BERSENTUHAN KULIT MEMBATALKAN WUDHU..??
(Tanya Jawab Agama jilid V)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ
إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ
جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ
أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْلَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ
تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا
بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ
مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan
tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Maidah: 6)
Ada 3 Pendapat mengenai Hukum bersentuhan
kulit
-
Membatalkan Wudhu (Imam
Syafií)
-
Tidak membatalkan wudhu
(Imam Abu Hanifah & Ibnu Taimiyah)
-
Batal Jika dengan Syahwat, Ulama Malikiyah dan ulama Hambali telah
mengompromikan dua dalil dalam masalah ini.
1.
Membatalkan
Wudhu
Umar bin Khattab dan Ibnu
Masud. Mereka mengartikan Mulasamah sebagai persentuhan kulit.
Ada dalil dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata,
قُبْلَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَجَسُّهَا بِيَدِهِ
مِنْ الْمُلَامَسَةِ فَمَنْ قَبَّلَ امْرَأَتَهُ أَوْ جَسَّهَا بِيَدِهِ
فَعَلَيْهِ الْوُضُوءُ
“Ciuman
dan rabaan tangan laki-laki pada istrinya termasuk mulamasah. Barangsiapa yang
mencium istrinya atau merabanya, wajib baginya berwudhu.” (HR. Imam Malik dalam
Al-Muwatha’, dengan sanad sahih).
Disebutkan
dalam Hasyiyah Al-Bujairami (1:211),
اعلم أن اللمس ناقض بشروط خمسة: أحدها: أن يكون بين
مختلفين ذكورة وأنوثة. ثانيها: أن يكون بالبشرة دون الشعر والسن والظفر. ثالثها:
أن يكون بدون حائل. رابعها: أن يبلغ كل منهما حدا يشتهى فيه. خامسها: عدم
المحرمية” انتهى
“Ketahuilah
bahwa al-lams termasuk pembatal wudhu dengan lima syarat:
- Antara lawan jenis, laki-laki dan perempuan
- Menyentuh kulit, (bukan rambut, gigi, atau
kuku)
- Tanpa penghalang (haa-il)
- Telah memiliki kecenderungan syahwat
- Sesama bukan mahram.”
2.
Tidak
Membatalkan Wudhu
Ali dan Ibnu Abbas,
memiliki pandangan yang mengarah pada dimensi yang lebih intim. Mereka
berpegang pada pandangan bahwa makna aw lamastumu al
nisa adalah bersetubuh.
Dalam buku Tanya
Jawab Agama jilid V, Muhammadiyah mengambil sikap yang berpihak pada
pandangan ini, yang menolak pandangan bahwa persentuhan kulit laki-laki dan
perempuan membatalkan wudhu. Ini didukung oleh berbagai argumen dan dalil,
salah satunya merujuk pada pengalaman ‘Aisyah, istri Nabi Muhammad SAW.
Dalil
yang Menunjukkan Tidak Membatalkan Wudhu
Hadits-hadits
ini yang dijadikan dalil oleh ulama Hanafiyah termasuk juga Ibnu Taimiyah bahwa
menyentuh lawan jenis tidaklah membatalkan wudhu, baik dengan syahwat atau
tanpa syahwat, baik menyentuh istri, bukan mahram, atau mahram.
Pertama:
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِى عَلَى بَطْنِ
قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ
“Suatu
malam aku kehilangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau ternyata
pergi dari tempat tidurnya dan ketika itu aku menyentuhnya. Lalu aku
menyingkirkan tanganku dari telapak kakinya (bagian dalam), sedangkan ketika
itu beliau sedang (shalat) di masjid …” (HR. Muslim, no. 486)
Kedua:
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – وَرِجْلاَىَ فِى قِبْلَتِهِ، فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِى ،
فَقَبَضْتُ رِجْلَىَّ ، فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا. قَالَتْ وَالْبُيُوتُ
يَوْمَئِذٍ لَيْسَ فِيهَا مَصَابِيحُ
“Aku
pernah tidur di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedua
kakiku di arah kiblat beliau. Ketika ia hendak sujud, ia meraba kakiku. Lalu
aku memegang kaki tadi. Jika bediri, beliau membentangkan kakiku lagi.” ‘Aisyah
mengatakan, “Rumah Nabi ketika itu tidak ada penerangan.” (HR. Bukhari, no. 382
dan Muslim, no. 512)
Ketiga:
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – قَبَّلَ بَعْضَ
نِسَائِهِ, ثُمَّ خَرَجَ إِلَى اَلصَّلَاةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ – أَخْرَجَهُ
أَحْمَدُ, وَضَعَّفَهُ اَلْبُخَارِيّ
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mencium sebagian istri beliau, kemudian beliau
pergi shalat tanpa mengulangi wudhunya lagi. (HR. Ahmad, 42:479; Abu Daud, no.
179; Tirmidzi, no. 86, Ibnu Majah, 1:168. Imam Bukhari mendhaifkan hadits ini.
Namun, ulama belakangan mensahihkan hadits ini seperti Ibnu Jarir, Ibnu ‘Abdil
Barr, Ibnu Katsir, Ibnu At-Turkumani, Az-Zi’la’i, Syaikh Ahmad Syakir, Syaikh
Al-Albani, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz).
Al-Lams
Bermakna Jimak
Ada
pula ayat yang menyebut al-lams, tetapi bermakna jimak. Seperti
firman Allah tentang Maryam,
قَالَتْ رَبِّ أَنَّىٰ يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ
يَمْسَسْنِي بَشَرٌ ۖ قَالَ كَذَٰلِكِ اللَّهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۚ إِذَا
قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Maryam
berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum
pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun”. Allah berfirman (dengan perantaraan
Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah
berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya:
“Jadilah”, lalu jadilah dia.” (QS. Ali Imran: 47).