Kumpulan Hadits tentang Kewajiban Shalat Berjama'ah
Ibnu Qoyyim Rahimahullahu, beliau berkata :
إِجمْاَعُ الصَّحَابَةِ عَلَى وُجُوْبِ صَلاَةِ الْجَمَاعَةِ. (كتاب الصلاة
ص81-82).
Kesepakatan para sahabat atas wajibnya shalat jamaah. (Kitab Ash shalah, hal 81-82).
Imam Bukhari dalam kitab shahihnya, memberikan
judul dalam salah satu babnya tentang wajibnya shalat jamaah. Begitu pula
pendapat ‘Atha, Al Auza’i, Ahmad bin Hambal, Abu Tsauri, Ibnu Khuzaimah, Ibnu
Mundzir dan Ibnu Hiban rahimahumullahu. (Kitab Ahkamu Al Masajid fi Asy
Syari’ah Al Islamiyyah – Ibrahim bin Shalih Al Khudhiri).
Pertama, Nabi shalllahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya tetap shalat berjamaah walaupun dalam keadaan perang.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ
بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مَالِكٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ عَنْ صَالِحِ بْنِ خَوَّاتٍ
عَمَّنْ شَهِدَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ ذَاتِ
الرِّقَاعِ صَلَّى صَلَاةَ الْخَوْفِ أَنَّ طَائِفَةً صَفَّتْ مَعَهُ وَطَائِفَةٌ
وِجَاهَ الْعَدُوِّ فَصَلَّى بِالَّتِي مَعَهُ رَكْعَةً ثُمَّ ثَبَتَ قَائِمًا
وَأَتَمُّوا لِأَنْفُسِهِمْ ثُمَّ انْصَرَفُوا فَصَفُّوا وِجَاهَ الْعَدُوِّ
وَجَاءَتْ الطَّائِفَةُ الْأُخْرَى فَصَلَّى بِهِمْ الرَّكْعَةَ الَّتِي بَقِيَتْ
مِنْ صَلَاتِهِ ثُمَّ ثَبَتَ جَالِسًا وَأَتَمُّوا لِأَنْفُسِهِمْ ثُمَّ سَلَّمَ
بِهِمْ وَقَالَ مُعَاذٌ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ
قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَخْلٍ
فَذَكَرَ صَلَاةَ الْخَوْفِ قَالَ مَالِكٌ وَذَلِكَ أَحْسَنُ مَا سَمِعْتُ فِي
صَلَاةِ الْخَوْفِ
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id dari Malik dari Yazid bin Ruman dari Shalih bin Khawwat dari orang yang menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat khauf saat perang Dzatur Riqa’, bahwa sekelompok pasukan berbaris dalam shaf bersama beliau, sedangkan kelompok lain berjaga-jaga menghadap musuh. Beliau lalu shalat beserta kelompok pertama satu raka’at, beliau tetap berdiri sementara kelompok tersebut menyelesaikan shalat mereka masing-masing, setelah itu mereka beranjak dan berjaga-jaga menghadap musuh (menggantikan kelompok kedua). Kemudian datang kelompok lain yang semula berjaga-jada lalu shalat satu raka’at bersama beliau dari shalat beliau yang masih kurang, kemudian beliau duduk. Sedangkan kelompok kedua, menyelesaikan kekurangan raka’at mereka masing-masing, setelah itu beliau salam bersama mereka.” [Mu’adz] mengatakan; telah menceritakan kepada kami [Hisyam] dari Abu Az Zubair dari Jabir ia berkata; “Kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di wilayah Nakhl”. Lalu Jabir menceritakan tentang shalat khauf. Malik berkata; “Ini adalah keterangan yang paling baik yang pernah aku dengar tentang shalat khauf.” (HR. Bukhari 3817).
Kedua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, walaupun sakit tetap beliau
shalat berjamaah.
Sebuah hadits yang di riwayatkan oleh 'Aisyah radliyallaahu 'anha,
Beliau mengisahkan tentang kisah shalat berjama'ah Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam ketika beliau sakit.'Aisyah berkata:
فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم حَتَّى جَلَسَ عَنْ يَسَارِ أَبِى بَكْرٍ - قَالَتْ - فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى بِالنَّاسِ جَالِسًا وَأَبُو بَكْرٍ قَائِمًا يَقْتَدِى أَبُو بَكْرٍ بِصَلاَةِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَيَقْتَدِى النَّاسُ بِصَلاَةِ أَبِى بَكْرٍ. )مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ(
Beliau datang dan duduk di sebelah kiri Abu Bakar. Beliau mengimami jama'ah dengan duduk sedang Abu Bakar berdiri. Abu Bakar mengikuti shalat Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan orang-orang mengikuti shalat Abu Bakar. (HR. Bukhari Muslim).
Ketiga, Orang buta tetap disuruh ke masjid, bila masih mendengar azan.
Seorang buta meminta udzur untuk shalat di rumahnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam awalnya mengizinkan, tetapi lantas dia memerintahkan lagi untuk shalat
di masjid karena masih mendengar adzan. Dalil ini menunjukanwajibnya shalat
berjamaah di masjid. Orang buta saja diperintahkan tetap menda-tangi masjid
kalau mendengar adzan. Apalagi orang yang tidak buta.
أَتَى النَّبِىَّ -صلى
الله عليه وسلم- رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ
لَيْسَ لِى قَائِدٌ يَقُودُنِى إِلَى الْمَسْجِدِ. فَسَأَلَ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّىَ فِى بَيْتِهِ
فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ « هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ
بِالصَّلاَةِ ». فَقَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَأَجِبْ ». (رواه مسلم)
.
"Ada seorang lelaki buta datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
lalu berkata: "Ya Rasulullah, saya ini tidak mempunyai seorang penuntun
yang menuntun saya untuk pergi ke masjid," lalu ia meminta kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya diberi keringanan untuk shalat
di rumahnya saja, kemudian Beliau memberikan keringanan padanya. Setelah orang
ituberpaling, lalu Beliau memanggilnya dan berkata padanya: "Adakah engkau
mendengar adzan shalat?" Orang itu menjawab: "Ya, mendengar."
Beliau bersabda lagi: "Kalau begitu, kamu wajib memenuhi panggilan adzan.
(HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).
عَنِ ابْنِ أُمِّ
مَكْتُومٍ رضي الله عنه أَنَّه قَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ الْمَدِينَةَ
كَثِيرَةَ الْهَوَامِّ وَالسِّبَاعِ ، فَقَالَ : هَلْ تَسْمَعُ حَيَّ عَلَى
الصَّلاَةِ ، حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ ، قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : فَحَيَّ هَلاً
وَلَمْ يُرَخَّصْ لَهُ. (رواه النسائي و ابو داود هذا لفظ النسائي. قال الشيخ
الألباني : صحيح)
Dari Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya ia berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Madinah ini banyak singa dan binatang buasnya. Lalu Dia. bersabda: "Apakah engkau mendengar ucapan Hayya 'alas shalah dan Hayya 'alal falah? Ummi Maktum menjawab: “Ya”. Beliau bersabda : Kalau memang mendengar, maka marilah datang ke tempat berjamaah dan tidak ada keringanan baginya." (HR. An Nasai dan Abu Daud. Berkata Syekh Al Bani : Hadits Shahih).
Keempat, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam membakar rumah orang yang shalat di rumahnya.
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ثُمَّ آمُرَ
بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيَؤُمَّ النَّاسَ ثُمَّ
أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ (رواه البخاري)
"Demi Zat yang jiwaku ada ditanganNya, sungguh saya berniat untuk memerintahkan supaya diambilkan kayu bakar, lalu dicarikanlah kayu bakar itu, kemudian saya menyuruh supaya shalat dilakukan, lalu dikumandangkan adzan, selanjutnya saya perintahkan seseorang laki-laki untuk menjadi imamnya orang banyak, kemudian saya pergi ke tempat orang-orang laki-laki yang tidak ikut berjamaah, lalu saya bakar rumah-rumah mereka 'tu." (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).
Kelima, tersesat karena meninggalkan sunnah.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata :
مَنْ سَرَّهُ أَنْ
يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلاَءِ الصَّلَوَاتِ
حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه
وسلم- سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ
صَلَّيْتُمْ فِى بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّى هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِى بَيْتِهِ
لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ
وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى
مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ
يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا
سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلاَّ مُنَافِقٌ
مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ
الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِى الصَّفِّ. (رواه مسلم)
Barangsiapa yang senang kalau menemui Allah Ta'ala besok pada hari kiamat dalam keadaan Muslim, maka hendaklah ia menjaga shalat-shalat fardhu ini di waktu ia dipanggil untuk mendatanginya jika sudah mendengar azan), sebab sesungguhnya Allah telah mensyariatkan kepada Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa jalan petunjuk dan sesungguhnya shalat-shalat itu adalah termasuk sebahagian dari jalan-jalan petunjuk tersebut. Andaikata kalian shalat di rumah-rumah kalian sendiri sebagaimana shalatnya orang yang suka meninggalkan jamaah itu (shalat di rumahnya), sungguh kalian telah meninggalkan sunnah (jalan hidup) Nabimu, dan seandainya kalian meninggalkan sunnah (jalan hidup) Nabimu, sungguh kalian akan tersesat. Sungguh-sungguh saya telah melihat sendiri bahwa tidak ada seorang pun yang suka meninggalkan shalat jamaah melainkan ia adalah seorang munafik yang dapat dimaklumi kemunafikannya. Sungguh ada pula seseorang itu yang didatangkan untuk menghadiri shalat jamaah, ia disandarkan antara dua orang lelaki sehingga ia ditegakkan di dalam shaf. (HR. Muslim).
Keenam, Salah satu ciri orang munafik.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
صَلاَةٌ أَثْقَلَ
عَلَى الْمُنَافِقِينَ مِنَ الْفَجْرِ وَالْعِشَاءِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا
فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا. (رواه البخاري)
Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat subuh dan isya (berjamaah) dan seandainya mereka mengetahui apa yang di dalamnya (pahala) sungguh mereka akan mendatangi shalat isya dan subuh (berjamaah ke masjid) walaupun dengan merangkak. (HR. Bukhari dar Abu Hurairah radhiyal-lahu ‘anhu).
Ketujuh, Disebut tidak shalat kalau tidak berjamaah di masjid.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, dan di
shahihkan oleh Syekh Al Bani.
مَنْ سَمِعَ
النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ ، فَلاَ صَلاَةَ لَهُ ، إِلاَّ مِنْ عُذْرٍ. (رواه ابن
ماجة قال الشيخ الألباني : صحيح )
Barangsiapa yang mendengar seruan adzan lalu tidak mendatanginya, maka
tidak ada shalat baginya, kecuali ada udzur.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا اسْتَأْذَنَتْ أَحَدَكُمُ امْرَأَتُهُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلاَ
يَمْنَعْهَا » (رواه مسلم).