"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

Masuk Surga Sekeluarga




Masuk Surga Sekeluarga

Satu keluarga bisa berkumpul di surga merupakan suatu kenikmatan dan puncak kebahagiaan. Dalam surah Arra’du ayat 23, Allah taala berfirman:

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ

“(Yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama orang-orang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya.”

Berdasarkan ayat inilah, Ibnu Katsir mengatakan bahwa seseorang akan berkumpul bersama keluarganya di surga, yakni dengan orang tua, istri, dan anak cucunya. Oleh karena itulah, ayat di atas sebagai dalil bahwa satu keluarga bisa masuk surga bersama.

Didalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwasanya Said bin Jubair murid Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan, menurutnya Rasulullah yang bersabda, bukan ucapan Abdullah bin Abbas:

إِذَا دَخَلَ الرَجُلُ الجَنَّةَ سَأَلَ عَنْ أَبَوَيْهِ وَزَوْجَتِهِ وَوَلَدِهِ، فَيُقَالُ: إِنَّهُمْ لَمْ يَبْلُغُوْا دَرَجَتَكَ. فَيَقُوْلُ: يَا رَبِّ، قَدْ عَمِلْتُ لِيْ وَلَهُمْ. فَيُؤْمَرُ بِإلِحْاقِهِمْ بِهِ، وَقَرَأَ اِبْنُ عَبَّاسٍ (والذين آمنوا واتبعتهم ذريتهم بإيمان ) الآية .

“Apabila seseorang memasuki surga, ia akan bertanya tentang kedua orang tuanya, pasangannya, dan anak-anaknya. Lalu diberikan jawaban untuknya, ‘Kedudukan mereka tidak mencapai kedudukanmu’. Kemudian ia berkata, ‘Wahai Rabbku, aku beramal untuk diriku dan untuk mereka’. Lalu Allah perintahkan agar keluarganya dipertemukan dengannya.” Setelah itu, Abdullah bin Abbas membaca ayat:

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ أَلَتْنَٰهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَىْءٍ كُلُّ ٱمْرِئٍۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” [Quran Ath-Thur: 21].

Karena itulah, termasuk kesempurnaan kebahagiaan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada penduduk surga adalah Allah buat mereka bertemu dengan anggota keluarganya. 

Keshalehan Orang tua

Kesalehan orang tua dapat menjadi wasilah yang menjaga dan mensalehkan anak keturunannya sebagaimana firman Allah dalam surah Alkahfi:

وَ كَانَ اَبُوْهُمَا صَالِحًا

“Dan keadaan ayahnya adalah seorang yang saleh.” (QS. Alkahfi ayat 82).

Menurut Ibnu Katsir, ayat ini merupakan dalil bahwasanya orang tua yang saleh akan dijaga keturunannya. Bahkan menurut al-Qurthubi, bisa jadi kesalehan seseorang berkat kesalihan kakek buyutnya. Itulah mengapa Ibnu al-Musayyib berkata kepada anaknya, “Sungguh aku akan menambah panjang shalatku demi dirimu, dengan harapan aku dijaga, begitu juga dirimu.” (Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, 2/554).

Di dalam Tafsir ath-Thabari terdapat sebuah nukilan ucapan Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma saat menafsirkan ayat ini. Beliau mengatakan,

إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَيَرْفَعُ ذُرِّيَةَ المُؤْمِنِ فِي دَرَجَتِهِ، وَإِنْ كَانُوْا دُوْنَهُ فِي العَمَلِ، لِيُقِرَّ بِهِمْ عَيْنَهُ

“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala (di surga) akan mengangkat keluarga orang-orang beriman hingga sama kedudukannya dengan mereka. Walaupun amalan mereka di bawahnya. Hal itu Allah lakukan untuk membuat mereka bahagia.”

Usaha anak

Adapun sang anak, ia bisa mewujudkan kemuliaan keluarga ini dengan memperbanyak doa kebaikan dan permohonan ampun untuk kedua orang tuanya. Syekh melanjutkan penjelasannya,

“Adapun kebaikan Allah pada orang tua, adalah karena keberkahan amalan anak.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, beliau berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,

إن الله ليرفع الدرجة للعبد الصالح في الجنة فيقول : يا رب ، أنى لي هذه ؟ فيقول : باستغفار ولدك لك “

“Sesungguhnya Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba yang saleh di surga. Sang hamba ini pun berkata, ‘Ya Rabb, bagaimana bisa setinggi ini?’ Allah berfirman, ‘Karena permohonan ampun anakmu untukmu.'”

Sanad hadis ini sahih dan ada hadis lain yang menguatkan dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ، أو ولد صالح يدعو له

‘Jika seorang anak Adam wafat, terputuslah amalannya, kecuali 3 hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.’
____________
Dengan demikian, siapa yang menduduki surga yang lebih tinggi dan dengan catatan anggota keluarga yang lain juga berada di surga, maka yang berkedudukan lebih tinggi ini berjasa mengangkat semua anggota keluarga yang lain berada di level tinggi yang sama.

Perjuangan kita dalam beramal ternyata memberikan manfaat untuk anggota keluarga yang lain. Tatkala Anda berada di surga yang lebih tinggi, ini adalah anugerah yang luar biasa bagi orang tua. Bisa jadi saat di dunia kita tidak bisa menghajikan mereka. Barangkali saat di dunia kita tidak mampu memberikan hadiah berupa rumah untuk mereka. Namun perjuangkanlah untuk menjadi anak shaleh yang surganya lebih tinggi dibanding orang tuanya. Sehingga nanti di akhirat kita bisa memberikan hadiah yang lebih hebat. Yaitu surga yang lebih tinggi dibandingkan surga yang seharusnya mereka tempati.

Kondisi sebaliknya terjadi kepada orang-orang yang mendapatkan hukuman dari Allah Ta’ala. Yaitu hukuman di neraka. Orang yang tidak mendapatkan surga akan dipisahkan dari anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Az-Zumar ayat 15:

قُلْ إِنَّ ٱلْخَٰسِرِينَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَلَا ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْخُسْرَانُ ٱلْمُبِينُ

Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat”. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” [Quran Az-Zumar: 15]

Apa kaitannya dengan anggota keluarganya? Sehingga orang ini disebut oleh Allah merugikan dirinya sendiri dan anggota keluarganya, padahal yang bersalah adalah dia. Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan,

تَفَارَقُوْا فَلَا الْتِقَاءَ لَهُمْ أَبَدًا، سَوَاءُ ذَهَبَ أَهْلُوْهُمْ إِلَى الجَنَّةِ وَقَدْ ذَهَبُوْا هُمْ إِلَى النَّارِ، أَوْ أَنَّ الجَمِيْعَ أَسْكَنُوْا النَّارَ، وَلَكِنْ لَا اجْتِمَاعَ لَهُمْ وَلَا سُرُوْرَ

“Mereka semua berpisah. Tidak ada lagi pertemuan untuk selama-lamanya. Baik anggota keluarganya yang menuju surga sementara mereka terbenam di dalam neraka. Atau kedua belah pihak semuanya menghuni neraka. Tapi, tidak ada pertemuan untuk mereka dan tidak ada kebahagiaan.”

Inilah kondisi penduduk neraka. Tatkala mereka sekeluarga masuk ke dalam neraka, sama-sama berada di tempat yang hina, ditambah lagi tidak dipertemukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena itu, Allah menutup ayat yang mengisahkan tentang kondisi penghuni neraka ini dengan mengatakan,

أَلَا ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْخُسْرَانُ ٱلْمُبِينُ

“Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”

Perjuangan kita untuk masuk ke dalam surga bukanlah perjuangan untuk kepentingan pribadi saja. Ini adalah perjuangan yang kita niatkan agar semua anggota keluarga kita bisa kita boyong semua masuk ke dalam surga. Baik orang tua kita, istri dan anak-anak kita, saudara-saudara kita, atau siapapun orang dekat kita.

Karena kenikmatan yang hakiki adalah tatkala kita menikmati sebuah tempat yang nyaman bersama seluruh anggota keluarga kita. 

Itulah harapan dan cita-cita. Untuk mendapatkan itu manusia harus melakukan perjuangan. Dan salah satu perjuangan untuk mendapatkan hal itu telah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [Quran At-Tahrim: 6]

Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu tatkala menafsirkan ayat ini, beliau mengatakan, “Ajarkan ilmu (agama) kepada mereka dan ajari mereka adab.”

Dan terakhir, salah satu kewajiban bagi kepala rumah tangga adalah memastikan harta yang mereka bawa ke rumah adalah harta yang halal. Karena harta yang haram akan membawa kita dan anggota keluarga kita terbenam di neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

Setiap daging yang tumbuh dari yang tidak halal, maka neraka yang lebih pantas baginya. [HR. Ahmad 3/32].

Semoga Allah Ta’ala memberikan kita taufik untuk mempelajari agamanya dan mengamalkannya. Serta menjadikan kita para pemburu surga bukan para pemburu dunia.




You Might Like :

Label