"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

Hukum Seputar Para Lansia



Hukum Seputar Para Lansia 


1. Sholat diwajibkan kepada setiap mukallaf (Baligh & Berakal) sampai ajal tiba

Usia baligh berbeda tiap individu, yang ditandai dengan keluarnya mani baik dalam mimpi atau dalam keadaan bangun, tumbuhnya bulu kemaluan, atau telah genap berusia 15 tahun, dan khusus bagi wanita ada tanda tambahan yaitu keluarnya darah haidh.
(lihat syarhul mumti’ : 4/224).

Rasulullah ﷺ bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

“Pena pencatat amal dan dosa itu diangkat dari tiga golongan; orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia bermimpi dan orang gila hingga ia berakal”.
(Abu Dawud : 3825 dan selainnya, dan dinyatakan shohih oleh syaikh albany)

Selama dia masih dalam masa taklif (baligh dan berakal), maka wajib baginya untuk melakukan sholat sampai bertemu dengan ajalnya, Allah ﷻ berfirman:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).
(QS Al-Hijr : 99)

Dalam riwayat abu dawud ada tambahan lafazh pada hadits “orang yang diangkat pena taklif dari dirinya” yang telah kita sebutkan diatas, yaitu disebabkan pikun (الخَرِف).

2. Hukum sholat bagi orang yang sudah pikun

Demensia adalah suatu kondisi menurunnya cara berpikir dan daya ingat seseorang yang biasanya terjadi pada lansia (usia 65 tahun ke atas). Orang tua/lansia yang sudah pikun  tidak lagi diwajibkan mengerjakan sholat, karena hilangnya syarat taklif dari dirinya yaitu akal. ia sudah tidak mengingat waktu sholat sementara untuk sholat dibutuhkan niat

Tapi jika kepikunannya hilang di salah satu waktu sholat, maka wajib baginya mengerjakan sholat pada waktu tersebut. Tetaplah ingatkan orang orang yang sudah pikun itu untuk mengerjakan sholat, karena mungkin saja sesekali dia sadar, maka ketika sadar itulah ia memiliki kewajiban untuk sholat.

3. Tata cara sholat bagi lansia yang tidak bisa mengerjakan sholat dengan sempurna

Orang tua yang tidak bisa melakukan gerakan sholat dengan sempurna, seperti tidak bisa berdiri dengan sempurna, ruku’ dengan sempurna atau bahkan tidak bisa lagi berdiri, maka dia tetap berkewajiban untuk melakukan sholat sesuai dengan kemampuannya, kewajiban sholat tidak hilang darinya selama masih memiliki nafas dan akal.

Allah berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Bertaqwalah kalian sesuai dengan kadar kemampuan kalian.” (QS. Attaghabun: 16)

Begitu pula dengan sabda rasulullah ﷺ :

صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

“Shalatlah dengan berdiri, jika kamu tidak sanggup lakukanlah dengan duduk dan bila tidak sanggup juga lakukanlah dengan berbaring pada salah satu sisi badan”.
(HR Bukhari : 1050)

ُالمَيسُورُ لا يَسقُطُ بالمَعسُور

“Perbuatan yang bisa dikerjakan tidak gugur disebabkan ada perbuatan lain yang sulit dikerjakan”

Contoh dari kaedah ini adalah, seseorang yang tidak bisa melakukan sujud namun sanggup untuk berdiri, dia tetap berkewajiban untuk sholat dalam keadaan berdiri.

4. Jika lansia tertinggal beberapa gerakan sholat ketika berjamaah

Tidak batal sholat seseorang apabila tertinggal dari gerakan imam ketika sholat berjamaah disebabkan sebuah udzur bukan karena kesengajaan, dan tidak mengapa untuk tetap megikuti imam dalam sholatnya, termasuk dalam perkara ini lambatnya gerakan seseorang karena faktor usia.

Allah ﷻ berfirman:

لأ يكلف الله نفسا إلا وسعها

“Allah tidaklah membebani seseorang melebihi dari kesanggupannya”
(QS. Al-baqarah: 286).

Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin berkata:

أن يكون لعذرٍ ، فإنَّه يأتي بما تخلَّفَ به ، ويتابعُ الإمامَ ولا حَرَجَ عليه، حتى وإنْ كان رُكناً كاملاً أو رُكنين، فلو أن شخصاً سَها وغَفَلَ، أو لم يسمعْ إمامَه حتى سبقَه الإمامُ برُكنٍ أو رُكنين، فإنه يأتي بما تخلَّفَ به، ويتابعُ إمامَه،

“Apabila ketinggalan gerakan imam disebabkan udzur, maka dia kerjakan apa yang ketinggalan tersebut, dan mengikuti imamnya, ini tidak mengapa, walaupun ketinggalan satu rukun atau dua rukun.
Jikalau seseorang lalai dalam sholatnya atau tidak mendengar suara imamnya, sehingga dia ketinggalan satu atau dua rukun, maka dia kejar ketertinggalan tersebut, dan tetap mengikuti imam setelahnya.”
(Syarhul Mumti’ : 4/186).

5. “Salisul baul/salasul baul adalah keluarnya air kencing terus menerus tanpa disengaja.

Kita telah mengetahui bahwa keluarnya air kencing adalah pembatal wudhu. Demikian juga keluarnya madzi, termasuk pembatal wudhu. Sehingga masalah ini dapat diqiyaskan dengan kasus orang terus-menerus keluar madzi. Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu, ia berkata:

كُنْتُ رَجُلًا مَذَّاءً وكُنْتُ أسْتَحْيِي أنْ أسْأَلَ النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فأمَرْتُ المِقْدَادَ بنَ الأسْوَدِ فَسَأَلَهُ فَقالَ: يَغْسِلُ ذَكَرَهُ ويَتَوَضَّأُ

“Dahulu aku terkena penyakit madza’ (keluar madzi terus-menerus). Dan aku malu untuk bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (tentang hal ini) karena posisi putri beliau sebagai istriku. Maka aku perintahkan Al-Miqdad bin Al-Aswad untuk bertanya kepada Nabi. Nabi menjawab: hendaknya ia mencuci zakarnya dan berwudhu (untuk setiap shalat)” (HR. Al-Bukhari no.178, Muslim no. 303).

para ulama juga menganalogikan keadaan tersebut dengan wanita yang mengalami istihadhah. Darah penyakit yang senantiasa keluar dari alat kelamin.

Imam Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz menyatakan,

“Kewajiban shalat tidak gugur selama akal masih ada. Wajib bagi dia untuk shalat akan tetapi harus berwudhu setiap kali akan shalat. Jika seseorang ditimpa oleh Salasul Baul/ beser yang terus-menerus atau pipis yang terus-menerus. Maka ia harus wudhu setiap kali akan shalat. Dan ia melakukan shalat sesuai dengan waktunya sama seperti wanita yang istihadhah yang senantiasa keluar darah darinya. 

Akan tetapi untuk lelaki selayaknya tidak menjamak, supaya ia bisa melakukan shalat bersama jamaah. Adapun wanita maka tidak mengapa jika ia ingin menjamak.” (Fatawa Syaikh Bin Baz, no. 10921).
Dalil yang mendasari hal ini adalah sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang wanita yang mengalami istihadhah sebagai berikut,

ثُمَّ تَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلَاةٍ حَتَّى يَجِيءَ ذَلِكَ الْوَقْتُ

“Berwudhulah kamu setiap kali shalat hingga waktu itu tiba” (HR. Bukhari no. 226).

Menurut Tim Konsultasi Syariah Ditjen Bimas Islam

Dalam fiqih Islam, terdapat istilah salasul baul (kencing tak terkontrol) bagi orang yang air kencingnya tidak terkontrol dan tidak sadar akan keluarnya. Para ulama mewajibkan segera ganti pakaian yang terkena hadats dan berwudhu saat masuk waktu salat.

Kemudian pakaikan popok sekali pakai atau diaper agar urine tidak berceceran keluar, tanpa mempedulikan apa yang keluar darinya saat salat atau setelahnya. Selain itu, dibolehkan juga baginya untuk menjama' dua waktu salat dengan alasan sedang sakit atau karena faktor lainnya.

وَعَنْ جَابِرٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، يَقُولُ : (( إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالكُفْرِ ، تَرْكَ الصَّلاَةِ )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kufur itu adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 82]

Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan, “Jika seseorang meninggalkan shalat, maka tidak ada antara dirinya dan kesyirikan itu pembatas, bahkan ia akan terjatuh dalam syirik. Istilah syirik dan kafir kadang bisa bermakna sama yaitu kafir kepada Allah.” (Syarh Shahih Muslim, 2:64)

وَعَنْ بُرَيْدَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، عَنِ النَّبيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ )) رَوَاهُ التِّرمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ )) .

Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perjanjian yang mengikat antara kita dan mereka adalah shalat, maka siapa saja yang meninggalkan shalat, sungguh ia telah kafir.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadirs ini hasan shahih.) [HR. Tirmidzi, no. 2621 dan An-Nasa’i, no. 464. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.]

Label