"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

"Hadits Shahih adalah Madzhab-ku" (Imam As-Syafi'i)

Hidup Dunia Yang Sesaat



Hidup Dunia Yang Sesaat


Perjalanan hidup di dunia ini adalah perjalanan yang singkat. Sepanjang apapun usia seseorang, maka kehidupannya tetap singkat jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat itu dimulai dari alam barzah atau alam kubur. Kemudian ditiupnya sangkakala dan hancurnya alam semesta. Setelah itu hari kebangkitan. Setelah berbangkit manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar. Kemudian mendapat syafaat untuk segera diadili. Setelah itu dihitung semua amal-amalnya. Lalu penyerahan catatan amal. Lalu ditimbang. Lalu melewati sirath yang ujungnya surga atau neraka.

Yang pertama alam barzah, kita sama-sama menyaksikan nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang hidup 63 tahun di dunia, sekarang sudah 15 abad di alam kuburnya. Padang Mahsyar, kata Allah Subhanahu wa Ta’ala,

تَعْرُجُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ إِلَيْهِ فِى يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُۥ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan pada hari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” [Quran Al-Ma’arij: 4].

Kita akan berkumpul di Mahsyar selama 50.000 tahun lamanya. Dan akhirnya manusia akan masuk ke dalam surga atau neraka yang abadi selama-lamanya. Bandingkan dengan berapa tahun hidup kita di dunia ini?

Namun, terkadang manusia itu terpedaya dengan kondisinya di dunia. Ia terpedaya dengan anak-anak dan cucunya, ia Bahagia dan ingin bersama mereka. Menyaksikan pertumbuhan mereka, perjalanan hidup mereka, dan berkumpul bersama mereka. Manusia juga lalai karena hartanya, kebunnya, ternaknya, dan aset-aset lainnya. Ia ingin agar menikmatinya untuk jalan-jalan, beli rumah dan tanah, menyaksikan kebunnya berbuah, dan ternaknya menjadi banyak. Manusia juga terkadang dibuat lupa karena kesehatannya. Ia menyangka kalau hidup sehat, usianya pasti panjang. padahal sepanjang apapun usianya di dunia, itu sangat singkat dibandingkan kehidupan akhirat.

Dalam ayat yang lain, Allah menggambarkan kehidupan dunia ini seperti Bunga Mawar yang indah.

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِۦٓ أَزْوَٰجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ

“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga mawar kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.” [Quran Tha-ha: 131]

Dunia ini indah dan kita tidak memungkirinya. Karena itu, Allah sebut dia indah seperti mawar. Tapi indah dan merekahnya bunga mawar itu hanya singkat waktunya. Kalaupun dia lama, usia kita yang terbatas dengan kematian akan meninggalkannya. Karena itu, Allah mengingatkan kita untuk tidak habis-habisan memfokuskan pandangan mata kita kepadanya. Justru rezeki dari Allah yaitu balasan di akhirat itu lebih baik dan kekal.

Di dalam ayat lainnya, Allah mengumpamakan kehidupan dunia seperti hujan. Allah mengulang-ulang edukasi kepada kita tentang hakikat dunia dengan berbagai permisalan. Agar kalau kita tidak sadar di ayat pertama, mungkin akan tersadar di ayat yang kedua. Yang kedua tidak, mungkin di yang ketiga, dan seterusnya. Atau kalau kita paham di perumpamaan yang pertama, ada perumpamaan lainnya yang mungkin lebih mudah masuk ke akal kita.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَٱضْرِبْ لَهُم مَّثَلَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا كَمَآءٍ أَنزَلْنَٰهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ فَٱخْتَلَطَ بِهِۦ نَبَاتُ ٱلْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ ٱلرِّيَٰحُ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ مُّقْتَدِرًا

“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, tidak lama kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Quran Al-Kahfi: 45].

Demikianlah Allah gambarkan cepatnya perubahan kehidupan di dunia ini. Dari kering menjadi subur. Dari subur menjadi kering. Dari miskin, susah, dan sejenisnya menjadi kayak dan Bahagia. Kemudian berbalik kembali. Ini benar-benar kita saksikan di hadapan kita.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَا هَٰذِهِ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ لَهِىَ ٱلْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا۟ يَعْلَمُونَ

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” [Quran Al-Ankabut: 64].

Dalam ayat ini Allah menyebut kehidupan dunia itu sebagai permainan dan senda gurau. Ini adalah sebuah gambaran yang sama-sama kita sadari. Kita tahu waktu bermain kita, waktu senda gurau kita, waktu nongkrong, berlibur, waktu santai, itu lebih sedikit dari bagian kehidupan kita yang serius. Jam kerja lebih banyak dari cuti dan hari libur. Kita sama-sama sadar. Karena itu, sadarilah juga bahwa kehidupan dunia ini seperti itu juga dibanding keseriusan kehidupan yang sebenarnya yaitu kehidupan akhirat.

Yang ada di akhirat nanti hanyalah penyesalan. Sebagaimana firman Allah menggambarkan penyesalan mereka yang saat di dunia ini tidak memperhatikan ayat-ayat Allah:

وَقَالُوا۟ لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِىٓ أَصْحَٰبِ ٱلسَّعِيرِ

Dan mereka berkata: “Sekiranya kami dulu di dunia mendengarkan atau memikirkan peringatan itu niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. [Quran Al-Mulk: 10].

Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu pernah bercerita,

دخلتُ على رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وهو على حصيرٍ قال : فجلستُ ، فإذا عليه إزارُه ، وليس عليه غيرُه ، وإذا الحصيرُ قد أثَّر في جنبِه ، وإذا أنا بقبضةٍ من شعيرٍ نحوَ الصَّاعِ ، وقَرظٍ في ناحيةٍ في الغرفةِ ، وإذا إهابٌ مُعلَّقٌ ، فابتدرت عيناي ،

فقال : يا نبيَّ اللهِ وما لي لا أبكي ! وهذا الحصيرُ قد أثَّر في جنبِك وهذه خِزانتُك لا أرَى فيها إلَّا ما أرَى ، وذاك كسرَى وقيصرُ في الثِّمارِ والأنهارِ ، وأنت نبيُّ اللهِ وصفوتُه وهذه خِزانتُك . قال : يا بنَ الخطَّابِ أما ترضَى أن تكونَ لنا الآخرةُ ولهم الدُّنيا

“Aku pernah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau sedang di atas tikar dan akupun duduk. Saat itu beliau hanya mengenakan sarung dan tidak berbaju. Kulihat anyaman tikar membekas di sisi tubuhnya. Aku menggenggam gandum kira-kira sebanyak satu sha’ dan kulihat ada seonggok kayu di ujung ruangan dan kulit yang belum disamak menggantung. Meneteslah air mataku.”

فقال : ما يُبكيك يا بنَ الخطَّابِ ؟

“Mengapa engkau menangis wahai putra al-Khattab”? tanya beliau.

فقال : يا نبيَّ اللهِ وما لي لا أبكي ! وهذا الحصيرُ قد أثَّر في جنبِك وهذه خِزانتُك لا أرَى فيها إلَّا ما أرَى ، وذاك كسرَى وقيصرُ في الثِّمارِ والأنهارِ ، وأنت نبيُّ اللهِ وصفوتُه وهذه خِزانتُك

Aku berkata, “Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak bersedih. Lihatlah tikar ini membekas di kulit Anda. Barang-barang perabot Anda, begitu kondisinya. Sementara Kisra (Raja Persia) dan Caesar (Raja Romawi) dikelilingi kebun-kebun dan Sungai-sungai. Padahal engkau adalah nabinya Allah dan manusia pilihan-Nya hanya ini yang engkau miliki.”

. قال : يا بنَ الخطَّابِ أما ترضَى أن تكونَ لنا الآخرةُ ولهم الدُّنيا

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapi, “Wahai Putra al-Khattab, tidakkah engkau ridha akhirat menjadi bagian kita sementara untuk mereka hanya dunia.” [At-Targhib wa At-Tarhib, 4/175].

Dalam riwayat lain dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, ia berkata,

نامَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ علَى حصيرٍ فقامَ وقد أثَّرَ في جنبِهِ فقلنا يا رسولَ اللَّهِ لوِ اتَّخَذنا لَكَ وطاءً فقالَ ما لي وما للدُّنيا ، ما أنا في الدُّنيا إلَّا كراكبٍ استَظلَّ تحتَ شجرةٍ ثمَّ راحَ وترَكَها.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur di atas tikar dan membekas di sisi tubuhnya. Kami berkata, ‘Wahai Rasulullah, bolehkah kami memberikan Anda Kasur’. Nabi menjawab, ‘Apa artinya dunia untukku. Aku di dunia ini seperti seorang berkendara, lalu istrirahat di bawah naungan pohon. Setelah itu melanjutkan kembali perjalanan’.” [HR. At-Turmudzi 2377].

Hadis tentang Kehidupan Akhirat sebagai Tujuan

Dari Zaid bin Tsabit RA, dirinya berkata telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ

Artinya: “Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan atau tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya.

Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)-nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan atau selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah, hina (tidak bernilai di hadapannya).” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hiban)

Label