Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَعْبُدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُۥ خَيْرٌ ٱطْمَأَنَّ بِهِۦ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ ٱنقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِۦ خَسِرَ ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةَ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْخُسْرَانُ ٱلْمُبِينُ
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di pinggiran; maka jika ia memperoleh kebaikan (rezeki lancar dll), ia tetap dalam keislamannya. Namun jika ia ditimpa oleh suatu bencana (musibah dan susahnya kehidupan), ia berbalik arah ke belakang (murtad). Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” [Quran Al-Hajj: 11].
Berkaitan dengan ayat ini, al-Imam al-Bukhari meriwayatkan sebuah kisah tentang orang-orang yang datang ke Kota Madinah untuk memeluk Islam. Dan bagus atau tidak agama ini atau benar tidaknya agama ini mereka ukur dengan materi dunia. Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan,
كَانَ الرَّجُلُ يَقْدُمُ المَدِيْنَةَ، فَإِنْ وَلَدَتْ اِمْرَأَتُهُ غُلَامًا، وَنَتِجَتْ خَيْلُهُ، قَالَ: هَذَا دِيْنٌ صَالِحٌ. وَإِنْ لَمْ تَلِدْ امْرَأَتُهُ، وَلَمْ تَنْتَجْ خَيْلَهُ قَالَ: هَذَا دِيْنُ سُوْءٍ.
“Dulu orang yang datang ke Kota Madinah (untuk memeluk Islam). (Setelah berlalu beberapa lama masuk Islam), kalau istrinya melahirkan anak laki-laki dan kudanya melahirkan. Ia berkomentar, ‘Ini agama yang baik’. Tapi, kalau istriya tidak melahirkan. Demikian juga ternak kudanya tidak melahirkan. Ia berkomentar, ‘Ini agama yang jelek’.”
Dalam konteks yang lebih luas, kita bisa saksikan banyak orang yang tidak serius tatkala dia memeluk Islam. Tatkala dia menjadi seorang muslim, ia tidak perhatian dengan apa kewajiban yang harus dilakukan sebagai seorang muslim. Shalat tidak mengerti, wudhu mandi wajib tidak mengerti batasannya. Apa kewajiban atas harta yang sudah dimiliki, dll. Yang dia tahu, namanya hidup ya ngurusi dunia.
أَيَحْسَبُ ٱلْإِنسَٰنُ أَن يُتْرَكَ سُدًى
“Apakah manusia mengira (setelah diciptakan), ia akan dibiarkan begitu saja”? [Quran Al-Insan: 36].
Orang seperti ini juga termasuk cakupan firman Allah Ta’ala di atas:
فَإِنْ أَصَابَهُۥ خَيْرٌ ٱطْمَأَنَّ بِهِۦ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ ٱنقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِۦ
“Jika ia memperoleh kebaikan (rezeki lancar dll), ia tetap dalam keislamannya. Namun jika ia ditimpa oleh suatu bencana (musibah dan susahnya kehidupan), ia berbalik arah ke belakang.”
Dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لاَ يُحِبُّ ، وَلاَ يُعْطِي الإيْمَانَ إِلاَّ مَنْ يُحِبُّ
“Sesungguhnya Allah memberi dunia pada orang yang Allah cinta maupun tidak. Sedangkan iman hanya diberikan kepada orang yang Allah cinta.”
مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْه في الدينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan ia faham dalam agama.” [Muttafaqun ‘alaihi].
Ada sebuah pesan yang disampaikan oleh seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Abu Darda radhiallahu ‘anhu,
كُنْ عَالِمًا ، أَوْ مُتَعَلِّمًا ، أَوْ مُسْتَمِعًا ، أَوْ مُحِبًّا ، وَلاَ تَكُنْ الخَامِسَةَ فَتَهْلَكُ. قَالَ : فَقُلْتُ لِلْحَسَنِ : مَنِ الخَامِسَةُ ؟ قال : المبْتَدِعُ
“Jadilah seorang alim atau seorang yang mau belajar, atau seorang yang sekedar mau dengar, atau seorang yang sekedar suka, janganlah jadi yang kelima.” Humaid berkata pada Al-Hasan Al-Bashri, yang kelima itu apa. Jawab Hasan, “Janganlah jadi ahli bid’ah (yang beramal asal-asalan tanpa panduan ilmu, pen.) (Al-Ibanah Al-Kubra karya Ibnu Batthah)
عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، ) وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ