hamba Allah dan Rasul-Nya.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]

Instruksi PP Muhammadiyah

Bagi Muhammadiyah peringatan maulid nabi merupakan hal yang penting untuk dilakukan (sekali lagi bukan untuk ditinggalkan). Sedemikian pentingnya peringatan itu bagi Muhammadiyah, pada tahun 1976, Pimpinan Pusat Muhammadiyah merasa perlu untuk mengeluarkan instruksi agar Pimpinan Muhammadiyah, terutama Pimpinan Muhammadiyah Daerah dan Pimpinan Muhammadiyah Cabang mengadakan peringatan maulid nabi Muhammad. Berita tentang instruksi tertanggal 8 Muharram 1936/10 Januari 1976 ini dapat dibaca di Suara Muhammadiyah nomor 4 tahun 1976.

Dalam instruksi yang ditandatangani oleh Wakil Ketua II, HM Djindar Tamimiy dan Seketaris I, H Djarnawi Hadikusuma itu disebutkan kalau tanggal (pelaksanaan) peringatan maulid nabi itu diserahkan kepada PMD (sekarang PDM) dan PMC (PCM) masing-masing. Tidak harus tanggal 12 Rabiul Awal, boleh dilaksanakan (digeser) ke tanggal berapapun.

Tidak cukup sekedar instruksi, Ketua PP Muhammadiyah kala itu, KH AR Fachruddin (Ketua PP Muhammadiyah 1968-1990) juga menulis di Suara Muhammadiyah nomor 5 tahun 1976 yang pada intinya mengingatkan ulang arti penting peringatan maulid nabi bagi dakwah Islam dan syiar Muhammadiyah. Di tulisan ini Pak AR juga mengingatkan bahwa dalam memperingati maulid nabi, warga tidak terikat ketat oleh tanggal dua belas Rabiul Awwal dan tidak pula terikat dengan ritual upacaranya. Tulisan pak AR itu dapat dibaca di 

https://web.suaramuhammadiyah.id/2020/10/29/pak-ar-memanfaatkan-hari-maulid-nabi-muhammad-saw/.

Dari beberapa dokumen di atas dapat disimpulkan bahwa mengadakan peringatan Maulid Nabi dan menggeser tanggal peringatannya sudah menjadi tradisi Muhammadiyah

Artikel ini telah tayang di suaramuhammadiyah.id dengan judul: Tradisi dan Instruksi PP Muhammadiyah Tentang Peringatan Maulid Nabi, https://suaramuhammadiyah.id/read/tradisi-dan-instruksi-pp-muhammadiyah-tentang-peringatan-maulid-nabi

Label