"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)
Masuk Surga karena Rahmat Allah atau Amal ?

Masuk Surga karena Rahmat Allah atau Amal ?



Masuk Surga karena Rahmat Allah atau Amal ?

 
Masuk Surga Karena Rahmat Allah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmatNya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur[24]: 21)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، قَالُوْا: وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ أَنَا، إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ مِنْهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ.

“Tidaklah seseorang di antara kalian dimasukkan ke dalam Surga karena amalannya.” Para Sahabat bertanya: “Dan tidak juga engkau, Ya, Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Ya, tidak juga aku, kecuali Allah meliputiku dengan keutamaan serta rahmatNya.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad)

لا يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، وَلَا يُجِيرُهُ مِنَ النَّارِ، وَلَا أَنَا إِلَّا بِرَحْمَةٍ مِنَ اللهِ

Artinya, “Tidak ada amalan seorang pun yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan menyelematkannya dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah” (HR Muslim).

Masuk Surga Karena Amal

Surat An-Nisa’ ayat 122 berikut:

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً لَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَنُدْخِلُهُمْ ظِلاًّ ظَلِيلاً

Artinya, “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selamanya. Di sana mereka mempunyai pasangan-pasangan yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.” (Surat An-Nisa’ ayat 57).

سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Hadiid: 21). 

Dalam ayat ini dinyatakan bahwa surga itu disediakan bagi orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Berarti ada amalan.

الَّذِيْنَ تَتَوَفّٰىهُمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ طَيِّبِيْنَ ۙيَقُوْلُوْنَ سَلٰمٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

"(yaitu) orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik, mereka (para malaikat) mengatakan (kepada mereka), 'Salamun 'alaikum, masuklah ke dalam surga karena apa yang telah kamu kerjakan.' " (QS. An-Nahl: 32)

اَمَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُمْ جَنّٰتُ الْمَأْوٰىۖ نُزُلًا ۢبِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

"Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat surga-surga tempat kediaman, sebagai pahala atas apa yang telah mereka kerjakan." (QS. As-Sajadah: 19)

وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Itulah surga yang dikaruniakan untuk kalian, disebabkan amal sholeh kalian dahulu di dunia” (QS. Az-Zukhruf : 72).

وحور عِينٌ * كَأَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُونِ * جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Bidadari-bidadari surga berkulit putih bersih dan bermata indah. Bidadari -bidadari itu putih bersih bagaikan mutiara-mutiara yang bejejer rapi. Semua itu sebagai balasan bagi orang-orang mukmin atas amal sholih yang mereka kerjakan di dunia” (QS. Al-Waaqi’ah: 22-24).

Dalam ayat disebutkan,

كُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ هَنِيٓـًٔۢا بِمَآ أَسْلَفْتُمْ فِى ٱلْأَيَّامِ ٱلْخَالِيَةِ

“(kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”.” (QS. Al-Haqqah: 24)

Dalam ayat lainnya disebutkan,

كُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ هَنِيٓـًٔۢا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“(Dikatakan kepada mereka): “Makan dan minumlah kamu dengan enak karena apa yang telah kamu kerjakan“.” (QS. Al-Mursalat: 42)


Ada banyak penafsiran para ulama yang pemahamannya justru tidak sebagaimana yang dipahami secara umum oleh beberapa kalangan yang menganggap bahwa amal tidak memiliki nilai apa-apa tanpa rahmat-Nya, sehingga mereka meyakini bahwa tidak ada gunanya beramal jika kemudian tidak ada rahmat di dalamnya.

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam salah satu kitab syarah haditsnya mengatakan bahwa setidaknya ada tiga pendapat ulama ahli hadits dalam mengartikan hadits di atas (Masuk surga Karena Rahmat), 

Pertama, Taufiq untuk bisa melakukan suatu amal ibadah merupakan bentuk rahmat dari Allah yang sudah diberikan sejak sebelum seorang hamba melakukan ibadah; 

Kedua, seorang hamba berhak mendapatkan rahmat, apabila ia sudah melakukan ketaatan. Dengan kata lain, orang-orang yang tidak melakukan ketaatan tidak berhak mendapatkan rahmat Allah. Imam Ibnu Hajar mengibaratkan seorang budak yang berharap mendapatkan upah dari tuannya tanpa bekerja terlebih dahulu, tentu merupakan hal yang tidak mungkin. Sebab, upah akan diberikan apabila ia telah bekerja untuk tuannya. 

Ketiga, inti masuk surga adalah murni rahmat dari Allah, akan tetapi nikmat di dalamnya akan berbeda sesuai dengan kadar amal yang dimiliki seseorang, jika kadar amalnya banyak, maka akan mendapatkan nikmat Allah yang juga banyak. Begitu juga sebaliknya, seorang muslim yang nilai ketaatannya sedikit, akan masuk surga yang di dalamnya terdapat kenikmatan yang sedikit pula. (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hanya rahmat dan karunia dari Allah-lah yang bisa memasukkan seseorang ke dalam surga, akan tetapi keduanya bisa didapatkan oleh umat Islam ketika mereka sudah beramal sesuai dengan anjuran dalam ajaran Islam itu sendiri. Terus beramal sesuai syariat sebagai representasi patuh pada perintah-Nya dan meyakini bahwa bukan amal itu yang menyebabkan seseorang masuk surga.

Rahmat Allah Meliputi Dunia dan Akhirat, barang siapa yang mendapat Rahmat di dunia maka akan mendapatkan Rahmat juga di akhirat (Pen).

Tidak benar bila kemudian seorang berpangku tangan merasa cukup bergantung dengan rahmat Allah, lalu meninggalkan amal sholih karena menganggapnya tidak penting. Karena Allah menetapkan segala sesuatu dengan sebab dan akibat. Dalam hal ini, Allah ‘azzawajalla menjadikan sebab mendapatkan rahmatNya; yang menjadi sebab meraih surga, dengan amal shalih.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Baqarah: 218).

رَبَّنَاۤ  اٰمَنَّا  فَا غْفِرْ  لَـنَا  وَا رْحَمْنَا  وَاَ نْتَ  خَيْرُ  الرّٰحِمِيْنَ

“Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat, Engkau adalah pemberi rahmat yang terbaik.”
(QS. Al-Mu’minun 23: Ayat 109)
Masuk Surga Sekeluarga

Masuk Surga Sekeluarga




Masuk Surga Sekeluarga

Satu keluarga bisa berkumpul di surga merupakan suatu kenikmatan dan puncak kebahagiaan. Dalam surah Arra’du ayat 23, Allah taala berfirman:

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ

“(Yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama orang-orang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya.”

Berdasarkan ayat inilah, Ibnu Katsir mengatakan bahwa seseorang akan berkumpul bersama keluarganya di surga, yakni dengan orang tua, istri, dan anak cucunya. Oleh karena itulah, ayat di atas sebagai dalil bahwa satu keluarga bisa masuk surga bersama.

Didalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwasanya Said bin Jubair murid Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan, menurutnya Rasulullah yang bersabda, bukan ucapan Abdullah bin Abbas:

إِذَا دَخَلَ الرَجُلُ الجَنَّةَ سَأَلَ عَنْ أَبَوَيْهِ وَزَوْجَتِهِ وَوَلَدِهِ، فَيُقَالُ: إِنَّهُمْ لَمْ يَبْلُغُوْا دَرَجَتَكَ. فَيَقُوْلُ: يَا رَبِّ، قَدْ عَمِلْتُ لِيْ وَلَهُمْ. فَيُؤْمَرُ بِإلِحْاقِهِمْ بِهِ، وَقَرَأَ اِبْنُ عَبَّاسٍ (والذين آمنوا واتبعتهم ذريتهم بإيمان ) الآية .

“Apabila seseorang memasuki surga, ia akan bertanya tentang kedua orang tuanya, pasangannya, dan anak-anaknya. Lalu diberikan jawaban untuknya, ‘Kedudukan mereka tidak mencapai kedudukanmu’. Kemudian ia berkata, ‘Wahai Rabbku, aku beramal untuk diriku dan untuk mereka’. Lalu Allah perintahkan agar keluarganya dipertemukan dengannya.” Setelah itu, Abdullah bin Abbas membaca ayat:

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ أَلَتْنَٰهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَىْءٍ كُلُّ ٱمْرِئٍۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” [Quran Ath-Thur: 21].

Karena itulah, termasuk kesempurnaan kebahagiaan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada penduduk surga adalah Allah buat mereka bertemu dengan anggota keluarganya. 

Keshalehan Orang tua

Kesalehan orang tua dapat menjadi wasilah yang menjaga dan mensalehkan anak keturunannya sebagaimana firman Allah dalam surah Alkahfi:

وَ كَانَ اَبُوْهُمَا صَالِحًا

“Dan keadaan ayahnya adalah seorang yang saleh.” (QS. Alkahfi ayat 82).

Menurut Ibnu Katsir, ayat ini merupakan dalil bahwasanya orang tua yang saleh akan dijaga keturunannya. Bahkan menurut al-Qurthubi, bisa jadi kesalehan seseorang berkat kesalihan kakek buyutnya. Itulah mengapa Ibnu al-Musayyib berkata kepada anaknya, “Sungguh aku akan menambah panjang shalatku demi dirimu, dengan harapan aku dijaga, begitu juga dirimu.” (Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, 2/554).

Di dalam Tafsir ath-Thabari terdapat sebuah nukilan ucapan Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma saat menafsirkan ayat ini. Beliau mengatakan,

إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَيَرْفَعُ ذُرِّيَةَ المُؤْمِنِ فِي دَرَجَتِهِ، وَإِنْ كَانُوْا دُوْنَهُ فِي العَمَلِ، لِيُقِرَّ بِهِمْ عَيْنَهُ

“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala (di surga) akan mengangkat keluarga orang-orang beriman hingga sama kedudukannya dengan mereka. Walaupun amalan mereka di bawahnya. Hal itu Allah lakukan untuk membuat mereka bahagia.”

Usaha anak

Adapun sang anak, ia bisa mewujudkan kemuliaan keluarga ini dengan memperbanyak doa kebaikan dan permohonan ampun untuk kedua orang tuanya. Syekh melanjutkan penjelasannya,

“Adapun kebaikan Allah pada orang tua, adalah karena keberkahan amalan anak.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, beliau berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,

إن الله ليرفع الدرجة للعبد الصالح في الجنة فيقول : يا رب ، أنى لي هذه ؟ فيقول : باستغفار ولدك لك “

“Sesungguhnya Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba yang saleh di surga. Sang hamba ini pun berkata, ‘Ya Rabb, bagaimana bisa setinggi ini?’ Allah berfirman, ‘Karena permohonan ampun anakmu untukmu.'”

Sanad hadis ini sahih dan ada hadis lain yang menguatkan dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ، أو ولد صالح يدعو له

‘Jika seorang anak Adam wafat, terputuslah amalannya, kecuali 3 hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.’
____________
Dengan demikian, siapa yang menduduki surga yang lebih tinggi dan dengan catatan anggota keluarga yang lain juga berada di surga, maka yang berkedudukan lebih tinggi ini berjasa mengangkat semua anggota keluarga yang lain berada di level tinggi yang sama.

Perjuangan kita dalam beramal ternyata memberikan manfaat untuk anggota keluarga yang lain. Tatkala Anda berada di surga yang lebih tinggi, ini adalah anugerah yang luar biasa bagi orang tua. Bisa jadi saat di dunia kita tidak bisa menghajikan mereka. Barangkali saat di dunia kita tidak mampu memberikan hadiah berupa rumah untuk mereka. Namun perjuangkanlah untuk menjadi anak shaleh yang surganya lebih tinggi dibanding orang tuanya. Sehingga nanti di akhirat kita bisa memberikan hadiah yang lebih hebat. Yaitu surga yang lebih tinggi dibandingkan surga yang seharusnya mereka tempati.

Kondisi sebaliknya terjadi kepada orang-orang yang mendapatkan hukuman dari Allah Ta’ala. Yaitu hukuman di neraka. Orang yang tidak mendapatkan surga akan dipisahkan dari anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Az-Zumar ayat 15:

قُلْ إِنَّ ٱلْخَٰسِرِينَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَلَا ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْخُسْرَانُ ٱلْمُبِينُ

Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat”. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” [Quran Az-Zumar: 15]

Apa kaitannya dengan anggota keluarganya? Sehingga orang ini disebut oleh Allah merugikan dirinya sendiri dan anggota keluarganya, padahal yang bersalah adalah dia. Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan,

تَفَارَقُوْا فَلَا الْتِقَاءَ لَهُمْ أَبَدًا، سَوَاءُ ذَهَبَ أَهْلُوْهُمْ إِلَى الجَنَّةِ وَقَدْ ذَهَبُوْا هُمْ إِلَى النَّارِ، أَوْ أَنَّ الجَمِيْعَ أَسْكَنُوْا النَّارَ، وَلَكِنْ لَا اجْتِمَاعَ لَهُمْ وَلَا سُرُوْرَ

“Mereka semua berpisah. Tidak ada lagi pertemuan untuk selama-lamanya. Baik anggota keluarganya yang menuju surga sementara mereka terbenam di dalam neraka. Atau kedua belah pihak semuanya menghuni neraka. Tapi, tidak ada pertemuan untuk mereka dan tidak ada kebahagiaan.”

Inilah kondisi penduduk neraka. Tatkala mereka sekeluarga masuk ke dalam neraka, sama-sama berada di tempat yang hina, ditambah lagi tidak dipertemukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena itu, Allah menutup ayat yang mengisahkan tentang kondisi penghuni neraka ini dengan mengatakan,

أَلَا ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْخُسْرَانُ ٱلْمُبِينُ

“Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”

Perjuangan kita untuk masuk ke dalam surga bukanlah perjuangan untuk kepentingan pribadi saja. Ini adalah perjuangan yang kita niatkan agar semua anggota keluarga kita bisa kita boyong semua masuk ke dalam surga. Baik orang tua kita, istri dan anak-anak kita, saudara-saudara kita, atau siapapun orang dekat kita.

Karena kenikmatan yang hakiki adalah tatkala kita menikmati sebuah tempat yang nyaman bersama seluruh anggota keluarga kita. 

Itulah harapan dan cita-cita. Untuk mendapatkan itu manusia harus melakukan perjuangan. Dan salah satu perjuangan untuk mendapatkan hal itu telah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [Quran At-Tahrim: 6]

Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu tatkala menafsirkan ayat ini, beliau mengatakan, “Ajarkan ilmu (agama) kepada mereka dan ajari mereka adab.”

Dan terakhir, salah satu kewajiban bagi kepala rumah tangga adalah memastikan harta yang mereka bawa ke rumah adalah harta yang halal. Karena harta yang haram akan membawa kita dan anggota keluarga kita terbenam di neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

Setiap daging yang tumbuh dari yang tidak halal, maka neraka yang lebih pantas baginya. [HR. Ahmad 3/32].

Semoga Allah Ta’ala memberikan kita taufik untuk mempelajari agamanya dan mengamalkannya. Serta menjadikan kita para pemburu surga bukan para pemburu dunia.




Khutbah Ied : Mulia dengan Ramadhan

Khutbah Ied : Mulia dengan Ramadhan


Mulia dengan Ramadhan


إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ، وَنَسْتَعِيْنُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا () يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللّٰهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلىَّ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ



اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ ولِلّٰهِ الْحَمْدُ …

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Pertama-tama, kami berwasiat kepada diri sendiri, kemudian kepada para jama’ah, hendaklah kita tetap bertakwa kepada Allah Ta’ala dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita. Allah Ta’ala telah menganugerahkan kepada kita dîn (agama) yang mulia ini, yaitu al-Islam. Allah telah menyempurnakan dan ridha Islam menjadi agama kita, dan sungguh, Allah Ta’ala telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kita.

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. (Qs al-Mâidah/5:3).

Allah telah meridhoi Islam, maka apabila kita ingin diridhoi Allah, maka amalkan ajaran islam dengan sebaik-baiknya. karena jika tidak diamalkan, kita patut khawatir menjadi generasi yang buruk sebagaimana Allah sebutkan dalam alqur'an :

فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاَةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا . إلا من تاب وءامن وعمل صالحا فأولائك يدخلون الجنة ولايظلمون شيئا

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun. (Q.s. Maryam/19: 59-60).

jika sudah demikian, bukan kemulyaan yang didapat justru kehinaan, Allah SWT berfirman:

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوٓا۟ إِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَحَبْلٍ مِّنَ ٱلنَّاسِ

"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia." (QS Ali ‘Imran: 112)

Tapi sebaliknya, jika kita amalkan agama ini, Allah ridho terhadap amalan kita bahkan memberikan kemuliaan di dunia dan di akhirat.

اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ، أَكْبَرُ ولِلّٰهِ الْحَمْدُ …

ISLAM MEMULIAKAN MANUSIA

Ramadhan yang baru saja kita lalui adalah satu sarana dimana kita menunjukan serta membuktikan keislaman dan keimanan kita, dengan memperbanyak ibadah dan amal shaleh lainnya, sehingga kita patut berharap mendapatkan apa yang Allah janjikan. 

Dalam ajaran Islam, segala hal yang berupa perintah pastilah sesuatu yang mendatangkan nikmat besar dan untuk menyempurnakan karunia Allah.

Allah Ta’ala berfirman, dalam Surat al-Maidah ayat 6,

مَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur.”

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Qs an-Nahl/16: 97).

SELAMAT TINGGAL RAMADHAN SAMPAI JUMPA KEMBALI

Rasanya belum lama kita menikmati malam-malam Ramadhan dalam shalat-shalat tarawihnya, dalam senandung al-Qur’annya. Dan hari ini, kita akan segera melepaskan semua ketaatan, ibadah dan amal shalih itu untuk ikut pergi bersama Ramadhan. Pergi untuk kemudian kita berjumpa lagi pada Yaumul Hisab, dimana semuanya akan diperlihatkan kepada kita oleh Allah Azza wa Jalla:

﴿يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ (6) فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8) ﴾

Artinya:

“Pada hari itu, manusia akan datang dari berbagai arah untuk melihat amal-amal mereka. Maka siapa saja yang mengerjakan kebaikan sekecil anak semut pun, (niscaya) ia akan melihatnya. Dan siapa saja yang melakukan keburukan sekecil anak semut pun, (niscaya) ia akan melihatnya.” (Surah al-Zalzalah: 6-8).

Pada akhirnya, seperti itulah perpisahan kita dengan Ramadhan. Sebuah perpisahan untuk pertemuan kembali di hadapan Allah Ta’ala dimana kita akan menyaksikan sendiri: kesungguhan atau kemalasan kita dalam menjalani hari-hari Ramadhan yang mulia ini.

Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah dalam kitab Lathaif Al-Ma’arif, halaman 484 patut direnungkan. Beliau rahimahullah mengatakan,

لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجدِيْد إِنَّماَ اْلعِيْدُ لِمَنْ طَاعَاتُهُ تَزِيْد
لَيْسَ الْعِيْد لِمَنْ تَجَمَّلَ بِاللِّبَاسِ وَالرُّكُوْبِ إِنَّمَا العِيْدُ لِمَنْ غُفِرَتْ لَهُ الذُّنُوْب

“Hari raya Id tidak diperuntukkan bagi orang yang memakai pakaian baru tanpa cacat, hari raya Id diperuntukkan bagi orang yang semakin bertambah ibadah dan taat. Hari raya Id tidak diperuntukkan bagi orang yang bagus pakaian dan kendaraannya, hari raya Id diperuntukkan bagi orang yang diampuni dosa-dosanya.”

يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ،
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّا
اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِى الأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْىِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ أَعْمَلَنَا فِي رَمَضَانَ, اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ أَعْمَلَنَا فِي رَمَضَانَ, اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ أَعْمَلَنَا فِي رَمَضَانَ
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ، تَقَبَّل َاللهُ طَاعَاتِكُمْ، تَقَبَّلَ اللهُ صِيَامَنَا وَقِيَامَنَا، وَسُجُوْدَنَا وَرُكُوْعَنَا، وَتِلاَوَتَنَا وَتَخَشُّعَنَا، إِنَّهُ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُم تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُم تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُم
عِيْدُكُمْ مُبَارَكٌ وَعَسَاكُمْ مِنَ العَائِدِيْنَ وَالفَائِزِيْنَ
صَالِحَ الْأَعْمَالِ 
كُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.


Wassalaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
Nasehat salaf di  Akhir Ramadhan

Nasehat salaf di Akhir Ramadhan



Nasehat salaf di  Akhir Ramadhan


Diriwayatkan dari ‘Ali Radhiyallâhu anhu bahwa di malam akhir bulan Ramadhan, beliau berseru :

يا ليت شعري من هذا المقبول فنهنيه ومن هذا المحروم فنعزيه

“Aduhai sekiranya kutahu siapa gerangan yang diterima amalnya sehingga kudapat mengucapkan selamat kepadanya, dan siapa gerangan yang tertolak amalnya sehingga kudapat berbela sungkawa kepadanya.” [Lathâ’if al-Ma’ârif hal. 210]

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ûd Radhiyallâhu anhu, bahwa beliau pernah keluar di penghujung malam terakhir bulan Ramadhan, lalu berseru :

مَنْ هَذَا الْمَقْبُولُ اللَّيْلَةَ فَنُهَنِّيهِ، وَمَنْ هَذَا الْمَحْرُومُ الْمَرْدُودُ اللَّيْلَةَ فَنُعَزِّيهِ، أَيُّهَا الْمَقْبُولُ هَنِيئًا، وَأَيُّهَا الْمَرْحُومُ الْمَرْدُودُ جَبَرَ اللَّهُ مُصِيبَتَكَ

“Barangsiapa yang diterima amalnya di malam ini, maka kuucapkan selamat padanya. Dan barangsiapa yang tertolak amalnya di malam ini, maka aku berbelasungkawa kepadanya. Wahai orang-orang yang diterima amalnya, selamat! Wahai orang-orang yang tertolak amalnya, semoga Allah mengasihimu di dalam musibahmu.” [Mukhtashor Qiyâmul Layl karya al-Marrûzi hal. 213]

Al-Hasan al-Bashri rahimahullâhu berkata :

إن الله جعل شهر رمضان مضمارا لخلقه، يستبقون فيه بطاعته إلى مرضاته، فسبق قوم ففازوا، وتخلف آخرون فخابوا، فالعجب من اللاعب الضاحك، في اليوم الذي يفوز فيه المحسنون ويخسر فيه المبطلون

“Sesungguhnya Allah menjadikan bulan Ramadhan itu seperti arena pacu bagi hamba-hamba-Nya. Mereka berlomba di dalamnya dengan melaksanakan amal ketaatan untuk meraih ridha Allah. Ada suatu kaum yang berlomba dan menang, ada pula yang tertinggal sehingga mereka kalah. Alangkah anehnya masih saja ada yang bermain-main dan tertawa-tawa, padahal mereka berada di hari yang mana orang-orang yang berbuat ihsan mendapatkan kemenangan dan orang-orang yang berbuat kebatilan mengalami kekalahan.” [Lathâ’if al-Ma’ârif hal. 210]

Diriwayatkan dari Mifdhal bin Lâhiq Abî Bisyr beliau mengatakan : saya mendengar ‘Adî bin Arthah berkhutbah setelah Ramadhan berlalu mengucapkan :

سمعت عدي بن أرطاة, يخطب بعد انقضاء شهر رمضان فيقول: كأن كبدًا لم تظمأ، وكأن عينًا لم تسهر، فقد ذهب الظمأ وأبقى الأجر، فيا ليت شعري! من المقبول منا فنهنئه؟! ومن المردود منا فنعزيه؟! فأما أنت أيها المقبول, فهنيئًا هنيئًا، وأما أنت أيها المردود, فجبر الله مصيبتك

“Layaknya hati yang tak merasa dahaga dan mata yang tak terjaga, maka sesungguhnya dahaga pun telah lenyap yang tersisa hanyalah balasan pahala. Duhai, siapa gerangan diantara kita termasuk yang diterima amalnya, maka kuucapkan selamat padanya!? Dan siapa yang tertolak amalnya maka kuucapkan bela sungkawa padanya!? Adapun anda wahai orang yang diterima amalnya, maka selamat dan selamat bagi anda! Adapun anda wahai orang yang tertolak amalnya, semoga Allah mengasihi atas musibahmu!” Beliaupun lalu menangis dan menangis setelahnya. [Ash-Shiyâm karya al-Firyâbî hal. 95]

Pernah ada yang berkata kepada Bisyr al-Hâfî rahimahullâhu [salah satu sahabat dan murid Fudhail bin Iyadh] :

أن قومًا يتعبدون في رمضان ويجتهدون في الأعمال، فإذا انسلخ تركوا!

Ada sebuah kaum yang beribadah dan bersungguh-sungguh beramal shalih di bulan Ramadhan, namun saat Ramadhan berlalu, mereka tinggalkan ini semua! [yaitu tidak lagi bersungguh-sungguh dalam beribadah].

Maka, Bisyr al-Hâfî pun menimpali :

بئس القوم قوم لا يعرفون الله إلا في رمضان

Mereka adalah seburuk-buruk kaum! Mereka tidak mengenal Allah melainkan hanya di bulan Ramadhan saja! [Miftâhul Afkâr lit Ta-ahhubi li Dâril Qorôr II/283]

Diriwayatkan dari Ka’ab bin Mâlik Radhiyallâhu anhu, bahwa beliau berkata :

مَن صامَ رمضانَ وهو يُحدِّثُ نفسَهُ أنَّه إن أفطر رمضانَ أن لا يعصِي اللَّهَ، دخلَ الجنةَ بغيرِ مسألةٍ ولا حساب، ومَن صامَ رمضانَ وهو يحدِّثُ نفسَه أنَّه إذا أفطر عصَى ربَّه، فصيامُه عليه مردودٌ

Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, lalu terbetik di dalam hatinya apabila Ramadhan telah berlalu maka ia tidak akan memaksiati Allah, maka ia akan masuk surga tanpa perlu meminta dan hisab. Namun barangsiapa berpuasa Ramadhan, lalu ia berniat di dalam hatinya apabila Ramadhan berlalu, maka ia akan memaksiati Rabb-nya, maka puasanya tertolak. [Lathâ’if al-Ma’ârif hal. 136-137]

Ada sebagian salaf yang mengatakan :

أدركت أقواماً لا يزيد دخول رمضان من أعمالهم شيئاً، ولا ينقص خروجه من أعمالهم شيئاً

“Saya pernah menjumpai ada sebuah kaum yang saat masuk bulan Ramadhan, tidak bertambah amalan mereka sedikitpun. Di sisi lain ada pula kaum yang saat Ramadhan berlalu, tidak berkurang amalan mereka sedikitpun.” [Muwâsholah al-‘Amal ash-Shôlih Ba’da Ramadhânkarya Syaikh Shâlih al-Fauzân]

Wahb bin al-Ward pernah melihat suatu kaum yang tertawa-tawa di hari Iedul Fithri, lalu beliau berkata :

إن كان هؤلاء تقبل منهم صيامهم فما هذا فعل الشاكرين وإن كان لم يتقبل منهم صيامهم فما هذا فعل الخائفين

“Apabila mereka termasuk orang yang diterima amalan puasa mereka, maka ini bukanlah termasuk perbuatan orang-orang yang bersyukur. Namun apabila mereka termasuk orang yang tidak diterima amalan puasanya, maka ini bukanlah termasuk perbuatan orang-orang yang takut kepada Allah.” [Lathâ’if al-Ma’ârif hal. 209]

Qotâdah pernah berkata :

من لم يُغفر له في رمضان فلن يغفر له فيما سواه

“Barangsiapa yang tidak diampuni di bulan Ramadhan, maka (besar kemungkinan) ia takkan diampuni di selain bulan Ramadhan.” [Lathâ’if al-Ma’ârif hal. 211]

Keutamaan Sedekah di Bulan Ramadhan

Keutamaan Sedekah di Bulan Ramadhan


Keutamaan Sedekah di Bulan Ramadhan


Sedekah diambil dari bahasa Arab yaitu “shadaqah”, berasal dari kata sidq (sidiq) yang berarti “kebenaran”. Menurut peraturan BAZNAS No.2 tahun 2016, sedekah adalah harta atau non harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.

Sedekah merupakan amalan yang dicintai oleh Allah SWT. Terbukti dengan banyaknya ayat Al-Qur’an yang menyebutkan tentang sedekah, salah satunya dalam surat Al-Baqarah ayat 271.

إِن تُبْدُوا۟ ٱلصَّدَقَٰتِ فَنِعِمَّا هِىَ ۖ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا ٱلْفُقَرَآءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّـَٔاتِكُمْ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Jika kamu menampakkan sedekah (mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Baqarah: 271).

Para Sahabat mengatakan bahwa Rasulullah adalah orang yang paling murah hati. Terlebih di Bulan Ramadhan, kemurahan hati Rasulullah SAW tampak lebih-lebih daripada di bulan lainnya.

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ (أَجْوَدَ) مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ

Artinya, “Rasulullah SAW adalah orang paling murah hati. Ia semakin murah hati di bulan Ramadhan.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Sedekah pada bulan Ramadhan memiliki keistimewaan luar biasa sebagaimana riwayat sahabat Anas bin Malik ra:

عَنْ اَنَسٍ قِيْلَ يَارَسُولَ اللهِ اَيُّ الصَّدَقَةِ اَفْضَلُ؟ قَالَ: صَدَقَةٌ فِى رَمَضَانَ

Artinya, “Dari Anas RA, sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Sedekah di bulan Ramadhan.’” (HR At-Tirmidzi).

Oleh karena itu, para ulama menganjurkan umat Islam untuk memperbanyak sedekah dan berbuat baik secara umum, terutama pada bulan Ramadhan dan khususnya 10 hari terakhir.

ويسن الإكثار من الصدقة في رمضان لا سيما في عشره الأواخر

Artinya: “Seseorang dianjurkan untuk memperbanyak berbagi pada bulan Ramadhan, terlebih lagi pada 10 hari terakhirnya.” (Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Bandung, Syirkah Al-Maarif: tanpa tahun], halaman 183).

Al-Baijuri menjelaskan keutamaan Sedekah pada bulan Ramadhan. Ganjaran berbagi pada bulan Ramadhan dapat dilipatgandakan dibanding ganjaran berbagi pada bulan lainnya.

ومبادرته لإكثار الصدقة لأنه صلى الله عليه وسلم كان أجود ما يكون في رمضان، وبالجملة فيكثر فيه من أعمال الخير لأن العمل يضاعف فيه على العمل في غيره من بقية الشهور

Artinya: “Orang berpuasa dianjurkan segera memperbanyak sedekah karena Rasulullah saw adalah orang paling murah hati di Bulan Ramadhan. Seseorang dapat melakukan kebaikan secara umum karena ganjaran amal kebaikan apapun bentuknya akan dilipatgandakan dibandingkan ganjaran amal kebaikan yang dilakukan di luar bulan Ramadhan” (Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1999 M/1420 H], cetakan kedua, juz I, halaman 562).

10 KEUTAMAAN SEDEKAH DI BULAN RAMADHAN


1. Mendapat Pahala Orang yang Berpuasa

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192, dari Zaid bin Khalid Al-Juhani. At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).


2. Menutupi Kekurangan Puasa

Disebutkan dalam hadits, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari kata-kata yang sia-sia dan dari kata-kata kotor, juga untuk memberi makan kepada orang miskin.” (HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).


3. Dosa-Dosa Dihapuskan

Dalam hadits riwayat Imam At-Tirmidzi disebutkan:

وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ وَصَلاَةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ

Artinya, ‎“Sedekah itu memadamkan dosa sebagaimana api dapat dipadamkan dengan air, begitu pula ‎shalat seseorang selepas tengah malam.” (HR At-Tirmidzi).


4. Dapat Pahala Berlipat-lipat

اِنَّ الْمُصَّدِّقِيْنَ وَالْمُصَّدِّقٰتِ وَاَقْرَضُوا اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا يُّضٰعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ اَجْرٌ كَرِيْمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (QS. Al-Hadid: 18)


5. Harta menjadi Berkah

عن أبي هُريرة رضيَ اللَّهُ عنه أَنَّ رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْداً بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً ، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ للَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وجلَّ » رواه مسلم .

Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Rasulullah bersabda: “Tidaklah sesuatu pemberian sedekah itu mengurangi banyaknya harta. Tidaklah Allah itu menambahkan seseorang akan sifat pengampunannya, melainkan ia akan bertambah pula kemuliaannya. Juga tidaklah seseorang itu merendahkan diri kerana mengharapkan keredhaan Allah, melainkan ia akan diangkat pula darjatnya oleh Allah ‘Azzawajalla.* (Hadits Riwayat Muslim)


6. Masuk Surga melewati Pintu Khusus

- مَن أنْفَقَ زَوْجَيْنِ في سَبيلِ اللهِ نُودِيَ في الجَنَّةِ: يا عَبْدَ اللهِ، هذا خَيْرٌ، فمَن كانَ مِن أهْلِ الصَّلاةِ، دُعِيَ مِن بابِ الصَّلاةِ، ومَن كانَ مِن أهْلِ الجِهادِ، دُعِيَ مِن بابِ الجِهادِ، ومَن كانَ مِن أهْلِ الصَّدَقَةِ، دُعِيَ مِن بابِ الصَّدَقَةِ، ومَن كانَ مِن أهْلِ الصِّيامِ، دُعِيَ مِن بابِ الرَّيّانِ. قالَ أبو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ: يا رَسولَ اللهِ، ما علَى أحَدٍ يُدْعَى مِن تِلكَ الأبْوابِ مِن ضَرُورَةٍ، فَهلْ يُدْعَى أحَدٌ مِن تِلكَ الأبْوابِ كُلِّها؟ قالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: نَعَمْ، وأَرْجُو أنْ تَكُونَ منهمْ.

"Barangsiapa yang bersedekah sepasang kuda perang untuk membela agama Allah (fi sabilillah), maka ia akan dipanggil kelak di dalam surga, 'Wahai hamba Allah! Inilah pahala kebaikanmu.' Siapa yang rajin shalat, dia akan dipanggil dari pintu shalat: dan siapa yang ikut berjihad untuk menegakkan agama Allah, dia akan dipanggil dari pintu jihad: dan siapa yang rajin bersedekah, dia akan dipanggil dari pintu sedekah: dan siapa yang rajin berpuasa, dia akan dipanggil dari pintu AR ROYYAN." Kemudian Abu Bakar bertanya, "Wahai Rasulullah, adakah orang yang dipanggil dari semua pintu itu sekaligus?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Ya, ada, dan aku mengharap kamulah salah seorang dari mereka." (HR. Bukhari no.3666, Muslim no. 1027)


7. Bebas dari Siksa Kubur

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Amir mengatakan:

إِنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ عَنْ أَهْلِهَا حَرَّ الْقُبُورِ، وَإِنَّمَا يَسْتَظِلُّ الْمُؤْمِنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّ صَدَقَتِهِ

Artinya: “Sesungguhnya sedekah pasti bisa meredam orang-orang yang melaksanakannya dari hawa panasnya kubur. Pada hari kiamat, orang yang beriman akan mendapat naungan (berteduh) di bawah sedekahnya (saat di dunia).” (Syu’abul Iman: 3076).

dalam Riwayat lain “Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur.” (HR. Thabrani, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib, 873)

وَاَنْفِقُوْا مِنْ مَّا رَزَقْنٰكُمْ مِّنْ قَبْلِ اَنْ يَّأْتِيَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُوْلَ رَبِّ لَوْلَآ اَخَّرْتَنِيْٓ اِلٰٓى اَجَلٍ قَرِيْبٍۚ فَاَصَّدَّقَ وَاَكُنْ مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ

Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.” (Q.S. Al-Munafiqun: 10)


8. Mendapat Naungan di Hari Akhir

Rasulullah Saw mengisahkan tentang tujuh jenis manusia yang mendapat naungan di hari akhir, hari yang tidak ada naungan lain selain dari Allah. Salah satu jenis manusia yang mendapatkannya adalah:

وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ،

“Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, ia menyembunyikan amalnya itu sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1421)


9. Hati Jadi Lapang dan Bahagia

مَثَلُ البَخِيلِ والمُتَصَدِّقِ، كَمَثَلِ رَجُلَيْنِ، عليهما جُبَّتانِ مِن حَدِيدٍ. وحَدَّثَنا أبو اليَمانِ، أخْبَرَنا شُعَيْبٌ، حَدَّثَنا أبو الزِّنادِ، أنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ حَدَّثَهُ: أنَّه سَمِعَ أبا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عنْه، أنَّه سَمِعَ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يقولُ: مَثَلُ البَخِيلِ والمُنْفِقِ كَمَثَلِ رَجُلَيْنِ عليهما جُبَّتانِ مِن حَدِيدٍ مِن ثُدِيِّهِما إلى تَراقِيهِما، فأمَّا المُنْفِقُ فلا يُنْفِقُ إلَّا سَبَغَتْ أوْ وفَرَتْ علَى جِلْدِهِ، حتَّى تُخْفِيَ بَنانَهُ وتَعْفُوَ أثَرَهُ، وأَمَّا البَخِيلُ فلا يُرِيدُ أنْ يُنْفِقَ شيئًا إلَّا لَزِقَتْ كُلُّ حَلْقَةٍ مَكانَها، فَهو يُوَسِّعُها ولا تَتَّسِعُ

“Perumpamaan orang yang pelit dengan orang yang bersedekah seperti dua orang yang memiliki baju besi, yang bila dipakai menutupi dada hingga selangkangannya. Orang yang bersedekah, dikarenakan sedekahnya ia merasa bajunya lapang dan longgar di kulitnya. Sampai-sampai ujung jarinya tidak terlihat dan baju besinya tidak meninggalkan bekas pada kulitnya. Sedangkan orang yang pelit, dikarenakan pelitnya ia merasakan setiap lingkar baju besinya merekat erat di kulitnya. Ia berusaha melonggarkannya namun tidak bisa.” (HR. Bukhari no. 1443)


10. Sedekah akan menjadi bukti keimanan seseorang

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالصَّلَاةُ نُورٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

Shalat adalah cahaya, sedekah merupakan bukti, sabar itu sinar panas, sementara Al-Qur’an dapat menjadi pembelamu atau sebaliknya, menjadi penuntutmu. (H.R. Muslim no. 223).

An Nawawi menjelaskan: “Yaitu bukti kebenaran imannya. Oleh karena itu shadaqah dinamakan demikian karena merupakan bukti dari Shidqu Imanihi (kebenaran imannya)”
_________________________

Sedekah dapat mencegah pedagang melakukan maksiat dalam jual-beli

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يا معشر التجار ! إن الشيطان والإثم يحضران البيع . فشوبوا بيعكم بالصدقة

“Wahai para pedagang, sesungguhnya setan dan dosa keduanya hadir dalam jual-beli. Maka hiasilah jual-beli kalian dengan sedekah.” (HR. Tirmidzi no. 1208, ia berkata: “Hasan shahih”)

Pahala sedekah terus berkembang

Pahala sedekah walaupun hanya sedikit itu akan terus berkembang pahalanya hingga menjadi besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إنَّ اللهَ يقبلُ الصدقةَ ، ويأخذُها بيمينِه ، فيُرَبِّيها لِأَحَدِكم ، كما يُرَبِّي أحدُكم مُهْرَه ، حتى إنَّ اللُّقْمَةَ لَتَصِيرُ مِثْلَ أُحُدٍ

“sesungguhnya Allah menerima amalan sedekah dan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya. Lalu Allah mengembangkan pahalanya untuk salah seorang dari kalian, sebagaimana kalian mengembangkan seekor anak kuda. Sampai-sampai sedekah yang hanya sebiji bisa berkembang hingga sebesar gunung Uhud” (HR. At Tirmidzi 662, ia berkata: “hasan shahih”)

Sedekah menjauhkan diri dari api neraka

Sesungguhnya sedekah itu walaupun sedikit, memiliki andil untuk menjauhkan kita dari api neraka. Semakin banyak sedekah, semakin jauh kita darinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

اتَّقوا النَّارَ ولو بشقِّ تمرةٍ ، فمن لم يجِدْ فبكلمةٍ طيِّبةٍ

“jauhilah api neraka, walau hanya dengan bersedekah sebiji kurma. Jika kamu tidak punya, maka bisa dengan kalimah thayyibah” (HR. Al Bukhari 6539, Muslim 1016)
Boleh iri kepada orang yang dermawan

Iri atau hasad kepada orang yang suka bersedekah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

لا حسدَ إلا في اثنتين : رجلٌ آتاه اللهُ مالًا؛ فسلَّطَ على هَلَكَتِه في الحقِّ ، ورجلٌ آتاه اللهُ الحكمةَ؛ فهو يَقضي بها ويُعلمُها

“tidak boleh hasad kecuali pada dua orang: seseorang yang diberikan harta oleh Allah, kemudia ia belanjakan di jalan yang haq, dan seseorang yang diberikan oleh Allah ilmu dan ia mengamalkannya dan mengajarkannya” (HR. Al Bukhari 73, Muslim 816)

ARTI DAN ASAL USUL NAMA RAMADHAN

ARTI DAN ASAL USUL NAMA RAMADHAN




ARTI DAN ASAL USUL NAMA RAMADHAN


Arti Ramadhan

Ada beberapa pendapat asal mula penamaan bulan ramadhan, misalnya disebutkan oleh Ibnu Katsir, beliau berkata,

ورمضان مِنْ شِدَّةِ الرَّمْضَاءِ ، وَهُوَ الْحُرُّ ، يُقَالُ رَمِضَتِ الْفِصَالُ : إِذَا عَطِشَتْ

“Kata Ramadhan diambil dari kata (الرَّمْضَاءِ = Ar-Ramdha’) karena kondisi yang sangat panas. Ar Ramdha’ artinya panas, seperti dalam kalimat “Ramidhat Al Fishaal” (Anak-anak unta itu kepanasan jika sedang haus).” [Tafsir Ibnu Katsir: 4/128-129]

Ada juga beberapa pendapat lainnya semisal:Ramadhan di ambil dari kata Ar-Ramdu (الرمض) yang artinya batu yang panas karena terkena terik matahari. Saat itu kewajiban puasa ketika panas yang sangat terik.

Ramadhan diambil dari kata Ar-Ramiidh (الرميض) yang artinya adalah hujan/awan yang turun setelah musim panas dan sebagai penanda masuknya musim gugur, sehingga hilanglah dan luntur semua panas selama ini.

Terlepas dari perbedaan asal kata ini, salah satu makna asal kata bulan Ramadhan yang perlu kita perhatikan adalah gugur dan luntur. Yaitu luntur dan gugurnya dosa di bulan Ramadhan.

Sebagaimana penjelasan Al-Qurthubi, beliau berkata:

إنما سمي رمضان لأنه يرمض الذنوب أي يحرقها بالأعمال الصالحة

“Dinamakan bulan Ramadhan karena ia mengugurkan/membakar dosa-dosa dengan amal shalih” [Tafsir Al-Qurthubi 2/291]

Imam Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Muhammad al-Baghdadi, atau yang lebih masyhur dengan sebutan Imam al-Mawardi, dalam salah satu kitabnya menjelaskan, alasan tersebut karena pada bulan Ramadhan merupakan bulan pembakaran dosa.

Dalam riwayat Anas bin Malik, Rasulullah bersabda:

وَقَدْ رَوَى أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّمَا سُمِّيَ رَمَضَانُ لِأَنَّهُ يَرْمِضُ الذُّنُوبَ

Artinya, “Dan sungguh, Anas bin Malik telah meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw telah berkata: Sesungguhnya, dinamakan Ramadhan karena karena membakar dosa.”

Maksud dari membakar dosa pada hadits di atas, karena dengan beribadah puasa, semua dosa-dosa yang ada dalam diri umat Islam akan hilang.

Puasa tersebut akan menghapus dan menghilangkan semua dosa-dosanya. (Imam al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir lil Mawardi, [Beirut, Darul Fikr: 1999], juz III, halaman 854).

Asal Mula Ramadhan


Asal usul penamaan Ramadan juga bermula dari penggunaan kalender Hijriyah pada Tahun 412 Masehi. Pada masa Kilab bin Murrah yang merupakan kakek Nabi Muhammad SAW ke-6 terjadi kesepakatan para petinggi lintas suku dan kabilah bangsa Arab di Makkah.

Pada saat itu mereka berkumpul untuk menentukan nama-nama bulan Arab, hal ini untuk memudahkan mereka dalam urusan perdagangan. Dari hasil diskusi maka disepakatilah 12 bulan Arab, yaitu
  1. Muharram,
  2. Shafar,
  3. Rabi’al-Awwal,
  4. Rabi’al-Tsani,
  5. Jumadal Ula,
  6. Jumadal Tsaniyah,
  7. Rajab,
  8. Sya’ban,
  9. Ramadhan,
  10. Syawwal,
  11. Dzulqa’dah, dan
  12. Dzulhijjah.

Pada saat itu penomoran bulan masih belum ada. Karena mereka tidak mengetahui bulan apa yang pertama. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab barulah ada kebijakan untuk membuat penomoran pada bulan-bulan Arab.

Dan pada akhirnya, bulan Muharram dipilih menjadi bulan yang pertama dan bulan Ramadhan menjadi bulan ke-9 dalam bulan Arab atau yang sekarang dikenal dengan kalender Hijriah.

Bulan Ramadhan adalah bulan pengampunan dan bergugurannya dosa

Begitu banyak amal yang Allah jadikan sebab sebagai penghapus dosa di bulan Ramadhan. Misalnya puasa di bulan Ramadhan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

”Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu akan diampuni”. [HR. Bukhari No. 38 dan Muslim no. 760]

Demikian juga dengan shalat malam di bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” [HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759]

Demikian juga dengan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah biasa.” [HR. Abu Daud, dihasankan oleh syaikh Al-Albani]

Ramadhan sekarang dengan Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa.


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

“Antara shalat yang lima waktu, antara jum’at yang satu dan jum’at berikutnya, antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan berikutnya, di antara amalan-amalan tersebut akan diampuni dosa-dosa selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.” [HR. Muslim no. 233]

Begitu banyak amal-amal yang Allah jadikan untuk mengugurkan dosa sehingga jika ada orang yang telah berlalu Ramadhan kemudian tidak diampuni oleh Allah dan dibersihkan dosa-dosanya, maka itu (maaf) “keterlaluan”. Inilah yang dimaksud oleh hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ – أَوْ بَعُدَ – دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ

“Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni.” [HR. Ahmad, dishahihkan al-Hakim, adz-Dzahabi dan al-Albani]

Pantas apabila ada ulama salaf yang berkata,

من لم يغفرْ لَه في رمضان فلن يغفر له فيما سواه؛

“Barangsiapa yang tidak diampuni dosa-dosanya di bulan Ramadhan, maka tidak akan diampuni dosa-dosanya di bulan-bulan lainnya.” [Latha-if Al-Ma’arif, hal. 297]
Keutamaan & Adab di Hari Jum’at

Keutamaan & Adab di Hari Jum’at



Keutamaan & Adab di Hari Jum’at


1. Hari paling utama di dunia

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

 خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيْهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيْهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، وَلاَ تَقَوْمُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَة .

"Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jum’at; pada hari ini Adam q diciptakan, pada hari ini (Adam Alaihissalam) dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari ini pula ia dikeluarkan dari surga. Dan tidaklah kiamat akan terjadi kecuali pada hari ini.(HR Muslim)

Dalam riwayat Aus bin Aus Radhiyallahu ‘anhu dengan lafal:

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيْهِ قُبِضَ، وَفِيْهِ النَّفْخَةُ، وَفِيْهِ الصَّعِقَةُ …….

“Sesungguhnya seutama-utama hari kalian adalah hari Jum’at ; pada hari ini Adam Alaihissalam diciptakan, pada hari ini pula ia dimatikan, pada hari ini ditiupkan sangkakala (tanda kiamat), dan pada hari ini pula hari kebangkitan” (HR Abu Dawud, An Nasa’I, dan Ibnu Majah )

2. Hari bagi kaum muslimin

Hari jum’at adalah hari berkumpulnya umt Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masjid-masjid mereka yang besar untuk mengikuti shalat dan sebelumnya mendengarkan dua khutbah jum’at yang berisi wasiat taqwa dan nasehat-nasehat, serta do’a.

Dari Kuzhaifah dan Rabi’i bin Harrasy radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

أَضَلَّ اللهُ عَنِ الْجُمُعَةِ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا، فَكَانَ لِلْيَهُوْدِ يَوْمُ السَّبْتِ وَكَانَ لِلنَّصَارَى يَوْمُ اْلأَحَدِ,فَجَاءَ اللهُ بِنَا فَهَدَانَا اللهُ لِيَوْمِ الْجُمُعَةِ فَجَعَلَ الْجُمُعَةَ وَالسَّبْتَ وَاْلأَحَدَ، وَكَذَلِكَ هُمْ تَبَعٌ لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ, نَحْنُ اْلآخِرُوْنَ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا وَاْلأَوَّلُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمَقْضِيَّ لَهُمْ قَبْلَ الْخَلاَئِقِ.

Allah telah menyesatkan orang-orang sebelum kita dari hari Jum’at, maka umat Yahudi memperoleh hari Sabtu, umat Nasrani memperoleh hari Ahad. Lalu Allah mendatangkan kita dan memberi kita hidayah untuk memperoleh hari Jum’at. Maka Allah menjadikan hari Jum’at, Sabtu dan Ahad, dan mereka (umat sebelum kita) berada di belakang kita pada hari kiamat.Kita datang paling akhir di dunia, tetapi paling awal datang di hari kiamat yang telah ditetapkan untuk mereka sebelum diciptakan seluruh makhluk”(HR Muslim)

Bahkan hari jum’at adalah hari rayanya kaum muslimiin!

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ، إِنَّ هَذَا يَوْمٌ جَعَلَهُ اللَّهُ لَكُمْ عِيدًا، فَاغْتَسِلُوا، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ

“Wahai kaum muslimin, sesungguhnya saat ini (yaitu hari jum’at) adalah hari yang dijadikan oleh Allah sebagai hari raya untuk kalian. Maka mandilah dan hendaklah kalian bersiwak” (HR Thabrani))

Dari Anas bin Maalik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

أَتَانِي جِبْرِيلُ وَفِي يَدِهِ كَالْمِرْآةِ الْبَيْضَاءِ فِيهَا كَالنُّكْتَةِ السَّوْدَاءِ

Jibril pernah mendatangiku, dan di tangannya ada sesuatu seperti kaca putih. Di dalam kaca itu, ada titik hitam.

فَقُلْتُ : يَا جِبْرِيلُ مَا هَذِهِ ؟ ، قَالَ : هَذِهِ الْجُمُعَةُ

Aku pun bertanya, “Wahai Jibril, ini apa?” Beliau menjawab, “Ini hari Jumat.”

قال : قُلْتُ : وَمَا الْجُمُعَةُ ؟ ، قَالَ : لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ

Saya bertanya lagi, “Apa maksudnya hari Jumat?” Jibril mengatakan, “Kalian mendapatkan kebaikan di dalamnya.”

قَالَ : قُلْتُ : وَمَا لَنَا فِيهَا ؟ ، قَالَ : يَكُونُ عِيدًا لَكَ وَلِقَوْمِكَ مِنْ بَعْدِكَ ، وَيَكُونُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى تَبَعًا لَكَ

Saya bertanya, “Apa yang kami peroleh di hari Jumat?” Beliau menjawab, “Hari jumat menjadi hari raya bagimu dan bagi kaummu setelahmu. Sementara, orang Yahudi dan Nasrani mengikutimu (hari raya Sabtu–Ahad).”

قَالَ : قُلْتُ : وَمَا لَنَا فِيهَا ؟ ، قَالَ : لَكُمْ فِيهَا سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ فِيهَا شَيْئًا مِنَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ هُوَ لَهُ قَسْمٌ إلَّا أَعْطَاهُ إيَّاهُ ، أَوْ لَيْسَ لَهُ بِقَسْمٍ إلَّا ادَّخَرَ لَهُ عِنْدَهُ مَا هُوَ أَفْضَلُ مِنْهُ ، أَوْ يَتَعَوَّذُ بِهِ مِنْ شَرٍّ هُوَ عَلَيْهِ مَكْتُوبٌ إلَّا صَرَفَ عَنْهُ مِنَ الْبَلَاءِ مَا هُوَ أَعْظَمُ مِنْهُ

Aku bertanya, “Apa lagi yang kami peroleh di hari Jumat?” Beliau menjawab, “Di dalamnya, ada satu kesempatan waktu; jika ada seorang hamba muslim berdoa bertepatan dengan waktu tersebut, untuk urusan dunia serta akhiratnya, dan itu menjadi jatahnya di dunia, maka pasti Allah kabulkan doanya. Jika itu bukan jatahnya maka Allah simpan untuknya dengan wujud yang lebih baik dari perkara yang dia minta, atau dia dilindungi dan dihindarkan dari keburukan yang ditakdirkan untuk menimpanya, yang nilainya lebih besar dibandingkan doanya.”

قَالَ : قُلْتُ لَهُ : وَمَا هَذِهِ النُّكْتَةُ فِيهَا ، قَالَ : هِيَ السَّاعَةُ وَهِيَ تَقُومُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَهُوَ عِنْدَنَا سَيِّدُ الْأَيَّامِ الَّتِي اخْتَارَهَا ، وَنَحْنُ نَدْعُوهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَوْمَ الْمَزِيدِ

Aku bertanya lagi, “Apa titik hitam ini?” Jibril menjawab, “Ini adalah kiamat, yang akan terjadi di hari Jumat. Hari ini merupakan pemimpin hari yang lain menurut kami. Kami menyebutnya sebagai “yaumul mazid”, hari tambahan pada hari kiamat.”

قَالَ : قُلْتُ : مِمَّ ذَاكَ ؟

Aku bertanya, “Apa sebabnya?”

قَالَ : لِأَنَّ رَبَّكَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى اتَّخَذَ فِي الْجَنَّةِ وَادِيًا مِنْ مِسْكٍ أَبْيَضَ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ هَبَطَ مِنْ عِلِّيِّينَ عَلَى كُرْسِيِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ثُمَّ حُفَّ الْكُرْسِيُّ بِمَنَابِرَ مِنْ ذَهَبٍ مُكَلَّلَةٍ بِالْجَوَاهِرِ

Jibril menjawab, “Karena Rabbmu, Allah, menjadikan satu lembah dari minyak wangi putih. Apabila hari Jumat datang, Dia Dzat yang Mahasuci turun dari illiyin di atas kursi-Nya. Kemudian, kursi itu dikelilingi emas yang dihiasi dengan berbagai perhiasan.

ثُمَّ يَجِيءُ النَّبِيُّونَ حَتَّى يَجْلِسُوا عَلَيْهَا وَيَنْزِلُ أَهْلُ الْغُرَفِ حَتَّى يَجْلِسُوا عَلَى ذَلِكَ الْكَثِيبِ

Kemudian, datanglah para nabi, dan mereka duduk di atas mimbar tersebut. Kemudian, datanglah para penghuni surga dari kamar mereka, lalu duduk di atas bukit pasir.

ثُمَّ يَتَجَلَّى لَهُمْ رَبُّهُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ، ثُمَّ يَقُولُ : سَلُونِي أُعْطِكُمْ ، قَالَ : فَيَسْأَلُونَهُ الرِّضَا ، فَيَقُولُ : رِضَائِي أُحِلُّكُمْ دَارِي وَأُنِيلُكُمْ كَرَامَتِي فَسَلُونِي أُعْطِكُمْ ، قَالَ : فَيَسْأَلُونَهُ الرِّضَا ، قَالَ : فَيُشْهِدُهُمْ أَنَّهُ قَدْ رَضِيَ عَنْهُمْ

Kemudian, Rabbmu, Allah, Dzat yang Mahasuci lagi Mahatinggi, menampakkan diri-Nya kepada mereka, dan berfirman, “Mintalah, pasti Aku beri kalian!” Maka mereka meminta ridha-Nya. Allah pun berfirman, “Ridha-Ku adalah Aku halalkan untuk kalian rumah-Ku, dan Aku jadikan kalian berkumpul di kursi-kursi-Ku. Karena itu, mintalah, pasti Aku beri!” Mereka pun meminta kepada-Nya. Kemudian Allah bersaksi kepada mereka bahwa Allah telah meridhai mereka.

قَالَ : فَيُفْتَحُ لَهُمْ مَا لَمْ تَرَ عَيْنٌ ، وَلَمْ تَسْمَعْ أُذُنٌ ، وَلَمْ يَخْطُرْ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ ، قَالَ : وَذَلِكُمْ مِقْدَارُ انْصِرَافِكُمْ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ

Akhirnya, dibukakanlah sesuatu untuk mereka, yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati seseorang. Dan itu terjadi selama kegiatan kalian di hari jumat

ثُمَّ يَصْعَدُ عَلَى كُرْسِيِّهِ ، وَيَصْعَدُ مَعَهُ الصِّدِّيقُونَ وَالشُّهَدَاءُ ، وَيَرْجِعُ أَهْلُ الْغُرَفِ إِلَى غُرَفِهِمْ دُرَّةٌ بَيْضَاءُ لا فَصْمٌ فِيهِ وَلا نَظْمٌ ، أَوْ يَاقُوتَةٌ حَمْرَاءُ ، أَوْ زَبَرْجَدَةٌ خَضَرَاءُ فِيهَا غُرَفُهَا وَأَبْوَابُهَا ، مُطَّرِدَةٌ فِيهَا أَنْهَارُهَا ، مُتَذَلِّلَةٌ فِيهَا أَثْمَارُهَا ، فِيهَا أَزْوَاجُهَا وَخَدَمُهَا

Kemudian (Allah) naik ke atas kursiNya, lalu naiklah para syuhadaa’ dan shiddiqin. dan para penghuni kamar-kamar surga kembali ke kamar-kamar mereka yang terbuat dair mutiara putih, tanpa ada keretakan dan aib, atau dari permata yaqut merah atay zamrud hijau. Kamar dan pintunya terbuat darinya. Sungai-sungai tak henti-hentinya mengalir dan buah-buahannya bergelatungan, dan didalamnya terdapat para istri dan pelayang.

قَالَ : فَلَيْسُوا إلَى شَيْءٍ أَحْوَجَ مِنْهُمْ إلَى يَوْمِ الْجُمُعَةِ لِيَزْدَادُوا إلَى رَبِّهِمْ نَظَرًا ، وَلِيَزْدَادُوا مِنْهُ كَرَامَةً

sehingga tidak ada yang lebih mereka nantikan, melebihi hari Jumat, agar mereka bisa semakin sering melihat Rabb mereka dan mendapatkan tambahan kenikmatan dari-Nya (HR. Ibnu Abi Syaibah, Thabrani ))

3. Shalat paling utama disisi Allah adalah shalat shubuh di hari jum’at dengan berjama’ah

إن أفضل الصلاة عند الله صلاة الصبح يوم الجمعة في جماعة.

“Sesungguhnya seafdhal-afdhal shalat disisi Allah, adalah shalat shubuh di hari jum’at dengan berjama’ah” (HR Abu Nu’aym).)

4. Waktu yang mustajab untuk berdo’a ada pada hari jum’at

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut hari jum’at lalu beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّيْ يَسْأَلُ اللهَ خَيْراً إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، قَالَ: وَهِيَ سَاعَةٌ خَفِيْفَةٌ.

“Di hari jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.” Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu. (HR. Bukhari Muslim)

Namun mengenai penentuan waktu, para ulama berselisih pendapat. Diantara pendapat-pendapat tersebut ada 2 pendapat yang paling kuat:

a. Waktu itu dimulai dari duduknya imam sampai pelaksanaan shalat jum’at

Dari Abu Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata padanya,

“Apakah engkau telah mendengar ayahmu meriwayatkan hadits dari Rasulullah sehubungan dengan waktu ijaabah pada hari jum’at?” Lalu Abu Burdah mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Yaitu waktu antara duduknya imam sampai shalat dilaksanakan.’ (HR. Muslim)

Imam Nawawi rahimahullah menguatkan pendapat di atas. Sedangkan Imam As-Suyuthi rahimahullah menentukan waktu yang dimaksud adalah ketika shalat didirikan.

b. Batas akhir dari waktu tersebut hingga setelah ‘ashar

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لاَ يُوْجَدُ فِيْهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ شَيْئاً إِلاَّ آتَاهُ إِيَّاهُ، فَالْتَمِسُوْهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ.

"Hari jum’at itu dua belas jam. Tidak ada seorang muslimpun yang memohon sesuatu kepada Allah dalam waktu tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Allah. Maka peganglah erat-erat (ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah ‘ashar." (HR. Abu Dawud)

Dan yang menguatkan pendapat kedua ini adalah Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau mengatakn bahwa,

“Ini adalah pendapat yang dipegang oleh kebanyakan generasi salaf dan banyak sekali hadits-hadits mengenainya.”

5. Dosa-dosanya diampuni antara jum’at tersebut dengan jum’at sebelumnya

Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyak, atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan (dengan seksama) ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara jum’at tersebut dan jum’at berikutnya.” (HR. Bukhari)

Adab hari jum’at sesuai sunnah Råsulullåh (ﷺ)

Berikut ini beberapa adab yang harus diperhatikan bagi setiap muslim yang ingin menghidupkan syariat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jumat.

1. Memperbanyak Sholawat Nabi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,

“Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah sholawat kepadaku di dalamnya, karena sholawat kalian akan ditunjukkan kepadaku“

Para sahabat berkata:
‘Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?’

Nabi bersabda:

‘Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.”
(Shohih. HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i)

Shalawat yang syar’i yaitu:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ

“Allahumma sholli ‘ala Muhammad an nabiyyil ummiyyi.
[Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad Nabi yang Ummi]”

(Fadhlu Ash Sholah ‘alan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam no. 60. Syaikh Al Albani mengomentari bahwa hadits ini shohih)

atau

اللَّهُمَّ صّلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

[Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi shalawat kepada kerabat Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia]

atau

 اللّهُمَّ صّلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ


“Ya, Allah curahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah curahkan shalawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”

“Ya Allah, curahkanlah barakah kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah curahkan barakah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”
Bukhari dan Muslim)

Label